Memegang Buntut

1099 Words
“Itulah kalau main api”. Kata Rudi “terbakar”. Sambung Nirmala “hangus”. Lanjut Setyawan “jadi debu”. “Semua jadi pelajaran untuk kita semua”. “pahit”. Sahut Nirmala “hati-hati saja”. Lanjut Rudi Hening seketika, terperangkap dalam pikiran masing-masing. Menerjemahkan diam dalam bahasa angin adalah sebuah vibe yang menjadikan sebuah ide-ide adalah sebuah gagasan. “saya tidak mau nanti di lokasi terjadi sesuatu dengan saya”. “kan tidak pernah terjadi sesuatu sebelumnya”. “kali aja sesuatu akan terjadi”. “kami jaga kamu, kamu adalah asset sekarang”. Seru Rudi “Sebenarnya kalian memahami dengan baik proyek kita, bahkan kalian lebih baik”. Kata Nirmala “tetap saja kami-kami butuh kamu”. Kata Setyawan “Malah saya berpikir sebaliknya”. “Oh, tidak. Ini semua ide kamu. Kamu tahu dengan pasti kemana dibawa proyek kita”. “Saya harap demikian”. “Menurut kalian, keputusan membuat kita bergabung dalam satu proyek ini, bagus atau sebaliknya?” Tanya Nirmala “Menurut saya, ini bagus”. Jawab Setyawan pasti “Trend tahun ini sampai dengan sepuluh tahun kedepan akan mengarah ke Fintech. Lihat saja Negara lain sudah mulai berkembang dengan baik, saya rasa ini akan menjadi pelopor yang baik”. “Apakah kamu senang, kami bergabung di proyek kamu?” “Saya sangat senang, bahkan bersyukur. Akhirnya kita bersama lagi. Kalau tidak ada kalian pasti saya kelimpungan, mencari orang baru untuk bergabung dan akan melelahkan. Belum lagi menjelaskan secara terperinci semua aktifitas sebelumnya. Ada kalian semua membaik, bahkan saya cenderung bersantai”. “terdengar bagus”. “menurut kalian apa yang kita minta dari Budi Haru, kalian tahu perusahaan itu benar-benar memiliki analisi yang kuat”. “kita tidak lebih buruk dari mereka, saya yakin kamu bisa membuat keputusan yang lebih baik”. “kondisinya berbeda sekarang”. “tetap saja kamu bisa membuat keputusan yang baik”. “hmm, ada hal yang membuat saya ragu”. “please, jangan katakan”. “Semua akan berjalan sesuai rencana kita”. “Setyawan, aku minta kamu lebih ….” “tidak, saya hanya melakukan bagian dari saya. Tidak lebih dan tidak kurang”. Hening kembali menyerap diantara mereka, ada sesuatu yang tidak dan belum tersampaikan. Mereka menunggu kata-kata itu dalam beberapa menit. Sampai terucap dengan sendirinya. “Guys, saya mohon maaf jika ini kurang berkenan, setelah job-desk saya rampung, saya ingin kalian berdua yang pegang semua. Saya percayakan sepenuhnya”. “Maksudnya?”. “Saya tidak ingin terlibat dalam keputusan, aku percayakan semua. Saya tahu kalian lebih mumpuni di semua bidang”. “Inikan punya kamu, La. Masa kita yang pegang baru kamu tidak ikut serta”. “Saya percayakan semua. Saya bakalan ikuti perkembanganya. Pasti saya bakalan ikut dalam rapatnya”. “Ayolah, kamu selalu bercanda”. “Kalau kamu ngak pegang ini, terus kamu bakalan ngapain?”. “Aku belum bisa bilang sekarang, saya mau ngapain”. “please, ini hanya sebuah candaan”. “Saya tidak bercanda, Setyawan saya minta kamu….”. “tidak”. Potong Setyawan Kata-kata Nirmala belum selesai, sudah terpotong oleh jawaban Setyawan. “please”. Nirmala memohon “Berikan pada Rudi”. “Tidak, saya berikan ke kamu”. “Tidak, saya menolak”. “Baiklah, kalau menolak. Saya akan tetap pegang sampai kamu menerimanya”. “Tidak bisa seperti itu”. Kata Rudi “Saya bisa memberikan kepada yang saya mau”. “Tidak begitu juga”. “Kamu memang agak oleng”. Kata Setyawan menyindir “Saya masih mengingat betul, semuanya. Kamu yang memulai, ide-ide kamu, kamu kerja pagi sampai malam. Kamu cari semua hanya untuk mewujudkan semua dan kamu berikan kepada orang lain. Itu sangat tidak masuk akal”. “Ini masuk akal, dengan kondisi seperti ini. Saya tidak yakin”. “kamu mau yang seperti apa”. “sudah, nanti saya nikahkan kamu dengan Budi Harun agar perasaanmu membaik”. Nirmala cemberut. Nikah, enak saja. mana ada orang menikah dengan musuhnya sendiri. “Ayolah, jangan ciut seperti itu”. “saya tahu, masa depan Uwing ada ditangan kamu, kalau kamu pergi siapa yang mengurus”. “saya yakin kalian paham dengan ini semua. Ditambah dengan budi harun. Pasti kalian menjadi tiga serangkai yang saling melengkapi”. “kalau begitu berikan pada Budi Harun”. “TIDAK”. HAHAHAHA Mereka tertawa terbahak-bahak, ada kebencian dibalik kata “tidak”. “kamu bilang tidak, nyatanya kamua akan menerima uang dalam jumlah banyak dari dia”. Itulah kenyataannya, takdir berkata lain. “Jangan mulai”. “saya harap demikian”. “saya harap kamu mempersiapkan diri, Setyawan”. “T I D A K”. Hening sesuatu yang besar telah terjadi. dua orang memperebutakan pikiran masing-masing. Rudi mematung, tidak memahami arah pembicaraan, berusaha mencerna. Nirmala dan Setyawan kekeh dengan keinginannya masing-masing. Nirmala ingin memberikan Uwing, Setyawan menolak pemberian tersebut. Keduanya memiliki alasan yang kuat. “Kita singgah di POM bensin”. Kata Rudi memecah hening, dari jarak 500 meter terdapat pertamina. Setyawan pun mengikuti arahan Rudi. Memarkirkan mobil di dekat toilet. Rudi turun perlahan, dadanya sesak. Ingin mencuci wajah, wajahnya terasa panas, ada api yang tidak terlihat yang membakar dirinya lewat kata-kata. Dia memasuki ruang toilet dan menguunci pintunya, tidak ingin ada orang lain yang masuk, bisa gawat. Dia sedang kebakaran api cemburu di dadanya. Rudi tersadar, meskipun mereka bertiga ahli dibidang IT, ternyata hanya Setyawan yang dipercaya oleh Nirmala. Tidak, sepertinya tidak mungkin. Sedari awal, Rudi sudah menyium aroma perkembangan fintech, olehnya dia terus menemani Nirmala sampai di titik ini dan semuanya sia-sia. “Tidak. Saya sudah melangkah jauh”. Katanya dalam hati, tidak ada yang boleh mengambil bagian Uwing, Uwing boleh dimiliki Nirmala, tetapi tidak boleh jatuh ke tangan orang lain. Selama menjadi milik Nirmala dia masih bisa memegang buntutnya, kalau menjadi milik Setyawan, mustahil. “tidak”. Hatinya menolak kata-kata yang didengarnya, mereka bercanda. Bahkan Nirmala mencoret namanya, hanya Setyawan yang dipercaya. Harga dirinya jatuh. “kok bisa, Nirmala berlaku demikian”. Pikirannya mengawang-awang tidak memahami realita, semua itu diluar ekspektasi. Berarti dia butuh banting setir, agar bisa tetap menguasai Nirmala dan Uwing. “Perempuan itu”. Batinya berteriak ingin mengumpat. Mengumpat keberanian dia menjatuhkan dirinya di hadapan mereka. “Keterlaluan”.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD