6. Menyebalkan

2685 Words
Noah POV. Gara gara Bella, aku harus menghadapi sepupu kembarku yang mendadak mengamuk tidak jelas. “Lama lama gue eneg ya bang sama kelakuan elo yang gak punya etitude” Maura yang mulai duluan. Kembarannya mengekor Bella yang akhirnya pulang dengan bang El. Buat aku jadi semakin emosi saja. “Bagian mana yang elo maksud gak punya etitude?” jawabku setelah berdiri menantang ke arahnya. Mulut sepupu kembarku ini cerdas cerdas sekali, jadi harus hati hati sekali kalo harus menghadapi mereka. “Bella datang bareng bang El, itu mau ketemu gue sama Kimmy, dan satu lagi, ini rumah gue ya. Jadi elo gak berhak bersikap kasar kaya tadi sama Bella” jawabnya. Aku tertawa dan mengabaikan eyang uti yang sudah memijat keningnya melihat perdebatan kami. “Kasar kaya apa sih? Gue cuma tanya, ngapain dia kesini. Kasar dari mana? yang kasar tuh elo, gue abang ya di sini, kenapa elo bentak bentak gue” protesku. “Abang apaan??” nyamber deh satu lagi. Siapa lagi kalo bukan Kimora, kembaran Maura. Semakin buat aku kewalahan kalo sepasang gadis kembar ini sudah bersekutu menyerangku. Jadi aku diam dulu untuk tau apa yang akan mereka katakan selanjutnya. “Elo kaya anak kecil gitu, apa pantas di sebut abang?” lanjut Kimmy. Dan Maura sudah tolak pinggang dengan tatapan galak khasnya padaku. “Elo berdua kenapa sih? kompak ngomel, gak jelas gini” komenku menanggapi. “Sudah dong…uti pening dengar kalian tengkar seperti ini” jeda uti. “Bang Noah duluan Uti” sanggah Maura. Aku tertawa mengejek. “Kayanya elo duluan deh” sanggahku. “Abang kenapa sih?, tiap kali lo, gue perhatiin kalo ada Bella pasti jutek terus mulu. Bella emang salah apa sama abang??” sembur Kimmy yang memang akrab sekali dengan Bella di banding Maura. Tapi mereka berempat, satu lagi Kiera, anak teman ayah Ino yang lain, berteman akrab dan selalu bersama semenjak mereka TK sampai SMA. Jadi wajar kalo salah satu dari mereka ada yang di ganggu, pasti yang lain akan kompak membela, mau teman mereka benar atau salah, pasti mereka bela. “Katanya gue anak kecil, trus sekarang ngapa elo panggil abang sama gue” ejekku. “Astaga…” desis Kimmy lalu Maura menggeram. “Astaga…elo tuh benar benar ya bang, jadi anak laki nyebelin banget. Elo doang yang ribet sama urusan perempuan” kali ini Maura yang bicara lagi. “Lah, mana ada. Emang gue gak punya kerjaan” bantahku. “Sejak kapan elo punya kerjaan, lebih tepatnya, kapan elo kerjain kerjaan elo? Jangan sampai gue bacain dosa elo ya” sahut Maura lagi. Kimmy bertahan diam, tapi tatapan matanya tetap jutek menatapku. “Di kasih tanggung jawab kerjain gambar gedung yang di kasih papa Didit aja, gak pernah beres elo kerjain, pasti salah. Emangnya gue gak tau, kalo papa Didit sering ngeluh sama kelakuan elo ke akung?” kata Maura lagi. Aku tertawa. “Mana ada gue kerjain gambar gedung, bokap gue cuma nyuruh gue kerjain lembar kerja tukang. Asal elo berdua tau, itu kerjaan buat drafter, bukan buat arsiktek kaya gue” jawabku. “Arsitek apaan?, sampai sekarang judul skripsi elo aja belum ada, jadi elo masih CALON ARSITEK!!” jerit Maura lagi. “Jangan belagu loh bang, di saat elo masih harus banyak belajar” kata Kimmy bersuara lagi. “Ini gue lagi belajar bantu bokap gue di kantor. Yang elo musti suruh belajar tuh bang El, hobi kok nenteng cewek di mana aja. Gak gentleman amat jadi lagi, sampai gak tau siapa yang dia mau” sanggahku. Sepasang anak kembar ini saling tatap dulu sebelum menatapku. “Harusnya elo berdua terima kasih sama gue, dengan berniat antar Bella pulang, sampai gue berhenti makan. Eh elo berdua malah ngomel” kataku lagi. “Lah, emang kalo Bella pulang sama bang El kenapa?” tanya Kimmy. Aku berdecak. “Emang lo berdua gak pantas di sebut bestuy Bella. Masa elo berdua malah dorong Bella masuk mulut buaya?” jawabku. “Mulut buaya?” tanya Maura kemudian. “Sudah dong kalian, kapan mau berhenti tengkar?” jeda uti. “Yang duluan kembar, uti. Utikan tau, aku mau bantu Bella dari kemungkinan kena rayu bang El. Udah tau bang El tukang tenteng cewek mana aja” balasku mengabaikan jeda uti. Sontak kedua cewek kembar ini terbelalak menatapku. “Gak ada urusannya sama abang, soal kelakuan bang El, gak nyusahin abang” omel Maura. “Emang bukan urusan gue kalo dia pepet cewek yang gak gue kenal, lah ini pepet Bella setelah dia selalu bilang sayang Naya terus, apa maksudnya coba!!” balasku tidak mau kalah. Maura menggeram lalu tangannya di tahan Kimmy sampai Maura diam. “Sekarang emang kenapa kalo bang El memang seperti yang abang bilang?. Kalo akhirnya bang El jadian sama kak Naya, gak masalah kayanya…” “Trus Bella?” potongku. “Astaga…Mereka sepupuan bang” sanggah kimmy lagi setelah aku potong. “Ya tetap bisa nikahan” balasku. Terbahaklah Maura, entah karena apa?. “Kesurupan lo?” ejekku pada Maura. “Elo yang kesurupan bang!!. Jauh amat elo mikirnya soal Bella sama bang El” ejek Maura kemudian. Aku diam kali ini. “Sekarang kalo soal sepupuan terus elo mikir, bang El bisa aja jadian sama Bella trus nikahan, elo sama kita juga sepupuan dan bisa nikahan juga, kan mama Adis yang jadi adik ayah, bukan papa Didit. Trus apa langsung bisa buat kita jadi saling suka trus nikahan?” cecar Kimmy. Aku bertahan diam, benar juga, kok aku lupa soal ini. “Udah sih bang, bilang aja elo sebenarnya cemburu Bella dekat sama bang El” tembak Maura sambil tertawa, di angguki Kimmy. Baru aku terbelalak. “Gue?, cemburu sama Bella, gimana bisa? Yang benar aja, gue cuma takut dia sakit hati, kalo ternyata dia suka bang El, terus gak berbalas tapi jadi mainan doang, kaya cewek cewek yang selama ini di bawa bawa bang El” sanggahku. “Astaga…” jeda Uti setelah dari tadi diam. Si kembar kompak diam, melihat uti bangkit. “Setelah sekian lama uti ledek akung untuk selalu minum bodrex karena kelakuan orang tua kalian dulu, yang selalu berdebat seperti ini. Rasanya sekarang uti yang butuh bodrex” keluh uti sambil beranjak. Aku langsung menatap garang pada si kembar. “Lihat tuh kelakuan elo berdua, uti jadi pusing” omelku pada si kembar lalu menyusul uti yang berniat masuk kamar khusus untuknya di rumah ayah Nino. Uti kesayangan aku jadi pusing gara gara si kembar yang mendadak eror. “Sudah dong No, kamu selalu ajak adik adikmu tengkar. Uti pusing” keluh uti saat aku bantu naik ke ranjang. Aku hanya mengangguk. “Iya, maaf uti” jawabku tidak bisa bantah kalo pada uti. Dari kecil, saat mama sibuk dengan pekerjaannya membantu papa, pasti uti yang urus aku. Apalagi saat aku akhirnya punya adik lagi dan si kembar tadi lahir juga. Semua orang sibuk dengan mereka dan aku di abaikan. Mentang mentang ada anak lain. Hanya uti yang selalu menemani aku. “Sekarang uti tanya sama kamu, sebenarnya kamu sayang atau gimana sama Bella?” tanya uti tepat aku duduk di samping tempat tidur menemaninya. “Kenapa tanya itu sih ti?” keluhku. Uti berdecak. “Kamunya jangan ambigu, jadi orang salah sangka sama kamu trus. Mereka pikir kamu sayang, tapi kamu ketus trus kalo ada Bella, tapi di satu sisi kamu suka kasih perhatian kamu sama Bella, jadi uti tidak bisa menyalahkan kembar kalo akhirnya marah sama kamu. Mereka sahabat Bella, jadi merasa kasihan pada Bella” kata uti lagi. Aku menghela nafas. “Okey…mulai sekarang aku gak akan perduli lagi Bella mau gimana sekalipun dia ada” jawabku supaya uti berhenti bicara soal ini. Gantian uti menghela nafas. “No…uti kasih tau sama kamu. Terkadang orang tidak tau atau mengerti apa yang dia mau dan apa yang dia rasa, dan orang lain lebih bisa mengerti. Ada ego, ada gengsi, atau alasan lain karena itu. Dan kenapa orang lain lebih bisa mengerti, karena ada gesture dari orang yang bisa timbul karena cerminan rasa yang coba dia tutupi atau dia abaikan” kata uti. Aku hanya diam menyimak karena masih tidak mengerti maksud uti. Lagi malas mikir akunya, masih kesal pada si kembar yang belakangan selalu mengajakku perang mulut. Itu kadang yang buat aku malas datang ke rumah ayah, kecuali ada uti dan kakung di rumah ayah. “Bukan mereka kepo, atau mau ikut campur urusanmu, kalo mereka terus bilang apa yang mereka mengerti dan kamu tidak mengerti. Bukan apa No, mereka begitu karena mereka sayang. Mereka yang mengerti soal apa yang kamu rasa, sebenarnya hanya tidak ingin akhirnya kamu menyesal, saat kamu menyadari kebenaran soal perasaanmu, lalu semua sudah terlambat untuk kamu” lanjut uti. Aku bertahan diam. “Kamu tau, uti tidak berharap kamu kehilangan sesuatu yang sebenarnya sudah kamu genggam. Jangan sampai sesuatu itu harus lepas dulu dari genggamanmu, baru kamu mengerti artinya penting sesuatu itu bagi dirimu. Kamu akan menyesal No, karena kalo itu terjadi, kamu harus bekerja keras sekali agar sesuatu itu bisa kamu genggam lagi. Jadi pikirkan kata kata uti” pinta uti kemudian sebelum menjawab ajakan akung untuk absen asar bersama sama yang lain. Gak tau deh maksud uti apa, yang aku lakukan ikut absen asar bersama yang lain, dan dua cewek kembar itu bertahan mengabaikanku. Malas akunya jadi aku pamit pulang dan mengabaikan ajakan makan malam dari uti. Aku malah sibuk memikirkan apa Bella sudah pulang begitu aku sampai rumah. Mama sampai ngomel karena aku trus menatap handphone saat kami semua sedang makan malam bersama. Kenapa juga Bella belum juga jawab pesanku yang bertanya dimana keberadaannya. “Makanya bang punya gebetan satu aja, gak usah sampai dua” ejek Puput. Aku berdecak dan mengabaikan ledekannya. Kalo aku tanggapi pasti akan semakin ledek aku. Belum mama ikutan lalu papa akan jeda dengan suruh aku mengerjakan gambar tukang yang papa berikan. “Aku pamit duluan mah, pah, aku mau masuk kamar untuk kerjakan tugas papa” kataku setelah semua selesai makan malam. “Tumben bang…elo rajin” ejek Aiden meledek juga. Kenapa kompak ganggu aku sih?. Jadi aku abaikan juga dengan mencium pipi mama supaya tidak rewel atau merengek minta aku cium sebelum aku masuk kamar. Mama sih gitu, tidak pada aku saja. Pada Aiden juga Puput pasti begitu, mesti banget cium pipi mama, padahal kami sudah bujang dan perawan. “Papa tunggu hasil kerjamu besok pagi No, supaya papa bisa periksa dulu sebelum papa berikan pada mandor” kata papa sebelum aku beranjak masuk kamar. “Iya pah” jawabku mencari aman. Belum tentu selesai lagi kalo aku kerjakan sekarang, kecuali sampai pagi. Papa kadang kadang gak mikir aku harus tidur apa ya?, masa kasih kerjaan banyak sekali. Terkadang aku jadi nyesal mengambil kuliah jurusan arsitektur, kalo aku yang akhirnya harus dapat limpahan kerjaan dari papa, Aiden enak, santai tidak pernah papa ganggu untuk urusan pekerjaannya. Hanya di suruh papa kawal bisnis sport center punya papa, itu pun masih di bantu mama, Aiden hanya cukup sering datang ke sport center punya papa. Dan dia pasti lakukan, karena dia memang suka olah raga. Tapi mau gimana lagi, kalo aku nolak, pasti mama ngomel, trus mengadu pada ayah Nino, papa Eno, sampai eyang uti dan eyang kakung, lalu aku akan di ceramahi soal tanggung jawabku sebagai anak lelaki dan anak pertama pula, sampai aku hafal dengan isi ceramah semua orang itu. Lalu sekarang gimana aku bisa focus kerjakan tugas dari papa kalo aku masih menunggu kabar dari Bella, sampai aku telpon pun tidak di jawab. Buat kesal aku aja. Masa gak ngerti aku khawatirin sih?. Bella tuh kadang kadang susah sekali aku bilangin. Gak bisa gitu macam Kimmy dulu yang nurut banget sama bang Timmy. Padahal bang Timmy itu kadang lebay sekali. Masa apa yang Kimmy harus makan aja mesti persetujuan dia. Gak cukup di soal makanan doang, sampai baju aja, Kimmy nurut banget sama bang Timmy. Bagus akhirnya jadi pacar, kalo cuma di baperin doang, kasihan Kimmy juga. Yakan walaupun Kimmy kadang nyebelin seperti tadi, aku tetap sayang kok pada sepupuku itu, apalagi kalo dia sedang sakit, wajahnya bisa sepucat mayat dan dia tidak bisa turun dari tempat tidur, pesis mamaku dulu. Lalu pada siapa aku bisa memastikan dimana Bella kalo Bella tidak juga jawab pesan atau panggilanku?. Masa iya aku tanya mami Bella, walaupun aku punya nomor handphonenya. Nanti aku mesti jawab apa kalo Bella ternyata belum pulang ke rumah?. Telpon rumahnya, pasti mami atau papinya jadi malah tau aku tanya dimana Bella. Jadi kusutkan?. Astaga…aku lupa, Irash, adik Bella, dan teman Puput adikku. Aku bisa tanya Irash. Jadi aku telpon Irash. “What’s up bang No??” sapanya riang di sebrang sana. Itu pun lama sekali baru angkat telponku. “Lama amat angkat telpon gue” omelku. Dia tertawa di sebrang sana, dia sedang hobi hobinya nongkrong persis Aiden adikku. Mereka juga kadang nongkrong bareng, main futsal bareng, karena tingkat umurnya hampir dekat. Bersama Naka adik lelaki Naya, Ben sepupu Bella dan satu lagi Keanu putra om Roland teman ayah Nino dan mamaku juga. “Lagi main futsal bang, bang Aiden mana nih, payah gak ikutan main” jawabnya masih ceria. “Bearti elo gak di rumah?” tanyaku. “Gak, ngapa bang?” tanyanya lagi. Waduh, gak bisa tau dong Bella dimana? Tapi mungkin Irash tau. “Kakak elo dimana?” tanyaku kemudian. Dia tertawa lagi. “Gak tau, gak gue bawa bawa, kakak gue udah gede” jawabnya menyebalkan. Anak ABG begini ini, susah serius. “Ngapa sih bang?, telpon aja kakak, trus abang tanya ada di mana?, sepele kali” katanya lagi. Aku berdecak. “Elo berantem lagi sama kakak gue?” tanyanya lagi dan lagi secerewet Bella. “Kepo lo jadi anak laki” ejekku. Dia terbahak. “Lah kan gue nanya, bukannya biasa ya elo sama kakak gue berantem trus, gak lama baikan lagi. Udah sih nikahan aja sama kakak gue, setujulah gue, asal dapat gratisan trus main di sport center bokap elo” balasnya. “Eleh, azas manfaat banget jadi orang. Gak ada akhlak lo maunya gratisan mulu” omelku. Dia terbahak lagi sampai dia diam sendiri. “Gue gak tau kakak di mana, males ah tanya tanya, kakak suka silent handphonenya, papi sama mami aja kadang kesal. Kakak gue lagi sok penting” katanya. Nah benar itu. “Tadi sih pas gue pulang sekolah, dia di jemput bang El, katanya mami mau ke rumah om Nino, tapi gak tau dah abis itu, pas gue jalan main futsal pas abis magrib tadi, kakak belum pulang sih. Gak tau deh kemana, dia libur magang hari ini. Healing kali sama temannya apa sama bang El” jelasnya dan malah buat aku kesal. Bukannya pulang, sampai magrib pula, belum pulang ke rumah juga. Kemana sama bang El, apa sama temannya yang mana coba perginya?. Udah malam lagi. Dia centil banget, kalo laki salah nilai sikap dia gimana?, terus di apa apain gimana?. Ampun Bella tuh kadang kadang, memangnya dia sejago Ara atau Kiera yang latihan bela diri. “Bang, udah ya, gue laper nih, pada mau cari makan” pamit Irash. Bisa apa aku selain mengiyakan permintaan Irash. Beneran banget buat aku suntuk, sampai aku tidak bisa tidur. Sampai jam sepuluh malam baru ada pesan masuk dari Bella yang isinya buat aku mau ngamuk. Bukan urusan abang, gue ada di mana, masa balas chat aku begitu. Gimana aku gak ngamuk coba, aku telpon pun tidak dia angkat angkat malah mungkin di matikan kali ya?. Mesti aku kasih ceramah ini mah, supaya dia menghargai rasa khawatir orang lain. Satu satunya cara dengan aku mendatanginya ke rumah sakit di jam dia selesai membantu dokter gigi praktek. Udah mesti banget buat aku nunggu di depan meja perawat yang menatapku dengan mode senyam senyum gak jelas, baru dia muncul dengan wajah tanpa dosa menyapaku. “Ada apa bang?, abang sakit gigi?” tanyanya oneng banget. Aku sakit hati yang benarnya, udah cape cape di khawatir, kok dia santai banget tanya itu doang, gak ada tuh minta maaf, boro boro. Aku ajak dia pindah tempat untuk kami bicara aja malah berusaha nolak. Pasti tau tuh mau aku ceramahin gimana caraya menghargai orang lain. Jadi mana mungkin aku biarkan dia kabur sebelum mendengarkan apa yang aku bicarakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD