Part 44

1514 Words
Part 44 Seorang lelaki remaja memasuki rumahnya seraya menghela napasnya berat karena merasa lelah hari ini. Meskipun tidak ikut dalam pertandingan basket nanti, dia sebagai kapten basket tetap bertanggung jawab dan selalu ada di saat anak buahnya sedang latihan. Ia juga bermain basketnya dalam waktu sebentar saja sebab tangannya masih proses pemulihan dan tidak boleh terus menerus banyak memegang atau menyentuh benda keras di telapak tangan kanannya tersebut. Terpaksa dia selalu meminta bantuan pembantunya padahal dirinya tidak suka apa-apa meminta ke pembantunya dan merasa ia seperti anak yang terlalu manja. In Dialah Malvin, lelaki itu melintas di dapur ketika ada menaiki tangga yang menuju kamarnya. Di ruang makan, ada papa, mama tirinya dan adik angkatnya tengah makan malam bersama. "Malvin sudah pulang? Haduh maaf ya kita makan malam duluan, tapi kamu sudah makan malam kan?" tanya Celine yang menghentikan makannya sejenak dan mengangkat kepalanya yang tak sengaja melihat Malvin yang tatapannya mengarah ke dapur yakni mereka. Malvin malah menatap sinis ke arah laki-laki yang seharusnya bukan adiknya karena umurnya sebaya, namun papanya menganggap dia itu adiknya yang harua disayangi. Padahal Malvin tidak suka dari dulu ada orang asing yang langsung menjadi keluarganya. Entah mengapa kedua orang tuanya terutama mama tirinya itu mengangat anak dari panti. Malvin kecewa pada kedua orang tuanya dan anak itu berada di sini membuat Malvin merasa tersingkirkan. Tak lupa lupa sikap papanya menjadi lebih keji dan suka main tangan kepadanya. Ingin rasanya Malvin mengadu ke kakeknya atas perilaku papanya tapi tetap saja Malvin masih pikir-pikir panjang melakukannya. Ia kesal saja pada papanya yang tidak memperbolehkan dirinya keluar rumah lebih lama dan kalaupun bisa kabur dipastikan pulang ke rumah langsung kena hukuman berupa pecutan salah satunya. "Manjakan saja anak itu dan jangan kalian pikirkan aku!" Setelah mengatakan itu Malvin berlari kecil ke kamarnya. "Kurang ajar." Ander menggeram mendengar ucapan anaknya dan tangannya terkepal kuat. "Sudah, Pa. Biarkan saja, kita lanjut makan ya." Celine sebagai ibu tiri Malvin sudah angkat tangan dan dari dulu sudah berupaya membuat Malvin menerima kehadiran anak angkatnya. Nyatanya, sampai sekarang pula mereka masih belum juga akur terutama Malvin yang sudah terlanjur kecewa terhadap keputusan mengangkat anak. Bagaimana pun juga Celine menginginkan sosok anak di keluarganya, Celine tidak bisa memiliki anak karena mandul dan sudah berusaha tetap saja tidak ada hasilnya. Celine menyerah dan memutuskan mengadopsi Kiky dari panti asuhan. Awalnya Ander menolak karena Kiky sudah besar tapi Celine menginginkan Kiky karena sudah tersentuh hatinya ingin mengadopsi Kiky. Celine akui dirinya merasa bersalah kepada Malvin karena mengecewakan hati Malvin yang ingin memiliki adik sedari dulu sampai sekarang. Malvin ingin menjadi satu-satu anak yang paling disayangi keluarganya dan rasa sayang itu tidak mau dibagikan ke yang lain. Jadilah sejak ada Kiky, hubungan Malvin dengan keluarga kandungnya merenggang. Bahkan sempat Kiky di sekolahkan di luar negeri dan Celine memutuskan Kiky sekolah di sini saja. Karena adanya Kiky, Celine sangat menyukai sifat manjanya Kiky dan anaknya sangat ceria. Berbeda dengan Malvin, yang dulunya jarang ada di rumah dan entah mengapa sekarang Ander melarang tegas Malvin keluyuran sampai malam kecuali jika Malvin ada kegiatan yang masih di lingkup sekolah seperti latihan bermain basket. ... "Jadi beneran daddy mau nikah sama dia?" Seorang gadis memasang raut wajah sinisnya menatap sosok wanita paruh baya berusia 47 tahun yang berdiri di sebelah papanya. "Iya, dia wanita yang sudah daddy cintai dari dulu." "Daddy mencintai wanita narapidana ini. Gak salah kah?" Gadis itu ialah Silvia Grizelle atau biasa dipanggil Silvia. Ia tak menyangka daddynya benar-benar akan menikah dengan seorang pembantu di rumahnya dan pembantunya itu pula kabarnya pernah dipenjara selama bertahun-tahun tapi daddynya mengeluarkan wanita itu dengan segala kekuasaan yang dimilikinya. Walau menjadi pembantu, tak membuat Silvia dekat dengan wanita itu sebab Silvia jarang berada di rumah dan tidak nyaman saja melihat dengan jelas kedua orang tuanya sama-sama berpacaran bersama selingkuhannya masing-masing. "Namanya Cala. Daddy yang membuatnya pernah masuk ke penjara dan yang salah itu daddy bukan dia. Dulu daddy bersaing tidak sehat dengan seorang pengusaha sepatu yang sekarang sudah sukses itu dan daddy sadar kalau daddy salah." "Dulu daddy pengusaha sepatu juga?" "Iya pernah, tapi sudah tutup karena bangkrut," jawab Surya---ayah Silvia "Aku tidak percaya saja daddy benar-benar ingin menikah. Daddy harus ceraikan mommy dulu, kalian bercerai sajalah dan hidup masing-masing. Aku muak setiap di rumah, kalian bisa-bisa mesra sama pasangan masing-masing. Hati aku sakit, Dad. Aku seperti anak yang dibuang di keluarga ini." "Maafkan daddy, daddy harus menunggu ayah daddy meninggal." "Daddy mendoakan kakek meninggal?" "Lagian kakekmu sudah sekarat. Kita menikah karena terpaksa dan tidak ada cinta di antara kita. Hal yang dipaksakan itu tidak baik." "Hal yabg dipaksakan itu tidak baik." Beo Silvia dengan bergumam. "Iya, Silvia. Tolong jangan suka memaksa orang lain itu akan membuatmu menyesal pada akhirnya. Kakekmu dari dulu suka memaksa ini itu kepada daddy dan dari itu pula daddy selalu membebaskanmu. Karena kamu suka kebebasan tapi kamu jangan sampai suka memaksa orang lain, paham?" "Memaksa orang lain itu menyenangkan, Dad. Kata siapa bikin menyesal?" Silvia menarik sudut bibirnya dan mengangkat salah satu kakinya lalu diletakkan ke atas kakinya yang lain. "Silvia, daddy tidak menyukai sifatmu itu." "Mau suka atau tidak, aku tidak peduli lagi. Orang tuaku saja tidak pernah memperdulikanku kan?" "Sekarang ini daddy lagi peduli ke kamu dan nasehatin kamu supaya tidak terjerumus ke hal-hal yang salah." "Terlambat, Dad." Silvia berangkat berdiri dan wajahnya begitu songong di depan orang yang lebih tua dibanding dirinya. "Tidak kata terlambat dan harus diubah sesegera mungkin. Silvia, tolong jangan jadi orang yang buruk dan daddy tidak mau kamu melakukan hal-hal yang bisa merugikan kamu di masa depan. Kamu harus lebih hati-hati dalam bertindak. Daddy sudah punya berbagai pengalaman di masa lalu." Surya tentu saja tidak mau anaknya menyesal seperti dirinya dulu dan cukup dia saja merasakan betapa terpuruknya setelah melakukan hal-hal buruk yang dilaluinya dahulu. "Aku nyaman apa yang sedang aku lakukan dan jangan cegah aku. Orang tuaku dimataku sudah meninggal," ujar Silvia seraya menatap tajam ke papanya dan calon istri siri papanya itu bergantian. "Silvia, jangan kurang ajar kamu!" teriak Surya yang tidak terima dikata meninggal oleh putrinya. Sedangkan Cala yang hanya diam sedari tadi dan memperhatikan mereka berdua dengan pandangan yang sulit diartikan. 'Anak dan ayah, sifatnya tidak jauh beda'--Cala mengangguk samar. Silvia sudah pergi keluar dari rumah sambil memainkan kunci mobilnya sendiri dan tidak memperdulikan teriakan ayahnya yang memanggilnya berulang kali. ... "Apa sih lo telepon gue? Kenapa gak langsung ke kelas gue? Gak sopan sama gue deh lo!" bentak Malvin saat mengangkat telepon dari temannya. Padahal bisa saja temannya itu datang ke kelasnya, kalau meneleponnya begini membuatnya merasa tidak nyaman saja karena nanti pun juga akan bertemu di kantin. "Nanti pulang sekolah temenin gue cari sepatu buat tanding," pinta Rery dari seberang sana. "Lo pasti minta dibeliin gue kan?" "Kagak, gue punya duit elah." "Hmm ya ya nanti." Malvin mendengus, temannya satu itu tidak bisa mandiri dan selalu mengajak temannya yang lain pergi berbelanja. Salma mendengar percakapan Malvin bersama temannya. Ia menoleh dan Malvin ikut menoleh ke arahnya. Seketika Salma gugup dan tidak jadi menatap lelaki itu. Sejak ada rasa tertarik pada sosok kapten basket di sekolahnya itu entah mengapa dirinya tiba-tiba menjadi gadis yang suka salah tingkah ketika ditatap balik oleh Malvin. Inikah yang dirasakan saudarinya yang pernah jatuh cinta pada seseorang? Namun Salma masih belum berpikir tentang pacaran meski Malvin sudah beberapa kali mengodenya. "Nanti pulang sekolah, gue ke toko sepatu lo." Malvin menyengir kuda. "Terus masalah buat gue?" Salma tetap pada prinsipnya yang cuek pada lelaki itu meski tak secuek dulu saat awal mereka mengenal satu sama lain. "Emm enggak, gue sebenernya mau ngajak lo." "Gue gak bisa." "Gue tau pasti jawabannya begini. Ayolah sesekali kita jalan lagian ada temen gue." "Temen lo yang suka ngejek gue itu, lo pikir gue gak tau siapa yang nelpon lo?" Salma menaikkan sebelah alisnya. "Halah itu mah gampang kok, gak bakalam kita berdua diganggu hihi." Malvin malah cekikikan dan memang dirinya penuh harap Salma ikut dengannya selepas pulang sekolah. "Gue gak mau." "Nanti gue bakal traktir juga deh." "Gak usah bangga pakai duit orang tua buat traktir orang." Sarkas Salma. "Kan gue atlet zeyengku, gue dapat gaji dari sekolah." "Ouh." "Ayolah." Malvin malah memegang tangan Salma dan digoyangkan perlahan. Bibir Salma berkedut menahan diri untuk tidak tertawa. Malvin membujuknya seperti anak kecil. "Baiklah." Salma mengangguk. "Gue juga ketemu sama bokap lo, gue mau mengenalkan diri juga dong." Deg' "Lo mau ke toko sepatu cabang mana?" Salma pun cemas dan tidak mau hal itu terjadi. "Entah, yang ngajak kan temen gue. Gue berharap sih ketemu sama bokap lo, kan nanti bisa minta gratis," ucap Malvin tanpa ada rasa berdosa raut wajahnya sekarang. Plakk Reflek Salma memukul pundak Malvin. "Gratis pala lo tuh, enak saja minta gratisan. Gue gak terima." Salma geregetan pada tingkah laku Malvin yang rasanya ingin dirinya karungin Malvin lalu dilempar ke sungai Brantas. "Ih iya deh, haduh pukulan lo itu menyakitkan ya." Malvin meringis dan memegangi pundaknya. Entah sudah berapa kali Salma memukulnya. "Gue suka boxing." "Pantesan." "Mau gue pukul lagi?" "Eh enggak dong, harus damai?" Malvin mengangkat kedua tangannya dan menunjukkan dua jarinya sambil mengedipkan sebelah matanya di depan wajah Salma yang menatapnya tajam. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD