Part 23

1019 Words
Part 23 Sudah waktunya pulang, namun Salma berserta beberapa teman sekelasnya tidak langsung pulang sebab melakukan piket setelah jam pelajaran paling akhir telah selesai. Sekitar 6 orang mulai membersihkan kelas saat teman-teman sekelas mereka yang tidak waktunya piket sudah keluar kelas. Jika tidak piket akan dikenakan denda berupa uang dan uang itu masuk ke kas kelas mereka yang nanti bisa digunakan untuk membeli beberapa keperluan tambahan di kelas tersebut. Sebelum di sapu, ada tiga laki-laki yang mengangkat kursi dan diletakkan di atas meja dengan posisi tengkurap supaya area yang sulit dijangkau lebih mudah dibersihkan seperti pojok-pojok meja dan bawah kursi. Selesai itu, tiga siswi termasuk Salma menyapu lantai dan dibagi menjadi tiga bagian pula tempat yang mereka bersihkan. Tiga siswa lain membawa tong sampah berukuran besar ke lantai bawah dan diberikan ke tukang kebun yang mengangkut sampah di gerobak. "Sal, lo kan tinggi. Hapus papan tulis ya!" suruh temannya yang sudah selesai menyapu dan sekarang berganti menyulak. Ia malas harus mengangkat kursi dan lebih baik temannya saja yang tubuhnya tinggi melakukannya. Salma juga baru selesai menyapu lantai, tanpa menjawab pun melakukan apa yang disuruh temannya. Saat sedang menghapus papan tulis, tiba-tiba terdengar suara benda yang sebentar lagi jatuh di ataanya dan Salma reflek berteriak kencang sembari memejamkan matanya kuat. Tapi malah disusul suara memekakan telinganya dan juga ada seseorang yang memeluknya erat dengan satu tangan. Salma segera membuka matanya dan tersentak kaget melihat seseorang yang melindunginya dari bahaya. "M-Malv-vin," ucap Salma terbata-bata. Salma menoleh dan melihat jam dinding itu pecah. "Lo tidak apa-apa kan?" tanya Malvin pada Salma tak memperdulikan tangannya yang terluka yang disembunyikan di belakang tubuhnya. Salma masih syok dan terdiam. Perkahan Malvin melepas pelukannya dan kini memegang pubdak Salma. "Sal." Namun Salma masih terdiam dan jantungnya berdebar tak karuan. Lantas Malvin meminta air minum kepada salah satu teman Salma. Malvin menyuruh Salma duduk di salah satu bangku yang sudah dirapihkan. Malvin membantu Salma minum dan mengusap punggung gadis itu. "Kalian kok cuman bertiga saja? Mana cewek pula, yang lain pada kemana?" tanya Malvin pada dua gadis yang juga sama-sama kaget melihat Salma hampir kejatuhan jam dinding. "Tadi mereka bersihin tong sampah tapi belum kembali juga." Malvin mengangguk paham dan pastinya membersihkan tong sampah butuh waktu lumayan lama karena bergantian jika ada alat yang terbatas. "Kalian gak usah khawatir, gue yang beliin jam dinding sebagai tanggung jawab kan gue yang mecahin." Malvin melihat temannya itu memungut jam dinding berserta puing-puingnya yang lepas dari tempatnya. Ia juga tau pasti mereka khawatir nanti dimarahin oleh teman-temannya yang lain karena merusak fasilitas kelas yang dibeli pakai uang sendiri. "Terima kasih, Malvin. Lo ganteng tapi baik." Malvin hanya tersenyum kecil saja. "Eh tapi lo kok bisa gercep sih? Emang lo tadi dimana?" Kurang lebih setengah jam yang lalu Malvin melirik Salma yang sangat serius mengerjakan soal akuntansi padahal jika dilihat lebih teliti, gadis itu merasa kesulitan dan kebingunan. Lelaki itu melihat bukunya sendiri dan hampir selesai mengerjakan akuntansi. Salma tidak pernah meminta bantuan dan pasrah mendapat nilai jelek bahkan pernah nilainya menjadi nilai paling rendah di kelas ini. Malvin memang menyukai akuntansi karena sudah dari dulu diajarkan oleh kakeknya dan sudah keinginannya masuk IPS, bukan karena dirinya dianggap bodoh atau nakal seperti kata orang-orang melainkan kemampuannya berada di bidang itu. Jurusan IPA dan IPS itu sama saja muridnya dari segi manapun. So, jangan membeda-beda jurusan ya guys! Malvin ingin suatu saat nanti bisa seperti kakeknya, meski sudah usia senja tapi masih aktif dibidang akademik. Kakeknya juga mengajar akuntasi hanya saja beliau mengajar di kelas 12 saat les pagi dan di waktu akan mengikuti ujian. Sedikit murid yang tau dirinya pandai dalam bidang itu dan sisanya mengira Malvin menyontek atau membayar orang untuk mengerjakan tugasnya. Ia ingin mengajari Salma yang mengalami kesulitan tapi di sisi lain Malvin sendiri tidak mau Salma berteriak kesal seperti sebelum-sebelumnya. Malvin juga teringat tips dari Darwin jika ingkn meluluhkan Salma harus dengan kesabaran bukan bersikap agresif dan lain sebagainya sudah terangkum di pikirannya, tinggal Malvin apakah bisa melakukan atau mundur perlahan. "Sudah selesai." Mengetahui Salma sudah selesai, Malvin kembali menyelesaikan tugasnya dan memilih menumpuk buku paling akhir. Ia menoleh sekilas saat Sama beranjak berdiri berniat menumpuk buku. "Malvin." Panggil temannya yang duduk di samping seberangnya. "Apa?" Malvin menatap temannya itu. "Tolong, ingatkan Salma nanti pulang sekolah piket. Dia minggu lalu lupa soalnya." Malvin mengangguk saja. Malvin sudah menumpuk bukunya dan melirik Salma lagi yang tengah memasukkan semua bukunya ke dalam tas. "Sal." Salma mengabaikannya meski tampaknya mendengar suaranya dari gerak tangannya yang terdiaam sesaat. "Jangan lupa nanti piket!" "Sudah tau," balas Salma singkat tanpa menatapnya. "Okelah." Pulang sekolah, Malvin sudah keluar dari area sekolah dengan mengendarai motornya tapi di tengah perjalanan baru ingat kalau jam yang dipakai tadi ketinggalan. Temru Malvin panik karena jam tangan itu milik kakeknya yang hendak dikembalikan hari ini. Tidak lama kemudian, Malvin sudah sampai di sekolah dan menyapu pandangannya ke sekitar lapangan sekolahannya yang nampaknya beberapa murid sedang piket di waktu pulang sekolah. Malvin buru-buru menitipkan motornya sebentar kepada satpam sekolahannya yang sudah mengenalnya lalu berlari secepatnya menuju kelasnya. Nah tepat saat itu pula Malvin bisa gerak cepat menolong Salma. Back to the topic... "Sudah jelas kan?" "Oh jadi ceritanya begitu, tapi hebat sih bisa gercep dan---" "Sudah ya, gue mau pulang." Malvin memotong ucapan temannya dan keluar kelas. Sebelum keluar kelas pulas, ia menyempatkan diri mengusap lembut puncuk kepala Salma dan mengatakan untuk berhati-hati. "Ouh so sweet, soft banger sih Malvin." Bukan Salma yang seharusnga kegirangan namun dua temannya yang memekik melihat perlakuan manis Malvin kepada Salma. "Fiks, Sal. Dia itu suka sama lo." "Bodo amat." Salma yang merasa napasnya sudah teratur dan degub jantungnya. Ia beranjak berdiri dan meraih tasnya. "Jahat banget deh lo, lo gak lihat tadi tangan Malvin terluka lho!" teriak temannya saat Salma sudah keluar dari kelas. "Cih, dia cuman sok iya doang aslinya bulshit." Salma juga meruntuki dirinya sendiri yang malah mematung sewaktu Malvin menenangkannya dan terang-terangan memegang tubuhnya. Salma memegang rambutnya dan masih terbayang-bayang bagaimana perlakuan manis Malvin kepadanya. Tentu siapa sih yang tidak baper diperlakukan seperti itu? Walau begitu, Salma mengenyahkan pikirannya yang dianggap aneh memikirkan Malvin. "Enggak pokoknya gue enggak suka dia!" ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD