Pemutusan Sepihak

1034 Words
Pagi pagi itu Nirmala segera bangun, mandi dan sarapan. Setelah sarapan dia langsung cabut. Meninggalakan rumah menuju kantor cakrawala untuk menyampaikan keinginannya yang tidak bisa tahan lagi. Segera menyelesaikan akan lebih baik, luka lama memang masih ada meskipun telah berusaha ditepis berkali-kali. Luka itu yang membuat dia ingin semua berakhir, untuk apa memperjuangkan apa yang membuat diri semakin menderita. Biarlah semua akan berjalan sesuai dengan apa yang terjadi. Terlihat dari jauh kantor yang menjulang menunjukan kegagahan dan kharismatik para pekerjanya. Semua menginginkan bekerja dengan baik disini, dikantor ini dengan gaji yang lumayan untuk bisa makan enak dan hidup penuh praktis. Semua mengenalnya dengan baik dan bisa berbuat dengan baik sesuai dengan norma yang berlaku sayangnya, jika memang harus seperti ini. Mendekati kantor tersebut hatinya semakin gusar dan takut, ada kebimbangan yang merajai hati Nirmala. Apakah memang ini yang harus dipilih dan diambil agar bisa hidupnya makin tenang dan bisa menjalani kehidupan lebih baik. di lobby kantor Nirmala memilih untuk mengistirahatkan diri, menenangkan hati. Jangan sampai salah langkah dalam mengambil keputusan, apalagi ini berurusan dengan apa yang telah menjadi dirinya sendiri. Setelah 30 menit, akhirnya Nirmala memberanikan diri masuk ke lift dan naik ke lantai 8, dimana sang Bos cakrawala menempatkan dirinya mengurus dan memantau perkembangan cakrawala Grup. Di ruang depan, dia bertemu dengan Ika, sang sekertaris yang super ramah, cantik dan baik itu. "Maaf, saya ingin bertemu dengan Budi Harun". "Sudah ada janji sebelumnya?" "Saya dari Uwing". "Oh, iya. Bukannya pertemuanya akan dilakukan dalam waktu 3 hari ke depan". "Iya, benar itu jadwal pertemuan sesuai dengan hasil meeting". "sesuatu yang urgent? tunggu ya?" Ika meninggalkan Nirmala mematung dalam kegugupan dan kegagapannya. "Silahkan masuk, sudah ditunggu". Pelan-pelan Nirmala masuk, rasa takutnya masih saja membuat gugup, suaranya tercekik di dalam tenggorokannya. Budi Harun hanya memandang lurus ke nirmala, menunggu kata yang akan dikatakan. Sambil meninggikan alis, sebagai tanda meminta kata. "saya ingin". Jeda. Budi Harun hanya diam menunggu Nirmala menyelesaikan katanya "saya ingin, saya tidak bergabung dalam pendanaan ini. Bisa dikatakan saya ingin mengundurkan diri". Hening. Budi Harun tidak menjawab, kata yang telah disampaikan. Tidak ada yang perlu ditanggapi. Itu adalah keputusan Nirmala sendiri. Selanjutnya Budi Harun melanjutkan pekerjaan, seakan tdak ingin mendengarkan dan mengharapkan kata tersebut keluar hari ini. Nirmala terpaku dengan kata-kata yang baru saja dikeluarkan dan tidak ditanggapi oleh Budi Harun sama sekali. Akhirnya dia memutuskan untuk undur diri. "Terimakasih untuk waktunya, permisi". Setelah keluarnya Berjalan dengan pelan, Nirmala meninggalkan tempat itu dengan hati gemuruh. Pikirannya tidak pasti lagi, akhirnya dia memutuskan untuk ke toilet terlebih dahulu hanya untuk menenangkan diri. Menenangkan setelah membuat keputusan besar untuk hidupnya. Dia telah menolak pendanaan untuk Uwing, pendanaan yang telah dia inginkan dan sekarang ditolak. Semua telah terjadi. Sekarang adalah memikirkan langkah kedepannya. Ini akan menjadi sulit, seharusnya sekarang dia sedang memikirkan untuk melangkah kedepan dan maju dengan pesat. Nyatanya hatinya sendiri menghambat. “ok, keputusan telah dibuat dan diputuskan. Sekarang saya harus meyakinkan diri ini adalah keputusan yang terbaik”. Nirmala membuat dirinya sendiri menjadi tenang. Setelah keluar dari sini, tidak adalagi masalah dengan Cakrawala group dan segala t***k-bengeknya. Sudah tidak ada lagi. Pasti kedepannya aka nada kesempatan yang lebih besar dan diambil menjadi lebih baik. Setelah menghabiskan 30 menit di toilet akhirnya dia keluar dan berniat untuk meninggalkan gedung tersebut. Pintu lift terbuka. Seorang di dalam lift memandangnya. Itulah orang yang baru saja ditemuinya. Keduanya saling mematung dan saling memandang. Membuat keduanya seperti tidak memiliki lagi dunia ini. Nirmala hanya diam saja dan Budi Harun juga hanya diam saja. Sampai pintu lift tertutup kembali. “ok, ini lebih baik”. Kata Nirmala masih berusaha menenangkan diri. Saat Lift terbuka lagi, Nirmala masuk dan turun menuju lantai bawah. Setiba di lantai bawah, dia langsung pergi meninggalkan gedung tersebut. Sudah tidak ada lagi setelah ini, tidak lagi yang perlu dibicarakan dengan Cakrawala Group. Bebas Dia pun berjalan lambat menuju kafe yang tidak jauh dari sana, Café Mio. Dia duduk dekat jendela dan membuat perencanaan dan strategi yang akan diambil kedepannya. Yang ada hanya, blank page harapannya hanya pada Cakrawala Group dan sekarang dia telah memutuskan kontrak dengan Cakrawala Group. Pemutusan sepihak, karena hati yang tidak pernah mau berdamai dengan masa lalu. Akhirnya nirmala hanya menggoreskan apa yang ada dikepalanya. Gamabar bangunan tinggi, semut hitam, pepohonan, kayu, mobil, bunga, rumah, uang semua dia gamabr dalam bukunya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sesuai dengan perkiraannya. Sekarang hanya dilemma. Masa lalu yang belum sembuh membuat dia enggan untuk maju dan melangkahkan kaki berurusan dengan Budi Harun. Pria yang pernah meninggalkannya lima tahun lalu, dan sekarang ingin menjadi parner bisnis. Perasaan masih bermain dalam dunia bisnis, tidak bisa tidak diindahkan. Semua masih mengeliat dalam ingatannya. Tidak ada yang salah dalam hal ini, yang ada hanya sebuah masa lalu yang tidak pernah mau pergi, tentu saja semua orang meminta kamu agar mau berdamai dengan masa lalu yang selalu dan masih saja membersamai hingga kelak, di ujung waktu. Sulit memang, jika hati dan pikiran tidak selaras. Nirmala menghabiskan 3 halaman kertas hanya untuk mencurahkan semua yang ada dipikirannya, semua sudah tercurah namun, tetap saja hatinya gusa r tidak menentu. Seharusnya dia bisa lebih tenang sekarang. Dia memutuskan untuk pulang, istirahat dirumah. Mungkin seperti ini takdirnya jika, berusan dengan hati, selalu membuatnya tidak nyaman. Sebelum benar-benar sampai di rumah, Nirmala singgah untuk membeli bahan-bahan kue. Semuanya sesak, mungkin dengan membuat kue yang enak dan dibagikan kepada kerabat akan membuat dirinya lebih tenang. Bukannya menyenangkan orang lain berrati menyenangkan dirinya juga, Bahan-bahan cup cake telah dimasukan ke dalam keranjang sesuai dengan porsi yang diinginkannya. Semua sudah tersedia, dia pun pulang ke rumah. “Ma, saya mau buat cupcake ini”. “Iya, sayang. Itu akan sangat enak. Maaf, mama ngak bisa bantu ya, mama mau ke rumah tante Nini ya”. “Iya ngak apa-apa, Ma”. Akhirnya Nirmala berkutat sendirian di dapur, membuat cupcake kesukaannya. Resep cup-cake ini dia pelajari tante Nini juga, dulu waktu mereka berkunjung ke rumah tante Nini, Tante Nini membuat cupcake ini dan rasanya sangat enak, itulah yang membuat Nirmala mempelajarinya dan rasanya juga memang sangat enak. Nirmala lebih menyukai aneka topping karakter yang dia buat sendiri, tentu itu yang membuat cupcake Nirmala berbeda dengan Cup-cake Tante Nini. Tentu saja keduanya juga sangat enak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD