Di sana, terpampang jelas beberapa lembar kertas dengan tulisan kecil. Selain itu, ada bukti foto, rekaman, dan bukti lain. Namun satu hal yang membuatnya terkejut yaitu, sosok dibalik kecelakaan yang menimpa kedua orang tuanya dan hancurnya perusahaan besar keluarganya.
"Ca-carl. Ja-jadi, se-selama ini kau yang menghancurkan keluargaku?" Manik mata Prisma memerah dan membola. Pegangan tangannya pada bukti-bukti itu mengerat.
Prisma hampir gila. Selama ini ternyata ia berkorban demi orang yang salah. Bagaimana bisa ia mengorbankan dua tahunnya pada orang yang telah menghancurkan keluarganya? Sumpah demi apa pun, ia benar-benar menyesal. Bukannya membalas dendam justru memperlakukan mereka bagai raja.
"Demi Mama dan Papa, aku bersumpah akan menghancurkanmu, Carl Bright," ujar Prisma bertekad. Terdengar suara gigi yang dieratkan seiring dengan kemarahannya.
Kaki jenjang wanita cantik itu bergerak mantap ke dalam rumah. Meraih ponsel di meja dan bersiap menghubungi Hades, sahabatnya.
"Kau di mana? Ada hal penting yang ingin aku bahas denganmu."
"Di rumah. Hal penting apa itu?" tanya Hades penasaran.
Tidak biasanya Prisma bersikap serius. Biasanya, wanita itu hanya akan membahas tentang Carl dan Carl. Selain itu, tidak ada hal penting yang dibicarakan sampai membuatnya muak dan bosan.
"Berapa total sahamku di Keldeo Grup?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Lima belas persen. Kenapa?"
"Jual sebanyak tujuh persen untukku." Suaranya terdengar sangat datar dan tatapan matanya lurus ke depan.
"Wah, sepertinya kau sudah melihat grafik hari ini. Baiklah, aku akan menjualnya nanti."
Grafik harga saham di Keldeo Grup hari ini meningkat tajam. Jika memang Prisma ingin menjualnya, maka ia akan mendapatkan banyak keuntungan.
"Kenapa nanti? Sekarang!" Prisma beranjak menaiki anak tangga menuju kamar.
"Iya-iya. Dasar bawel!" Pria dengan suara serak itu terdengar sedikit kesal.
Baru saja hendak mengakhiri panggilan, Prisma sudah mencegahnya dengan berkata, "Tunggu!"
"Ada apa lagi?" tanya pria itu dengan nada mengeluh.
"Apa kau masih menyimpan foto pernikahanku dengan Carl?"
Dulu ketika menikah dengan Carl, sahabatnya ini tidak bisa datang karena sedang berada di luar negeri. Jadi, ia hanya bisa mengirim beberapa fotonya saja.
"Tidak. Untuk apa aku menyimpan foto b******n itu? Kurang kerjaan sekali."
Sejak awal, ia sudah menentang pernikahan itu karena tahu Carl tidak mencintai Prisma. Selain itu, ia juga tahu betul orang seperti apa Carl dalam dunia bisnis. Licik dan rela melakukan apa saja demi keuntungannya sendiri.
"Aku serius. Apa kau masih menyimpannya?" Prisma menekan erat ponsel yang ada di genggamannya.
"Kalau iya, memangnya kenapa? Apa kau ingin aku mengirimkannya padamu karena kau merindukannya?" Suaranya terdengar seperti sebuah ejekan, "Apa kau sudah tidak waras sampai-sampai tidak bisa melupakan b******n itu?" imbuhnya dingin.
"Jangan konyol! Dulu aku memang mencintainya, tapi sekarang aku benci sampai rasanya ingin mati." Prisma menggertakkan gigi mengingat wajah dingin sang mantan suami.
Andai tahu sejak awal tentang kematian kedua orang tuanya ulah Carl. Mungkin Prisma tidak akan pernah menikah dengan pria itu dan justru sibuk membalas dendam. Namun, ia tidak menyesali takdirnya karena pada akhirnya tahu tentang kebenarannya. Jadi, tugasnya sekarang hanya perlu mengembalikan semua pada tempatnya.
Jika dulu Carl bukan apa-apa sebelum merebut perusahaan ayahnya, maka Prisma akan menyeret pria itu agar kembali pada tempat semula. Itu janjinya.
"Jadi, untuk apa?" Pria itu terdengar kebingungan dari nada suaranya.
"Sebar foto-foto itu dan buat berita yang menyudutkan Carl. Aku ingin berita itu menjadi topik utama yang mengguncangkan seluruh negeri. Apa kau mengerti maksudku?"
Prisma ingin menghancurkan citra baik Carl dan menurunkan harga saham Bright Company. Dengan begitu, ia bisa membujuk para pemegang saham untuk menjual saham mereka. Meski tidak murah, tetapi ia bisa memiliki saham di sana lebih dari saham yang ia miliki di Keldeo Grup sebelumnya.
Jika membeli dengan harga murah, otomatis mereka akan menolak untuk menjual. Jadi, ia berusaha membeli dengan angka yang bisa dikatakan cukup sebagai kompensasi.
"Baik, aku mengerti. Akhirnya aku bisa melihat Prisma yang dulu. Prisma yang selalu gemilang dan cemerlang."
"Cukup! Sekarang, kau boleh kerjakan tugasmu."
Prisma menekan tombol merah sebelum akhirnya menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Menatap langit-langit kamar dengan bulir-bulir bening yang menetes.
"Bantu Prisma, Pa, Ma," bisiknya dalam hati.
Wanita kurus, tetapi cantik itu meraih guling. Memeluk erat dan mulai memejamkan mata. Sepersekian detik kemudian, terdengar dengkuran halus. Sepertinya emosi membuatnya kelelahan dan tertidur.
Entah sudah berapa lama tertidur, perut prisma terasa keroncongan. Dengan manik mata yang masih terpejam, tangannya diulurkan meraba meja di samping tempat tidur dan meraih jam weker. Membuka sebelah mata dan melihat waktu menunjukkan pukul dua siang.
Awalnya, ia berusaha untuk kembali tidur karena masih mengantuk. Akan tetapi, cacing-cacing di perutnya sudah berdemo. Jadi mau tidak mau, ia turun menuju dapur. Mencari apa saja yang bisa dimakan.
"Apa ini? Kenapa sayur di lemari pendingin semuanya busuk?" keluh Prisma.
Tangannya bergerak memunguti satu per satu sayur busuk dan memasukkannya ke dalam tempat sampah. Setelah beberapa saat, lemari pendingin yang semula ada isinya kini berubah kosong. Hanya tersisa beberapa botol air mineral dan jus saja.
Wanita itu berpikir sejenak. Mencari sesuatu di lemari penyimpanan dan menemukan mie instan dan bergegas memasaknya. Tidak butuh waktu lama, mie instan pun siap disantap.
"Hmm ... kenapa aroma mie instan selalu menggoda?"
Prisma membawa mangkuk mie ke ruang tamu. Ia menikmatinya sambil membaca koran harian yang pagi ini diantar. Baru saja meraih kertas itu, ia dikejutkan dengan gambar di bagian depan.
"Ini? Bukankah dia pria di rumah sakit waktu itu?" Dengan dahi yang berkerut, ia menatap gambar itu lekat, "Oh, jadi dia Birru Keldeo. Pantas saja aku merasa pernah melihat," imbuhnya.
Manik mata wanita berambut kecoklatan itu melirik ke arah koran. Tangan kanannya memegang garpu dan memasukkan mie ke dalam mulut. Entah apa yang membuatnya begitu tertarik sampai sulit sekedar untuk mengalihkan pandangan.
"Selain tampan, dia juga hebat. Apalagi dia saingan bisnis Carl. Apa aku perlu mendekatinya agar mudah melakukan balas dendam?"
Di koran itu membahas betapa hebatnya seorang Birru Keldeo. Usianya baru menginjak tiga puluh satu tahun, tetapi sudah bisa membangun dan membesarkan perusahaan properti juga kontruksi. Dan sekarang, pria itu sedang merintis usaha perhotelan dan hampir menyaingi usaha Carl.
"Tapi dia terlihat seperti orang yang sulit didekati. Dua tahun menikah dengan Carl saja aku tidak bisa merebut hatinya. Lalu, bagaimana bisa aku mendekati si sempurna Birru Keldeo?" batin Prisma berkecamuk.
Tiba-tiba, selera makannya hilang. Ide cemerlang yang baru saja melintas langsung dipatahkan dengan pahitnya kenyataan. Dengan langkah lesu, ia beranjak menuju kamar. Wajahnya ditekuk dengan bibir yang sengaja dimajukan ke depan.
Melihat tas di meja membuatnya mengingat pertama dan terakhir kali bertemu dengan Lucca. Kedua sudut bibirnya naik sempurna dengan wajah sumringah. Ia lekas meraih tas dan merogoh isinya. Meraih kartu nama sekretaris Birru dan menghubunginya.
"Selamat siang. Maaf, aku Prisma. Apa kau ingat?" ujarnya setelah panggilan tersambung.
"Oh iya, saya ingat."
Sebelah sudut biar Prisma terangkat. Muncul seringaian tipis di wajah cantiknya. Ternyata, kesedihannya hanya sesaat dan kini ia terlihat sangat bersemangat.
"Apa kau ingat pernah berkata agar aku menghubungimu jika butuh sesuatu?" tanya Prisma langsung mengutarakan tujuannya.
"Iya, Nona. Jadi, apa yang bisa saya bantu?"
Sudah dipastikan kalau perasaan Lucca saat ini tiba-tiba berubah tidak enak. Pria itu tahu bahwa hari ini Prisma sudah keluar dari rumah sakit. Jadi, bukankah tanggung jawabnya sudah selesai?
"Aku ingin bertemu dengan bosmu. Katakan padanya kalau aku memiliki rahasia besar rival bisnisnya, Carl Bright. Aku yakin jika rahasia ini tersebar, Bright Hotel akan terguncang bahkan harga sahamnya bisa anjlok."