Part 2

1401 Words
“Papa aku ternyata enggak bisa datang, katanya lagi di luar negeri, sibuk. Jadi kalo Mama aku aja enggak papa kan, sayang?” Bika terpaksa menyampaikan itu pada Ayu ketika mereka sudah berada di tempat pertemuan, ia juga sedikit kecewa. Padahal siang tadi Papanya mengatakan bahwa ia bisa menghadiri acara malam ini.   Ayu mengangguk, walau sebenarnya ia ingin bertemu dengan dua orang tua Bima secara lengkap, namun ia memahami bahwa Ayah dari kekasihnya itu memiliki pekerjaan yang banyak. Toh nanti mereka akan bertemu saat acara pernikahan.    Bima nampak memukau malam ini, dia nampak menikmati live musik yang diberikan oleh restoran mewah ini. Remaja lelaki itu terlihat seperti lelaki muda bergaya yang menjadi incaran pada gadis-gadis seusianya. Kadang Ayu sempat berpikir bahwa mereka benar-benar seperti langit dan bumi. Terlalu jauh untuk bersama, terlalu mustahil untuk berdua.   “.... i love you...”   Bima mengucapkan sepotong kata dari lirik yang dinyanyikan vokalis band di panggung, pria itu dengan menatap ke arah Ayu dengan pandangan yang menurut gadis itu penuh dengan cinta.   “Maaf, saya terlambat.”   Seorang wanita yang masih terlihat muda berkat cara berpakaiannya mengisi salah satu bangku yang kosong, tersisa satu bangku lagi yang mungkin tak akan pernah terisi karena pemiliknya tidak bisa  hadir.   Maya berdecih ketika melihat bangku di sampingnya kosong, mantan suaminya Heru pasti tidak datang. Lelaki itu pasti tengah bersenang-senang bersama isteri dan anaknya di luar negeri dengan menginap di hotel mewah. Dari mana ia tahu? Dari postingan dari isterinya yang jelas sengaja agar membuatnya iri.   “Papi mana, Ma?” tanya Bima, tentang keberadaan suami Maya saat ini. Ayah tirinya.   “Lagi-lagi jalan sama adik kamu di Mall dekat sini,” jawab Maya. “Mama disini cuman sebentar ya? Adik kamu mau nonton film di bioskop, tiketnya sudah dipesan. Tiga puluh menit lagi tayang.”   Bima mengangguk, raut wajahnya sama sekali tak terlihat terluka karena hatinya sudah hancur berkeping-keping, sudah lama, sejak Maya dan Heru resmi berpisah.   Menurut Maya , menonton film di bioskop bersama Ayah dan adik tirinya ternyata lebih penting dari bertemu dengannya yang sebentar lagi akan menikah.   “Ini Ayu ya?” tanya Maya menatap gadis di samping putranya. “Iya, Tante,” jawab Ayu ingin menyalami Maya namun wanita itu langsung menggeleng.   “Kuliah dimana? Jurusan apa?” tanya Maya. “Terus orang tuanya kerja dimana? Mantan Bima kemarin, kalo enggak salah Ayahnya punya firma hukum kan, Bim? Siapa itu namanya, si Chelsea?”   Bima hanya mengangguk datar.   “Saya enggak kuliah Tante,” jawab Ayu tersenyum kecil.   “Oh, tamatan SMA aja? Pasti mau coba buka bisnis kan? Pasti Papa kamu pebisis juga ya?” tanya Maya lagi membuat Ayu tersenyum kaku. Gadis itu meremas tangannya di bawah meja.   “Saya hanya tamatan SMP, Tante. Saya kerja bantu-bantu Ibu di kantin sekolah. Ayah saya sudah meninggal empat tahun yang lalu.”   Maya memasang wajah shock, ia menatap ke arah putra sulungnya yang membuang muka, nampak sekali tidak mau menatapnya. Ck, dimana Bima menemukan calon isterinya ini?   Jangan bila, putranya ingin menikah hanya karena cinta?   “Ohh... gitu,” ujarnya dengan wajah tak bersemangat. “Mama cuman bisa ngerestuin kalian, nanti Mama yang bayarin pernikahannya. Bima nanti kirim aja tagihannya sama Mama. Papa kamu itu memberi apa, Bim?”   “Papa membelikan rumah untuk Bima dan Ayu, Ma.”   “Yaudah, Mama pergi dulu ya,” kata Maya pada putranya, wanita itu kemudian tersenyum kecil ke arah Ayu sebelum meninggalkan restoran itu.   Ayu tahu bahwa ia tidak memenuhi harapan dari Maya sebagai calon mantu, terlihat jelas dari wajah wanita itu. Namun, gadis itu berusaha sama sekali tak tersinggung, ibu dari Bima itu hanya belum mengenalnya lebih dekat. Setelah menjadi isteri nanti, Ayu berjanji akan berusaha untuk mendekatkan dirinya pada sang mertua.   “Kita pulang?” tanya Bima yang diangguki Ayu.    “Nanti mampir beli martabak dulu ya, Bim? Pras pengen,” kata Ayu ketika ia sudah naik di atas motor besar kekasihnya.    “Mau beli dimana?” tanya Bima sebelum menghidupkan mesin motornya dan melajukan.   “Di dekat rumah aja, nanti aku kasih tahu tempatnya,” kata Ayu membuat Bima mengangguk, sebelum menjalankan motornya. Pria itu tiba-tiba menarik tangan Ayu untuk memeluknya. Gadis itu hanya menanggapinya dengan terkekeh.   “Biar enggak dingin,” ujarnya membuat Ayu geleng-geleng, alasan.   Motor besar bewarna hitam itu kemudian melaju di tengah jalan raya yang cukup ramai. Lampu-lampu yang menghiasi jalanan menjadi hiburan untuk Ayu yang membuka kaca helmnya. Gadis itu menghirup udara malam yang menurutnya menenangkan.   Ayu terdiam kerena melamunkan sesuatu, ketika ia kembali melihat ke jalan. Gadis itu terkejut ketika melihat bahwa penjual martabaknya sudah terlewat.   “Bim, itu martabaknya!”   Bima yang melajukan motor sontak memelankan lajunya, ia bisa sedikit santai karena ini jalan cukup sepi. Namun, ternyata dibelakangnya ada sebuah mobil yang cukup kencang melaju dan langsung mengerem mendadak dan menabrak trotoar karena menghindari mereka.   Cittttt!    Brak!   Ayu melebarkan pupil matanya ketika melihat mobil bewarna hitam itu hampir saja menabrak mereka jika pemiliknya tidak membanting stir, namun naasnya mobil itu harus berakhir menabrak trotoar.   Bima langsung memutar motornya dan mendekati mobil itu. Keduanya turun dari motor, pria itu yang tahu bahwa kekasihnya tengah cemas langsung menggengam tangan Ayu. Gadis itu mendongak, Bima memberikan senyumnya kecilnya agar wanita itu merasa tenang.   Seorang lelaki dewasa namun terlihat begitu muda, seperti diumur 23an, keluar dengan wajah datar. Pria itu sepertinya akan pulang kerja karena masih mengenakan kemeja. Dua kancing atasnya terbuka, lengannya digulung hingga ke siku, membuatnya nampak begitu matang.   “Kamu bisa bawa motor dengan benar tidak?!” Pria itu menatap datar ke arah Ayu dan Bima.   “Saya minta maaf, Kak. Saya akan mengganti ganti ruginya.”   “Ck, bocah seperti kamu pasti hanya bisa meminta pada orang tua,” sahut pria itu berdecih membuat Bima langsung membalas tatapannya tajam.   “Saya minta maaf, Kak. Ini semua karena salah yang meminta tiba-tiba berhenti,” ujar Ayu membuat pria itu menatap ke arahnya.    Pria itu mendengus, membalikan tubuhnya meninggalkan Bima dan Ayu. Tak lama kemudian mobil itu kembali berjalan meninggalkan kedua pasangan muda itu.    Pria yang baik, batin Ayu. Pria itu sama sekali tidak meminta ganti rugi padahal ia bisa saja memeras mereka. Tapi, tanpa memeras pun, pria itu pasti meminta ganti rugi yang besar, mobil yang pria itu kendarai terlihat mewah dan mahal.   “Aku minta maaf ya, Bim. Karena aku kita hampir aja kecelakaan.” Ayu ingin menangis, karena kecerobohannya yang meminta Bima untuk berhenti tiba-tiba, mereka hampir saja celaka.   “Hei, jangan nangis, ini salah aku juga yang langsung melanin motor. Padahal kan bisa mutar nanti,” ujar Bima mengusap pipi kekasihnya.   “Sekarang ayo kita beli martabak!” seru Bima untuk menghibur kekasihnya.   “Udah jangan nangis lagi, apa mau beli permen dulu?” godanya lagi ketika Ayu masih saja nampak bersalah.   Ayu mau tak mau tergelak mendengar candaan kekasihnya. Walau kadang menyebalkan, Bima memiliki sisi yang baik membuatnya jatuh cinta. Pria itu kemudian menarik tangan kekasihnya dan kembali menuju motor.   ——-   Sebuah pernikahan mewah di gelar sebulan setelahnya, nama Ayu dan Bima terlihat di pintu masuk. Sebagai pasangan yang tengah berbahagia akan sahnya menjadi suami dan isteri, mereka wajar tersenyum lebar.   Ayu, gadis itu nampak cantik dengan gaun panjang bewarna putih gading. Benar-benar membuatnya menjadi seorang ratu sehari semalam. Sedangkan Bima nampak memukau dengan jas bewarna senada. Aura kanak-kanak di pria itu seketika berubah menjadi pria yang lebih dewasa dan memukau.   Suasana ballroom hotel yang disulap menjadi tema impian pernikahan yang dipilih sang mempelai nampak cukup ramai. Banyak orang berlalu-lalang dengan pakaian mewah dan mahal.    Walau saat ini tengah berbahagia, ada kesedihan yang Ayu rasakan. Kedua calon mertuanya tidak hadir. Maya mengatakan bahwa tiba-tiba suaminya memiliki urusan penting dan membuatnya harus berangkat untuk menemaninya ke luar kota. Sedangkan Heru berkata bahwa adik tiri Bima tiba-tiba sakit sehingga harus segera di rawat.   Tapi, mereka berdua mengatakan ikut turut bahagia atas pernikahan mereka. Mereka mengirimkan doa dari jauh yang diaminkan Ayu dan Bima.   Dua jam berada di atas panggung membuat tulang-tulang di tubuh Ayu seperti ingin patah, namun itu sama sekali tidak bisa menutupi kebahagiannya. Akhirnya dia sudah menjadi isteri dari Bima Narendra. Pria yang membuat hidupnya tak lagi menoton.   “Kamu senang?” bisik Bima ketika mereka turun dari panggung, lelaki itu menggengam tangan isterinya.    “Heem, aku senang,” angguk Ayu tersenyum manis di wajah lelahnya. “Terima kasih, Bima.”   “Terima kasihnya nanti saja, saat di kamar,” ujar Bima mengedipkan sebelah matanya membuat pipi Ayu memerah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD