"Baik, tunggu sebentar. Saya coba tanyakan dulu pada Tuan Keldeo."
"Ya."
Tidak perlu menunggu lama, Lucca kembali bersuara, "Maaf, Nona. Tuan Keldeo menolak bertemu dengan Nona."
"Apa?! Bagaimana bisa? Kau sudah katakan padanya kalau aku memiliki rahasia besar Carl Bright, bukan?"
Prisma terlihat sangat terkejut. Ia pikir dengan mengiming-imingi hal menggiurkan, Birru akan menerima ajakannya untuk bertemu. Namun kenyataannya, pria itu menolak. Sesuai sekali dengan karakternya yang sulit didekati.
"Iya, Nona, tapi Tuan Keldeo tetap menolak."
"Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu terima kasih, Tuan Specito," ujar Prisma lesu, kemudian menekan tombol merah.
Wanita dengan bola mata coklat ini melangkah gontai dan menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dengan posisi telungkup. Tatapannya tertuju pada bingkai foto yang terpajang di nakas. Perlahan, buliran bening jatuh membasahi seprai motif bunga-bunga.
"Apa yang harus Prisma lakukan, Ma, Pa?" tanyanya sendu.
Lagi-lagi, rencana yang telah dibuat dipatahkan begitu saja. Meski terpikir pada rencana awal untuk menghancurkan citra Carl dan membeli saham di Bright Company. Akan tetapi, ia merasa hal itu tidak cukup. Carl bukan tipe orang yang mudah dihadapi. Jadi, ia butuh seseorang untuk mendukungnya. Tentunya dengan kekuatan yang sama besarnya seperti Carl atau bahkan lebih.
Tidak tahu harus berbuat apa, Prisma memilih memejamkan mata. Memfokuskan pikiran berusaha mencari cara mendekati Birru. Jika tidak menemukan apa pun, ia akan mencari orang terkuat lain yang bisa membantunya.
Ketika sedang fokus, terdengar suara notifikasi pesan masuk. Sontak, tangan kanannya diangkat dan membuka pesan.
"Aku sudah menjual saham sebanyak tujuh persen sesuai perintahmu. Jadi, apa yang harus aku lakukan selanjutnya?"
Prisma tidak membalas melainkan melakukan panggilan. "Masalah itu kita bahas nanti saja. Aku ingin kau mencari tahu tentang Birru Keldeo dan jadwalnya beberapa hari ke depan. Kau tahu bukan siapa dia?"
"Ya, aku tahu. Memangnya ada apa? Kenapa memintaku untuk--."
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Prisma sudah memotong. Sebenarnya, ia terlalu malas menjelaskan melalui telepon. Terlebih, ia butuh informasi pribadi pria itu secepatnya. Dengan demikian, proses balas dendam akan segera dilakukan.
"Tidak perlu banyak tanya," potong Prisma dingin.
"Baiklah. Aku akan mengirimkannya segera, setelah mendapatkan informasi tentang Birru Keldeo. Ngomong-ngomong, ada apa dengan suaramu? apa kau menangis?"
Sejak tadi, Hades memperhatikan perubahan suara Prisma. Ia tahu sahabatnya itu tidak sedang baik-baik saja saat ini.
"Tidak, Hades. Aku tidak menangis dan hanya sedikit flu saja. Ya sudah aku mau tidur siang," sahut Prisma berbohong.
Setelah panggilan berakhir, Prisma bergegas membersihkan diri. Ia harus pergi membeli kebutuhan dapur agar tidak kebingungan harus makan apa nanti malam.
Mengingat mobilnya masih di area Bright Hotel, Prisma memesan taksi dan pergi ke sana. Kemudian, ia langsung mencari supermarket terdekat. Membeli sayur-mayur, telur, ayam, daging, dan lainnya. Baru bersiap memasukkan belanjaan ke dalam bagasi, ponselnya bergetar.
"Informasi pribadi Birru Keldeo dan jadwalnya beberapa hari ke depan sudah aku kirim melalui email."
"Terima kasih, Hades."
Wanita itu lekas memasukkan belanjaan. Berjalan memutar dan masuk ke dalam mobil, duduk di kursi kemudi. Kemudian, ia langsung memeriksa email dari Hades. Semuanya terlihat biasa-biasa saja karena sebelumnya Prisma sudah melihat di surat kabar. Namun, satu hal yang membuatnya menganga tidak percaya.
"Jadi, istri baru Carl, si Eleanor itu mantan kekasih Birru Keldeo? Bagaimana bisa pria sesempurna itu diselingkuhi?" Prisma menggeleng pelan, heran dengan apa yang Eleanor lakukan, "Tapi, apa ini bisa dijadikan sebagai umpan untuk mengajak Tuan dingin bekerja sama denganku? Diberi rahasia besar Carl saja dia tidak peduli. Apalagi diajak balas dendam atas apa yang mantan kekasihnya lakukan padanya," imbuhnya berkecamuk.
Meski rasanya tidak mungkin, tetapi Prisma akan mencoba. Berusaha sekeras mungkin sampai tujuannya tercapai. Ia akan memulainya nanti malam, ketika Birru pergi menemui klien di restoran. Setelah memutuskan, ia menyalakan mesin mobil dan menginjak pedal gas.
***
Beberapa jam kemudian, Prisma sudah ada di restoran bergaya klasik untuk melancarkan aksinya mendekati Birru. Berdiri di sudut ruangan memegang biola dan bersiap untuk memainkannya.
"Itu dia orangnya," batin Prisma tersenyum senang.
Kaki panjang Birru melangkah masuk restoran. Tubuhnya dibalut setelan jas mahal berwarna hitam, rambutnya disisir rapi, dan raut wajahnya datar memancarkan aura dingin. Seluruh isi restoran menatap kagum, bahkan ada beberapa wanita yang ingin mendekat. Namun, seketika niatnya diurungkan setelah melihat betapa dingin tatapan seorang Birru Keldeo.
Sementara itu, Prisma terlihat begitu bersemangat. Berusaha memainkan biolanya sebaik mungkin demi merebut perhatian seorang Birru. Melangkah perlahan dengan tatapan mata yang tidak bisa lepas dari sosok yang akan menjadi targetnya.
Entah sudah berapa lama, permainan biola Prisma berakhir bertepatan dengan Birru yang bersiap pergi. Tidak ingin membuang kesempatan, wanita itu langsung menabrakkan diri seolah tidak sengaja jatuh ke pelukan Birru.
"Aww, sakit," pekik Prisma berpura-pura kesakitan sambil menyentuh kepala.
Birru tersentak kaget dengan kedua tangan yang diangkat. Semua orang menatap ke arah mereka berdua dengan berbagai macam pemikiran. Ada yang berbisik tentang kesengajaan Prisma dan ada juga yang merasa iri karena wanita itu bisa memeluk Birru.
Sesaat kemudian, Birru nenunduk dan melihat sosok yang baru-baru ini ia kenal. Dengan raut dingin, ia langsung menarik tangan Prisma menjauh. Kemudian, ia melangkah meninggalkan wanita itu.
"A-aww," pekik Prisma lagi. Kali ini ia benar-benar kesakitan karena ulah Birru.
Sadar rencananya telah diketahui, Prisma berlari mengejar. Ketika sampai di luar, ia menghadang langkah Birru, menatap pria itu dengan napas tersengal.
"Apa kepalamu sudah tidak sakit lagi?" tanya biru mengejek.
"I-iya, tidak," sahut Prisma terbata.
Birru melangkah melewati Prisma begitu saja. Ia tahu maksud dan tujuan wanita itu membuntutinya. Jika bukan ingin mengajaknya bekerjasama menghancurkan Carl, lalu apa lagi?
"Tunggu!" seru Prisma mencegah.
Sontak, Birru menghentikan langkahnya. Menoleh ke samping dan berkata, "Aku tidak butuh bantuan siapa pun untuk menghancurkan musuhku. Jika ingin, aku sudah menghancurkan Carl sejak dulu."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Birru melanjutkan langkahnya dan pergi meninggalkan Prisma. Wanita itu menatap kepergiannya dengan kosong.
"Belum apa-apa aku sudah ditolak. Bagaimana kalau aku menjelaskan tujuanku mendekatinya," ujar Prisma lirih.
Wanita dengan bola mata jernih itu melangkah gontai. Masuk ke dalam mobil dan pulang. Ia ingin menenangkan diri sejenak sebelum besok pagi melanjutkan rencananya untuk mendekati Birru.
***
Setiap pagi, Birru akan pergi lari pagi. Jadi, pagi-pagi sekali Prisma sudah bangun dan bersiap menghampiri pria itu seolah tidak sengaja bertemu. Ia mengenakan celana pendek sebatas paha dan tanktop hitam. Tidak lupa dengan topi putih yang bertengger indah di kepalanya.
"Tuan Keldeo, apa ini kau?" Prisma tersenyum canggung berpura-pura terkejut, "Kebetulan sekali, ya," imbuhnya sambil berlari menyeimbangi Birru.
Birru Mengenakan celana training dan jaket hitam. Keringat yang mengalir sampai ke leher membuatnya terlihat seksi. Pria itu melirik Prisma dingin. Hanya mendengar suaranya saja sudah tahu siapa pemiliknya. Lalu, ia bergegas mempercepat langkahnya. Jujur, hal yang paling dibenci adalah wanita tidak tahu malu yang berusaha mendekatinya.
"Tuan Keldeo, tunggu!" teriak Prisma dengan napas terengah-engah.
Langkah Birru terlalu besar dan kencang. Sulit bagi Prisma untuk mengimbangi, justru tertinggal jauh. Barangkali saja dengan berteriak pria itu akan berhenti dan menunggu. Namun sayang, harapannya sia-sia karena Birru tidak akan pernah melakukannya, bahkan meski ia jatuh pingsan sekalipun.
"Ya Tuhan, Birru Keldeo memang pantas dijuluki Tuan dingin." Prisma membungkuk sambil menatap punggung Birru yang kian menjauh, "Tapi ini menarik," imbuhnya tersenyum lebar.
Wanita itu tidak mau kalah, lanjut berlari dengan tatapan fokus pada punggung Birru. Langkahnya semakin lebar dan cepat seolah ada sesuatu yang berharga di depan sana. Beruntung, Birru mendapatkan panggilan dan berhenti. Jadi, ia bisa cepat menyusul dan berdiri di sampingnya.
"Tidak bisa. Aku ada janji bertemu dengan klien. Lain kali saja makan malamnya." Birru mengakhiri panggilan, menoleh sekilas dan kembali berlari.
"Tuan Keldeo?" panggil Prisma.
Semalam ia belum sempat mengutarakan tujuannya dan sekaranglah saatnya. Ya, meskipun ia tahu kalau sejak awal pria itu sudah mengetahui niatnya.
"Berhenti mengikutiku!" seru Birru dingin.
"Aku tidak mengikutimu. Aku di sini dan bertemu denganmu hanya sebuah kebetulan," sanggah Prisma berbohong. Akan tetapi, ia berusaha sedatar mungkin.
Birru menghentikan langkahnya dan menatap Prisma tajam. "Aku tidak peduli entah itu kebetulan atau disengaja. Aku hanya ingin kau pergi dan berhenti menggangguku."
Sejak pertemuan pertama di rumah sakit, Birru sudah tidak menyukai Prisma. Ia menganggap kecelakaan itu disengaja karena Prisma tiba-tiba muncul tepat di mobilnya. Terlebih setelah kejadian di mana wanita itu mengajaknya bertemu, sekaligus kejadian saat ini. Hal itu membuatnya semakin tidak suka dan hampir sampai pada level membenci.
"Aku tidak berniat mengganggumu," ujar Prisma menunduk sambil memainkan kakinya.
"Tapi kehadiranmu sudah cukup menggangguku. Jadi, pergilah sebelum aku melakukan sesuatu yang akan membuatmu menyesal," ancam Birru kesal.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Birru berjalan ke arah parkiran. Rasanya tidak sudi berlama-lama berada di sana, sementara ada wanita tidak tahu malu yang terus mengganggu.
Birru pun masuk ke dalam mobil. Namun, belum sempat mengunci pintu, tiba-tiba Prisma bergerak masuk ke dalam dan duduk di sampingnya. Wanita itu benar-benar tidak mengenal rasa takut meski telah terlontar kata ancaman.