Noah POV.
“FINE!!!” jeritku kesal dan menyerah juga mengejar Bella yang pergi begitu saja meninggalkanku di coffee shop.
Kenapa sih perempuan kalo sedang ngambek apa marah, tiba tiba seperti punya kekuatan super. Yang tadinya lemah lembut pun bisa berubah garang. Apalagi model Bella yang memang aslinya cerewet. Tadi di rumah sakit, mengimbangi langkahku saja tidak bisa. Tapi sekarang saat dia ngambek atau marah kali ya? tiba tiba kakinya seperti ada mesin turbo yang membuatnya, WUSSSHT, secepat kilat melangkah meninggalkanku, sampai aku tidak sanggup kejar lagi. Lalu sekalipun aku terus memanggil namanya untuk menjeda langkahnya, dengan santai, dia malah menjegat taksi yang melintas di depannya lalu begitu saja masuk ke dalam taksi. Gak tau apa sekarang sudah mau magrib? dan…astaga…beneran tidak mengerti kalo aku khawatirin. Ampun deh, maunya apa sih?
Aku coba telpon berkali kali pun, seperti kebanyakan perempuan yang sedang ngambek, tentu saja tidak di angkat, seakan telinganya tuli sampai tidak mendengar dering telpon.
“SHITTT!!!” umpatku sampai memukul stir mobil karena aku bermaksud mengejarnya untuk mengantarnya pulang.
Gak bisa apa menahan emosi, sampai aku antar pulang? Gimana kalo dia ternyata kelayapan karena kesal padaku, lalu maminya telpon mamaku, menanyakan keberadaan Bella, lalu aku mesti bilang apa? Kalo misal maminya telpon rumah sakit, lalu Bella sudah pulang dari tadi jam dia selesai magang, lalu sampai malam belum juga pulang.
“Astaga Bel…gak bisa gak bikin gue kesal apa?” keluhku gusar lalu menyalahkan juga mesin mobilku.
Mau tidak perduli seperti yang Bella minta, kok ya aku gak bisa. Aku khawatir trus. Andai dia segarang Kiera yang memang jago gelud, mau di lepas di hutan juga, tidak akan buat khawatir, apalagi kalo Kiera yang cucu mantan Jendral besar, membawa pistol. Penjahat pasti takut pada Kiera. Atau kalo Bella mirip Maura deh, yang berani dan galak sekali jadi perempuan. Maura tuh susah untuk akrab dengan orang asing, bawaannya curiga trus, jadi buat dia cenderung jutek, rasanya orang juga malas untuk mendekat pada Maura. Atau Bella mirip Kimmy, yang penakut dan pemalu pada orang asing, jadi selalu harus di kawal kemana pun. Andai Bella mirip salah satu sahabat karibnya, pasti aku tak perlu merasa khawatir kalo harus melepas dia kemana mana sendirian. Masalahnya Bella itu gak bisa ilmu bela diri macam Kiera, tidak jutek dan ketus macam Maura, dan bukan tipe pemalu atau penakut macam Kimmy. Bella itu mudah akrab dengan orang, ceria terus, ramah juga pada semua orang. Yang jadi masalah, orang yang di ramahin itu orang jahat atau orang baik, itu yang Bella kadang gak ngerti. Menurutku punya sikap humble memang baik, tapi tetap pilih pilih orang kali.
Dan bodohnya aku, tetap saja khawatir sekalipun Bella tidak perduli rasa khawatirku. Masih saja aku berusaha menghubunginya.
“SHITTTT!!! SHITTTT!!!” umpatku kesal lagi waktu Bella tidak juga menjawab panggilanku.
Bodo amat deh, terserah dia. Mungkin dia memang niat menjalankan apa yang dia katakan tadi padaku. Dia bilang mau jauhin aku, gak akan ganggu aku, entah apa lagi tadi. Terserah dialah, sesuka hati dia. Jadi aku tidak punya keinginan untuk mencoba cari tau keberadaannya lagi dengan pulang ke rumah. Aku arsipkan juga nomornya di handphoneku, bukti kalo aku tidak perduli pada apa pun yang dia lakukan, atau apa pun yang terjadi pada dirinya. Dia yang mau kok, memangnya aku yang mau. Lagian yang selama ini berusaha mendekat padaku itu dia, dan bukan aku. Sampai kadang aku risih karena dia selalu over perhatian padaku, dengan sering chat aku terus, kadang telpon aku untuk urusan tidak penting. Mau aku abaikan, aku mikirnya kasihan. Jadi sesekali aku layani juga chat receh dan tak pentingnya, seperti bilang kangen aku, kapan aku traktir nonton, atau apa pun hal yang menurutku tidak penting. Sampai kadang setengah memaksaku menemaninya, terutama kalo pergi dengan tiga sabahatnya yang lain yang memang sudah punya pasangan.
Yakan si kembar sepupuku dulu, sudah punya pacar semenjak mereka SMA, lalu Kiera cucu jendral selalu di kawal juga kemana pun oleh temanku yang lain, Kenzo namanya, bang Iyel, teman akrab bang El. Otomatis Bella hanya sendiri tidak punya pasangan. Terkadang dia ancam aku dengan minta di temani bang El. Lalu aku yang tau gimana kelakuan bang El di kampus dulu, karena dia seniorku dan Naya, jadi khawatir juga kalo Bella sampai di modusin bang El yang selalu bawa bawa cewek di setiap kesempatan. Bella yang dari dulu tidak mengerti soal itu. Dia tetap saja selalu bilang bang El baik. Baik apanya coba?. b******n gitu, kalo sering gonta ganti cewek seperti ganti baju. Yang aku heran, bang Timmy seperti membiarkan kelakuan bang El, dan membiarkan dia tetap bergabung di circle pergaulannya dengan 4 cewek yang selalu dia jaga dari kecil, bang Timmy seperti tidak melihat ancaman. Apa karena sudah pacaran dengan Kimmy ya, jadi dia agak longgar terhadap 3 yang lain, terutama pada Bella. Heran kadang aku dengan bang Timmy.
“Soal dia yang suka tuntang tenteng cewek, selama dia gak ganggu Maura, Kiera, Bella, apalagi Kimmy, bukan urusan gue No. Sepanjang dia juga sopan dan gak kurang ajar di depan mata gue terutama” kata bang Timmy.
“Gak bisa gitu dong bang” protesku.
Bang Timmy malah tertawa.
“Kenapa elo mendadak kepo jadi laki. Biar aja dia begitu. Sekalipun elo nilai gak baik, bukan berarti dia gak baik juga untuk jadi teman. Itu urusan pribadi dia sama cewek cewek yang suka dia tenteng. Kalo pun di ganti ganti, artinya sama yang sebelumnya beres kali, gak ribut ribut, apa drama drama. Jadi ngapain gue ikut campur” jawab bang Timmy lagi.
Jadi buat aku malas untuk protes lagi.
“Lihat bang, Naya di ganggu” kataku kalo bang El mulai ganggu Naya dulu.
Bang Timmy menghela nafas.
“Naya tau caranya nanganin kelakuan Ello. Gak akan mau juga, lihatin aja” jawab bang Timmy padahal jelas jelas bang El bawa cewek, tapi masih saja kejar kejar Naya, dengan jargon khasnya, Naya sayang aku.
Sayang sih bawa cewek lain, gimana Naya percaya. Tapi aku bisa apa, selain menahan diri, lalu bersorak kalo Naya memilih kabur menghindar dari bang El, lalu minta tolong bang Timmy.
“Gentlaman El, Naya gak mau, lagian elo bawa cewek, urus tuh cewek, antar pulang” paling bang Timmy bilang begitu dengan menghalangi Naya dengan tubuhnya dari jangkauan bang El.
Aku yang geram lihatnya.
“Tapi gue sayangnya sama Naya bang, tapi Nayanya ogah. Daripada gue cengo kumpul sama kalian yang pasangan, mending gue bawa cewek” jawabnya tidak tau diri.
“NAJONG!! Sana SARMIJAN!! Jangan ganggu gue” jerit Naya mengusir.
Malah tertawa bang El tuh.
“Jangan gitu dong Nay, gue antar pulang tuh cewek, tapi elo tunggu gue ya, nanti gue antar pulang elo” kata bang El kemudian.
“Sana antar dulu, Naya biar sama gue” kata bang Timmy santai banget juga.
“Bang…gak mau” rengek Naya.
“Nay, tunggu ya, gue balik lagi kok” jawab bang El.
“OGAH!! Gue mau telpon papa gue, minta jemput” tolak Naya lalu beranjak menjauh untuk menelpon papanya.
Dan herannya santai banget juga bang El hadapi papanya Naya. Gokil bangetkan?, playboy banget.
“Om harusnya telpon aku aja biar aku yang antar Naya pulang” katanya pada papa Naya.
“Gak mau pah, orang bang El bawa cewek” tolak Naya laporan.
Om Saga juga malah tertawa.
“Putri om gak mau Ell, makanya next kamu jangan bawa teman perempuanmu. Soalnya gak ada perempuan yang mau jadi yang kedua, apalagi berbagi. Jadi belajar soal ini ya” jawab om Saga.
Dan bukan mikir bang El tuh, malah tertawa.
“Siap om, makasih masukannya” jawabnya lalu mengganggu Naya dengan menarik tangannya waktu Naya merengek buru buru pulang pada papanya.
Setiap orang tuh seakan buta kalo bang El itu b******n sekali. Ampun bangetkan? Kalo aku di hadapkan dengan ayah cewek yang aku suka, boro boro aku bawa cewek lain, bersikap tidak hormat aja aku tidak berani. Gimana mau dapatin anaknya, kalo ayahnya tidak di ambil hati juga. Konsep yang benarkan gitu ya? Harusnya tunjukan etitude yang baik sebagai cowok, dan bukan etitude minus macam sikap playboy macam bang El.
Lalu sehari, dua hari, sampai seminggu lebih, aku mulai lupa sebenarnya dengan Bella yang tidak ada lagi kabar beritanya. Aku arsipkan juga nomornya saat aku sadar nomorku di blokir, kan kalo foto profilnya gak ada lagi, bukan artinya nomorku di blokir? Sampai aku tes dengan mengirim pesan P, pesanku hanya centang satu, semakin jelas bukan kalo nomorku di blokir? Memangnya siapa dia, gak penting banget juga untukku.
“Bang, elo berantem lagi sama kak Bella ya??” keluh Puput si bonton adikkku bertanya dengan wajah manyun.
“Gak, kata siapa?” sanggahku bohong.
Bagus tidak tanya depan papa dan mamaku, terutama mama. Mama bisa nyanyi Indonesia Raya kalo tau, aku ngambek atau Bella ngambek, macam saat ini, dimana Bella fiks ngambek padaku, walaupun agak keterlaluan sih, kalo sampai blok nomorku.
“DUSTA LO BANG!!!” jerit Puput protes.
Adikku ini ampun deh, manjanya poll, apa aja mesti di turutin, gak boleh ada kata penolakan, apalagi tidak di penuhi. Tipe yang susah akrab juga dengan orang karena dia moody sekali. Suka tiba tiba kesal atau senang tiba tiba. Tapi sekalinya sayang pada orang, pasti sayang sekali. Dan Bella salah satu orang yang dia sayang, karena ya Bella mudah akrab, dan ramah sekali pada banyak orang.
“Dusta apaan sih lo?” jawabku masih menyanggah.
“Buktinya kak Bella gak mau gue undang ke rumah. Gue punya PR bang, mau minta tolong kak Bella bantu kerjain” keluh Puput cemberut lagi setelah duduk di tepi ranjangku sementara aku di meja belajarku sibuk dengan laptop dan aplikasi autocad untuk mengerjakan tugas dari papa.
“Elo les, tanya aja guru les elo” saranku.
“Tuhkan abang beneran berantem sama kak Bella” keluhnya lagi menebak.
Aku jadi tertawa.
“Urusan gue sama Bella, bukan urusan elo yang masih piyik” ejek.
Makin cemberut dong adikku ini.
“Tuhkan, abang pasti galakin kak Bella lagi deh, sampai kak Bella gak mau datang ke rumah, apa gue yang ke rumahnya. Pasti kak Bella males lihat abang” omel Puput.
Aku tertawa lagi.
“Mana ada orang males lihat komuk gue, gue keceh badai tanpa penyaringan” gurauku kadang suka ledek adikku sendiri.
“Eleh, emang elo ayah Ino yang memang keceh. Jangan mentang mentang banyak orang bilang elo mirip ayah. Gak cocok, ayah Ino gak galak kaya elo, walaupun cerewet elo sama ayah Ino sama” omel Puput lagi.
Aku lagi lagi tertawa.
“Gue bilang mama sih, elo galakin kak Bella lagi” ancamnya sambil bangkit berdiri dengan wajah manyun mirip mama.
“Gue gak takut” jawabku.
Dia melotot ke arahku dan buat aku terbahak.
“Belum aja elo nyesel bang, jahatin orang baik kaya kak Bella” katanya lagi.
“Oya?” ejekku.
“MAMA!!!!!” lolongnya mencari bantuan mama tiap kali kalah debat denganku.
Aku terbahak waktu Puput banting keras pintu kamarku, lalu teriak lebih keras memanggil mama lagi. Lucu banget si bontot tuh, kadang nyebelin, tapi aku sayang. Dan beneran dong dia ngadu pada mama sampai mama tegur aku esok harinya.
“Kenapa lagi kamu sama Bella? tengkar lagi? lama lama kamu macam anak kecil” tegur mama.
“Siapa yang berantem sama Bella, mama sok tau” jawabku tetap berusaha santai dengan makan roti sarapanku.
“Puput bilang Bella nolak dia untuk ke rumah kita, terus ganti Puput yan mau kesana, malah di larang, dan alasannya sibuk. Kalo dia masih harus sering datang ke kampus, mama percaya, inikan sudah makin jarang ke kampus, kalo dia juga lagi mau menyusun skripsinya. Pintar anak itu” kata mama.
Aku hanya mengangkat bahuku, bukan urusanku sekarang mah.
“Apa jangan jangan ada dokter baru di poli gigi ya?” kata mama lagi.
“Dokter baru apaan?” tanyaku.
“Itu loh No, dokter gigi yang sebelumnya mau resign karena tugasnya di rumah sakit pemerintah harus di pindah ke daerah lain, jadi om Rey mulai buka lowongan untuk dokter gigi baru” jawab mama.
“Apa hubungannya sama Bella mah?” komenku malas.
Mama berdecak.
“Dokter Rey minta tolong sama Bella untuk menghubungi seniornya di kampus atau dokter gigi kenalannya, yang mau jadi dokter gigi tetap di rumah sakit kita. Apa karena itu kamu kesal sama Bella, karena setau mama, dokter gigi yang baru akan kerja di Twin hospital, itu masih muda dan keceh No” jawab mama lalu cengar cengir menatapku.
“Apaan tuh maksud mama, apa hubungannya Bella, dokter gigi baru yang keceh trus sama aku?” protesku.
“Kali kamu cemburu lihat Bella sama tuh dokter, dimana gitu kamu lihat Bella berduaan dengan tuh dokter baru. Secara tuh dokter baru pasti butuh teman sebelum kenal yang lain, dan karena hanya Bella yang dia kenal, jadi mereka bisa aja jadi dekat” jawab mama.
Aku menghela nafas.
“Kayanya mama masih usaha supaya aku jadiin Bella mantu mama ya? gak cukup ya mama temanan aja sama tante Karin?” protesku.
Mama malah terbahak.
“Ya namanya berharap No, mama suka sama Bella. Baik anak itu, ceria trus, suka menolong, persis tante Risda, tantenya yang selalu tulus bantu orang lain” jawab mama.
Aku berdecak.
“Bisa gak kita gak bicara soal ini, soal Bella terutama, malas aku lama lama mah” kataku sambil bangkit untuk menghindar.
Malas aja aku dengar mama memuji Bella trus.
“HEI BUJANG!! HABISKAN SARAPANMU!!” jerit mama.
“KENYANG!! mama ceramah trus macam tukang obat” jawabku sebelum melanjutkan langkahku menuju kamar untuk mandi.
Pagi pagi buat mood aku jelek aja, gak tau apa kalo aku harus hadapi papa di kantor, dan omelanya tentang pekerjaanku yang tidak beres, mama kadang gak ngerti soal ini. Lebih baik aku buru buru mandi, lalu buru buru ke kantor papa, sebelum papa ngomel dengan nyanyian mengheningkan cipta, soalnya beda dengan mama yang selalu semangat ngomel seperti orang saat menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kalo papa sedang ngomel, lebih cocok seperti sedang nyanyi lagu Mengheningkan Cipta. Yang cara papa ngomel selalu mode pelan mendekati sedih, tapi menusuk ke hati.
“Kapan kamu bisa serius No? Jadi kapan juga papa bisa berharap sama kamu, kalo kamu bisa papa andalkan suatu saat nanti, untuk melanjutkan apa yang sudah eyang buyut dan eyang kung bangun?” tuh omelan papa intinya seperti itu.
Selalu menusuk ke hati, dan selalu buat aku serba salah. Soalnya aku merasa sudah maksimal membantu papa. Tapi selalu salah. Hal seperti ini, yang kadang buat aku galau lalu buat status gabut di WA. Kalo dulu hanya Bella yang akan mengomentari statusku, karena memang hanya dia yang selalu mendengarkan keluhanku.
“Orang tua kadang memang selalu berekpektasi lebih pada anak anak mereka bang. Bisa jadi karena mereka percaya pada kemampuan anak anak mereka. Bisa jadi karena tidak sabar, menunggu anaknya siap untuk jadi seperti yang mereka harapkan, semua orang tua rata rata begitu. Mami gue aja kadang gitu dan kadang buat gue kesal. Yakan butuh proses buat gue juga jadi dokter gigi sehebat mami yang sampai tingkat doctoral. Lah gue selesai kuliah aja belum kok, tapi mami selalu ngeluh kapan gue lulus dan bisa berkarier jadi dokter gigi macam mami dulu” kata Bella selalu kalo aku mulai baper karena soal ini.
Sekarang gak ada lagi celoteh Bella yang buat aku merasa punya teman dengan penderitaan yang sama. Boro boro akan mengomentari status galauku lagi, nomor aku aja di blokir.
Okey, mungkin aku salah kali ini pada Bella. Secara gak sadar aku membandingkan trus Bella dengan kak Naya. Kayanya karena itu deh Bella marah atau ngambek sekeras ini sama aku. Aku katai bego juga karena dia tidak juga sadar, kalo kedekatannya dengan bang El, beresiko sekali untuk buat dia sakit hati. Tapi gimana caranya aku minta maaf? Masa iya aku datangi dia di rumah sakit? dia pasti akan hindarin aku. Gimana ya? Aku jadi bingung sendiri. Hadeh…kalo dekat nyebelin, kalo gak ada, ternyata aku butuh Bella, sebagai teman tentunya, dia memang baik sebagai teman.