Part 6

1773 Words
Part 6 "Kalau gak salah, lo punya saudara kembar kan?" tanya Alfa pada kekasihnya, mereka berdua berjalan beriringan di koridor sekolahannya. "Eh tapi gak kembar amat deh." Alfa mencoba mengingat-ingat kembali, ia memang pernah satu kelas dengan Silma berserta kembaran kekasihnya itu namun itu saat di kelas 1 SMP setelahnya mereka tidak sekelas lagi. "Ah iya, aku punya kembaran tapi gak kembar banget kok," ujar Silma sebab merasa dirinya tak begitu mirip dengan adiknya apalagi potongan rambutnya sangat jauh berbeda sekali. Silma yang menyukai rambut panjang dengan ujungnya yang bergelombang serta berponi sampai alisnya sedangkan Salma lebih menyukai rambut agak pendek tanpa poni tapi adiknya lebih sering rambutnya dikuncir kuda bahkan dua. "Oh ya ya, aku kok lupa banget. Sayangnya waktu kelas 3 SMP pindah ke luar negeri. Jadi, ya beberapa teman sekelas kita yang aku ingat. Kemarin aja sebelum dekatin kamu, takut salah orang." "Kamu pernah sekolah di luar negeri?" "Pernah cuman sebentar terus balik lagi, aku juga sempat punya pacar sih eh maaf aku malah cerita soal masa lalu." Alfa langsung sadar dan menghentikan langkahnya sejenak hanya untuk meminta maaf kepada Silma. "Ah gak papa kok kan itu masa lalu kamu, tapi aku lebih gak nyangkanya lagi kamu masih mengingatku padahal aku cewek pendiam." Silma menundukkan wajahnya, ia masih merasa malu ditatap intens oleh kekasihnya. "Aku lebih tertarik sama cewek pendiam dan diam-diam aku sudah memperhatikanmu sejak kita sekelas. Aku senang bisa dekat denganmu." Alfa menarik tangan Silma dan digenggamnya, tak memperdulikan tatapan iri dari para siswi yang berlalu lalang di koridor ini. "Tapi kamu saja memperhatikanku, kamu sudah mengenali diriku?" "Sudah kok. Aku itu ya kalau sudah tertarik sama satu cewek, aku bakalan mengingat dia terus bahkan namanya aku tulis." Mereka berdua melanjutkan langkahnya dan tujuan mereka berdua ke perpustakaan untuk membaca novel bersama. Menghabiskan sisa hari terakhir MPLS karena adanya jam istirahat lebih lama dari biasanya. "Kalau kamu mengenalku dari dulu, kamu mengenal saudara kembarku?" tanya Silma penasaran. "Enggak, aku lupa banget lho, Sil. Beneran deh, temenku aja aku lupa dan aku hanya ingat nama doang. Aneh memang, kamu juga banyak perubahan diwajahmu. Kamu lebih cantik sekarang." Alfa mulai menggoda kekasihnya membuat Silma tersenyum malu hingga pipinya memerah bak seperti kepiting rebus. "Aku kira ingatanmu bagus, Alfa." "Enggak juga." "Tapi kamu pintar deh apalagi punya rasa percaya diri yang tinggi waktu daftar jadi ketua OSIS." "Ah itu impianku sejak lama, aku memang ingin ikut organisasi di SMA biar SMA-ku tidak kuhabiskan cuma-cuma dan aku juga lebih selektif memilih teman." Alfa menyunggingkan senyumnya lebar dan tangannya mengusap sebentar rambut Silma yang panjang terurai bebas. "Kamu aja bisa pilih teman dan dipastikan dapat. Lha aku? Gak ada yang deketin aku sama sekali buat ngajak berteman." Silma mencebikkan bibirnya sebal. "Kamu itu harusnya berbaur dong." "Percuma, mereka malah menjauhiku ketika aku mau mendekati mereka. Jadinya sampai sekarang gak punya teman." Suara Silma yang memekik kesal itu membuat Alfa merangkul dan memijat pundak Silma supaya emosinya mereda. "Bakalan ada kok nanti, berdoa aja. Kamu jangan terlalu malu kan belum tentu kita nanti bisa sekelas." "Aku inginnya sekelas sama kamu, Alfa. Katanya kita teman kan?" "Iya, aku maunya juga begitu. Tapi kamu harus belajar mandiri karena gak selamanya di sekolah, kamu butuh aku dan lebih baik cari teman yang sama-sama ceweknya biar kalau ada apa-apa lebih mudah begitu." Saran Alfa untuk Silma supaya mau mandiri dan tidak selamanya bisa bergantung kepadanya. Dilihatnya, Silma itu agak manja sifatnya. Sekarang mereka berdua telah sampai di perpustakaan dan sebelum masuk, mereka harus mencatat daftar hadir serta maksudnya datang ke perpustakaan entah itu membaca, belajar, menumpang wifi uang digunakan untuk belajar dan sebagainya. "Iya, Alfa. Aku masih perlu waktu." Silma duduk dibangku setelah Alfa menggeretkan bangku untuknya. "Oke deh, kamu mau cari novel apa buat dibaca? Kalau aku kayaknya komik deh." "Bentar, aku mau duduk dulu di sini. Tuh masih ramai, aku jadi malas." Silma menunjuk ke rak-rak buku novel yang masih ramai oleh para murid sepantaran mereka yang merasa penasaran sensasi belajar di perpustakaan sekolah ini. Apalagi sekolah ini adalah salah satu sekolah favorit bahkan seringkali mengundang artis ternama di saat ada acara sekolahan tersebut. Beberapa menit akhirnya, Silma sudah mendapat novel yang akan dibaca. Silma melirik Alfa yang malah ketiduran di sela-sela membaca komik tadi. "Tidur aja ganteng, pantas saja banyak yang suka. Dia cowok yang tipenya banyak dicari sama cewek-cewek di sini." Silma tersenyum dan terpana memandangi wajah Alfa yang begitu sempurna dimatanya. Tangannya membelai lembut rambut lelaki itu yang nampaknya baru saja dipotong. Alisnya begitu tebal apalagi bibirnya. Silma langsung menggelengkan kepalanya ketika pandangannya jatuh ke bibir Alfa yang posisi sedikit terbuka. "Emm tapi aku merasa diriku ini lebih jelek dari mereka yang menyukainya. Tapi mengapa dia memilihku? Aku masih meragukannya karena menurutku tidak ada yang tertarik di diriku sendiri sih. Masak iya cuman pendiam saja?" Sekarang tangan Silma kini membelai lembut pipi Alfa yang tirus. "Sepertinya dia benar-benar kelelahan deh." "Apa sih, Sayang?" Silma tersentak tatkala tangannya dipegang oleh Alfa dan juga mengecup punggung tangannya. "Eh? Sudah bangun rupanya." Silma was-was, takutnya Alfa mendengar suaranya tadi yang sempat mengatakan bahwa dirinya masih meragukan Alfa. Mata Alfa perlahan terbuka dan bibirnya tersenyum kecil memandang Silma yang nampaknya sedang gugup. "Kamu tadi beneran tidur kan?" tanya Silma. Alfa membalas dengan anggukan kepalanya saja. Silma pun menghela napasnya lega. 'Aku tau, Silma. Kamu masih saja meragukanku. Hatiku sakit'--ucap Alfa dalam hatinya. ... Klekk Suara pintu yang sudah berumur itu terbuka perlahan dan membuat sosok lelaki yang sedang menahan rasa kantuknya itu seketika melebarkan matanya. "Pak Jalu." "Ya ampun, kalian terkunci di sini? ' Salah satu tukang kebun di sekolah ini bernama Pak Jalu terkejut melihat ada dua murid berada di dalam gudang. Salah satunya tengah tertidur pulas. "Iya, Pak." Kemudian Malvin melirik Salma yang masih bersandar dibahunya, tangannya terangkat menepuk pelan pipi gadis itu dan menggoyangkan dirasa Salma tak kunjung membuka matanya. "Salma, Sal. Bangun." Akhirnya Salma membuka matanya meski sedikit demi sedikit, ia menegakkan dan merenggangkan tubuhnya seraya menguap lebar dengan matanya yang masih terasa berat. "Pak, emang pintunya lagi rusak ya?" tanya Malvin menghampiri tukang kebun sekolahannya yang tengah memeriksa pintu gudang. "Iya, kemarin teman bapak juga terkunci. Tadinya mau beres-beresin bangku di gudang ini, nah saya kira sudah diberesin karena pintunya tertutup terus saya tanya ke teman saya ternyata belum beres. Ya sudah saya langsung ke sini sambil bawa alat-alat karena susah bukanya eh malahan ketemu kamu, Malvin." Pak Jalu menjelaskan. Ia juga mengenal Malvin karena cucu pemilik sekolahan tersebut. "Oalah begitu, cepat dibenerin ya, Pak." Lantas Malvin melihat Salma yang masih mengantuk. "Heh, lo mau menetap di gudang, ayo balik!" ajak Malvin pada Salma. "Gue ngantuk masihan." Suara serak khas bangun tidur membuat Malvin menghembuskan napasnya pelan. Malvin mendekati Salma dan menutun gadis itu beranjak berdiri dari bangku yang mereka duduki tadi. "Ah sial, kenapa juga gue deket sama lo sih!" Salma menjauhkan dirinya dari Malvin dengan mendorong lelaki itu. "Gue berniat membantu malah didorong." Malvin memilih jalan di belakang gadis yang tengah memperbaiki tali kuncirnya. "Gak usah sok baik, gue gak butuh bantuan dari lo!" Salma mengucek matanya sebentar lalu melihat suasana sekolahan yang sepi. "Sepi banget," gumamnya. "Halah ya deh terserah lo." Malvin berjalan mendahului Salma dan sengaja pula menabrak bahu gadis itu hingga hampir terjatuh. "Hey munyuk!" teriak Salma tak terima dan berlari cepat menyusul langkah lebar Malvin. Malvin meringis kesakitan saat Salma berhasil menyusulnya dan rambutnya ditarik kuat oleh gadis yang selalu galak setiap bertemu dengannya. "Munyuk munyuk!" Salma geregetan sampai giginya berbunyi kegeramannya kepada sosok lelaki yang suka sekali membuatnya emosi. "Manggil pakai nama gue dong, ditambah suara lo ya lembut kayak tadi aw aw." Malvin berusaha melepaskan tangan Salma yang makin kuat menjambaknya. "Lo lama-lama bikin kesel gue mulu sih hah! Mau lo apa!" teriak Salma tepat di sisi telinga Malvin. "Iya ya, ampun." "Halah bilang ampun tetap saja bikin gue emosi." Malvin membalikkan tubuhnya dan keduanya berhadapan sekarang. "Ih jijik ada air liurnya pantes bahu gue basah." Malvin meledek Salma kembali. Salma menghentikan tangannya yang menjambak rambut Malvin, ia memegang area bibirnya dan memeriksa apakah benar ucapan lelaki itu. Tapi lagi-lagi dirinya sadar telah dibohongi dan juga Malvin sudah menghilang entah kemana. "Argh si munyuk!" Salma menghentakkan kedua kakinya sambil berteriak kesal. ... Silma menatap Alfa yang sedari tadi diam saja, ingin rasanya bertanya namun Alfa dipanggil oleh teman-temannya. "Aku mau ke teman-temanku, maaf gak bisa nemenin kamu di halte." Alfa menepuk bahu Silma lalu pergo berlalu tanpa mendengar balasan dari Silma. "Iya gak papa," balas Silma terlambat dan hanya bisa memandang punggung kekasihnya dari sini. "Kenapa dia diam saja sama gue? Terus saat sama temannya dia langsung bersenda gurau. Apa gue baru saja melakukan kesalahan? Aishh!" Silma berdecak kesal tak bisa mengerti maksud diamnya Alfa karena merasa memang tidak melakukan kesalahan sama sekali. Sejak setelah di perpustakaan, kekasihnya itu banyak diamnya dan hanya mendengar ketika dirinya bercerita. "Apa dia beneran sayang ke gue? Tapi kok gitu sih." Silma membalikkan tubuhnya dan melanjutkan langkahnya menuju gerbang. "Nanti gue chat deh dan memaksanya buat cerita. Apa dia menyembunyikan sesuatu dari gue?" Saking asyiknya berbicara sendiri sampai tidak sadar ada seseorang yang membuntutinya dari lantai dua. Orang itu tersenyum miring dan tangannya membawa gelas. Ia menutup hidungnya saat membuka tutup gelas plastik tersebut. Setelah itu mulai menjulurkan tangannya dan mengarahkannya tepat di atas kepala Silma. Silma berhenti sebentar ketika merasa tali sepatunya melonggar. Segera Silma berjongkok dan memperbaiki tali sepatunya. Dari lantai dua, orang yang membututi Silma mulai melakukan apa yang diperintahkan seseorang. Byurrr Silma memejamkan matanya ketika merasakan bau tak sebab mengguyur tubuhnya dari atas. Silma mendongakkan wajahnya ke atas dan tidak ada siapapun di atas sana. "Pasti dia." Silma sudah menebak siapakah orang yang berbuat seperti ini padanya. Hatinya mencelos sakit, ia tak pernah merasakan dikerjai oleh murid-murid tapi semenjak masuk SMA ini ada saja orang yang berbuat begini kepadanya. Padahal Silma tidak pernah jahat kepada mereka. Setetes demi tetes air mata Silma terjatuh, selesai membenarkan tali sepatunya lalu berdiri kembali. Silma berjalan gontai dan pasrah keadaannya sekarang dan tidak disangka mobil jemputannya sudah tiba di depan gerbang. Pintu mobil terbuka otomatis dan ada saudara kembarnya yang menyambutnya dari dalam. "Kiyaa Sil--lhoh itu kena apa? Ihh bau Silma." Salma langsung menutup hidungnya saat bau tak sedap menyengat ke indra penciumannya. "Ah tadi gak sengaja kena tumpahan entah tumpahan apa," ucap Silma berbohong. "Oke deh, sini masuk nanti gue bantu guyurnya." Salma menahan rasa mualnya demi kakaknya agar mau masuk ke dalam mobil. "Lo gak papa kan? Wajah lo kayak sedih begitu?" tanua Salma khawatir. "Enggak papa kok, cuman kesel aja sama gue sendiri. Gue ceroboh tadi dan jadinya begini deh." "Ouh, ya nanti gue bantu guyur deh. Sumpah bau banget." "Haduh maaf ya, Sal." ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD