Bab 2. Pertikaian Saudara.

1715 Words
Pagi ini, Anyelir sudah berada di meja makan dengan papa dan mama tirinya. Tentu saudara tirinya juga ikut, Adel bahkan tampak terlihat sangat semangat ingin menikmati sarapannya, sambil berpura-pura menghela nafas panjang, seakan sedang kelelahan. Adel meletakkan sendoknya di piring. Lalu memijat tengkuk lehernya. Sepasang matanya menatap Anyelir yang duduk tepat di sebelahnya. Ia berusaha tampak begitu peduli dan baik pada Anyelir. “Tadi malam! Kenapa kamu ninggalin aku. Padahal kan aku cariin kamu terus,” ucap Adel begitu manja sambil terus memijat tengkuk lehernya dan menatap Anyelir. Ia sedang melakukan playing fictim. Membuat keadaan seakan Anyelir yang tega padanya. “Nggak sengaja!” jawab Anyelir santai sambil menatap isi piringnya. Mama Siska, mama tiri Anyelir, dan mama kandung dari Adel. Ia merasa tidak ingin ada perbincangan dulu di meja makan, karena setiap orang yang hadir di sana, baru memulai menikmati hidangan. “Ya udahlah. Tohh kalian sudah berada di rumah sekarang!” sahutnya. Anyelir hanya bisa berusaha menahan kesal, karena omongan dari Adel barusan tidak benar sama sekali. Dirinya memutuskan untuk diam saja, sambil terus memasang wajah datar dan tidak peduli penjelasan saudara tirinya itu. Muak rasanya melihat sandiwara rendahan yang terjadi. Sekarang, bahkan saudara tirinya itu bilang, kalau tadi malam dirinya sudah mencari Anyelir dengan susah payah, dan sampai lelah. Oh bohong sekali. Sungguh itu sama sekali tidak benar, seratus persen salah, dan rasanya Anyelir ingin mencekik Adel saja agar berhenti pura-pura sok peduli. Sayangnya ini terjadi di meja makan. Anyelir tidak mau mengganggu suasana hati papanya yang sedang menikmati sarapan. “Kalau begitu lain kali aku akan mengajakmu Adel, kalau aku mau mengantar temanku dulu ke kamar hotelnya.“ Tiba-tiba Anyelir angkat bicara. “Kamar hotel!” sahut pak Wisnu, papanya Anyelir dengan nada terkejut. “Untuk apa pergi kesana?” Anyelir menatap papanya, “Tidur bersama dengan kekasihnya mungkin!” jawabnya dengan sangat santai. Padahal sebenarnya, Anyelir sangat ingin menyindir Adel dengan omongannya barusan, dan sepertinya berhasil. Lihat saja, Adel seketika pucat pasi. Perempuan itu sudah bisa memastikan kalau Anyelir memang telah mengetahui rencananya tadi malam bersama dengan Miller. Gerakan tangannya membeku di atas piring. Ia bahkan berhenti menyuapi mulutnya yang sudah kosong dengan makanan. “Apa, aku hampir tersedak mendengar kalimat kamu Anyelir. Bagaimana bisa sepasang kekasih pergi ke hotel untuk menginap. Apa nantinya, mereka berdua tidur terpisah, atau …?” tanya Pak Wisnu dengan wajah cemas. “Seingatku di sana hanya ada satu tempat tidur, dan satu kamar mandi!” sahut Anyelir. Sedetik kemudian, dirinya sempat melirik tajam pada Adel yang masih mematung dengan wajah pias. “Aduh, harusnya teman kamu menikah dulu. Baru menginap bersama di kamar hotel.” “Seharusnya sih begitu Pa!” Anyelir kembali melirik Adel sekilas. “Terus baik kamu ataupun Adel. Jangan ada salah satu diantara kalian yang sampai berduaan saja di kamar hotel bareng teman cowok! Awas aja ya!” serta merta Pak Wisnu menasehati anak-anaknya. “Anak jaman sekarang, cara bermainnya kenapa menakutkan sekali.” “Ya Pa, kami berdua nggak akan melakukan itu! Iyakan Del?” Adel mendapati Anyelir menatapnya lagi. “Iya!” Sarapan telah usai, dan Adel segera mencari keberadaan Anyelir. Ia sungguh akan melakukan hal yang di luar dugaan Anyelir, karena obrolan menegangkan di meja makan tadi pagi. “Kenapa kamu nggak bilang aja yang sesungguhnya sama Papa?” tanya Adel yang berhasil menemukan Anyelir.. Anyelir sedang bersantai di bawah terik matahari di dekat kolam renang rumahnya. Ia lalu meraih gelas berisi jus jeruk untuk diteguk, sebab kerongkongannya seketika kering saat mendengar Adel bicara. “Tadinya begitu, tapi sepertinya sikon kurang tepat.” Anyelir masih berwajah santai. Ia sama sekali tak menunjukkan kalau dirinya takut pada Adel. “Kamu, jangan berbelit ya. Kamu pasti punya tujuan lain, kamu pasti punya rencana‘kan! Asal kamu tau Anyelir. Aku tu nggak suka lihat kamu Anyelir, nggak suka banget!” “Sama, aku juga nggak suka lihat kamu!” spontan Anyelir meninggikan nada bicaranya. Ia bahkan menatap Adel dengan sepasang mata yang ingin loncat. “Kalau begitu aku akan kasih tahu papa tentang apa yang kamu perbuat tadi malam sama Miller. Sekarang!” Anyelir bangun dari duduknya, dan hendak berlalu. “Apa!” Adel spontan menarik tubuh Anyelir dan menjatuhkannya ke dalam kolam. Akan tetapi, reflek dari Anyelir juga sangat bagus. Anyelir dengan cepat menggapai lengan Adel. Sehingga Adel pun turut serta masuk ke dalam kolam renang bersama dirinya. Di dalam kolam tersebut terjadi tarik menarik antara Adel dan Anyelir. Adel ingin menahan Anyelir di dalam air. Hingga memastikan saudara tirinya itu kehabisan nafas. Ia menghalangi Anyelir untuk naik ke permukaan. Bahkan sempat berusaha untuk mencekik lehernya. Anyelir berusaha keras melepaskan diri dari tangan Adel yang berusaha menghabisinya di dalam air. Mungkin Adel punya rencana untuk mengatakan kalau dirinya tiada karena tenggelam pada setiap anggota keluarga nantinya. Namun, dengan sekuat tenaga Anyelir berusaha melepaskan diri dan berhasil. *** Anyelir sebenarnya punya trauma dengan air. Ia masih ingat betul bagaimana mama kandungnya tiada. Karena tenggelam di sebuah sungai yang arusnya sangat deras. Mama Meysha berusaha menolong dirinya yang masih begitu kecil. Sempat hampir terlepas dari pelukan sang mama, dan berhasil mamanya menyelamatkan dirinya. Akan tetapi, sesudahnya justru mamanya sendiri yang hanyut, dan ditemukan sudah tidak bernyawa setelah beberapa jam pencarian oleh tim sar. Ingatan itu, sungguh sangat membekas di dalam memori Anyelir. Ia masih takut dan bahkan sampai saat ini, untuk menceburkan diri ke dalam kolam renang saja. Ia merasa tubuhnya jadi gemetaran. Namun siang tadi, dirinya berhasil selamat, meski bekas luka dan ketakutan masa lalu jadi menyeruak lagi. Menjadi beban yang sangat sulit dilupakan. “Hah!” Anyelir membuang nafas kasar. “Aku rasa aku punya banyak nyawa sekarang!” ucapnya. Anyelir kini sedang duduk menenangkan diri di tepi tempat tidur. Rasanya masih ada sisa syok dari kejadian tadi siang. Sekilas tampak di depan matanya, sebuah jas yang tergantung di ujung kamar. Ia pun bergerak perlahan meraih jas itu. Hampir lupa bagaimana cara mengembalikannya. Anyelir menghela nafas. Saat diraba, terasa sekali kalau itu adalah jas mahal. Sungguh baik sekali pria yang telah membantu dan rela memberikan jas itu pada dirinya dengan sukarela. “Aku harap kita bisa bertemu lagi.” Sebuah harapan terlontar dari bibir Anyelir. Ia pun segera menemui asisten rumah tangganya dan menyuruh untuk membawa jas tersebut ke laundry. Akan tetapi, saat si asisten rumah tangga tersebut benar-benar akan membawa jas tersebut ke laundry. Sempat memeriksa lebih dulu ke dalam kantong saku jasnya, dan menemukan sesuatu. Sehingga dirinya berjalan kembali menemui Anyelir untuk memberikan temuannya. “Apa kamu yakin kalau kalung ini ada di dalam jas tadi?” tanya Anyelir. “Iya Nona! Kalau begitu saya permisi!” Anyelir menatap kalung itu, ternyata ada liontin yang sedikit membuat penasaran. Ia bergerak membuka liontin tersebut, dan. Terlihat sebuah foto di sisi kanan dan kirinya, masing-masing laki-laki dan perempuan. “Siapa mereka, apa mungkin orang tua pria itu, tapi kelihatan sangat muda sekali.” Anyelir kemudian mendengar ada suara yang memanggil. Ia pun segera memasukkan liontin di tangannya ke dalam tas kecil yang biasa dipakai untuk kemanapun. Kebetulan tasnya berada tidak jauh dari tempatnya. “Nonaaa!!” “Ada apa lagi?” ternyata asisten rumah tangganya tadi yang memanggilnya. “Dipanggil Tuan, disuruh ke ruang tamu sekarang!” “Iya. Aku ke sana sekarang.” Berjalan seperti biasa, sampai di ruang tamu. Anyelir melihat ada banyak orang. Salah satu dari mereka pakaiannya tampak menakutkan. Berjaket hitam dengan bahan kulit. Juga perawakannya besar dan tinggi. Memakai kacamata dan terlihat hanya mau berdiri. Padahal sebagian yang lain tampak sudah duduk dan berusaha santai. “Ada apa Pa?” tanya Anyelir pada papanya yang wajahnya terlihat cemas. Pak Wisnu mencoba menjelaskan dengan perlahan. Ia persilahkan Anyelir untuk duduk dulu di dekatnya. Ternyata orang-orang di ruang tamu itu adalah staff kepercayaan pak Wisnu di perusahaan Handoyo. Mereka semua datang siang ini ke rumah, bermaksud untuk menangkap Anyelir yang diduga sudah melakukan korupsi di Handoyo selama setengah tahun masa kerjanya sejak lulus kuliah. “Apa, aku nggak mungkin melakukan itu Pa!” bela Anyelir. “Tapi, sudah ada buktinya Anyelir, dan sudah ada surat penangkapan juga,” jelas pak Wisnu dengan ragu. Ia bisa saja membantu Anyelir untuk bebas dari jerat hukum. Akan tetapi, apa kata orang di luar sana. Pasti mereka semua akan menganggap Wisnu seorang yang sangat memanjakan Anyelir. Untuk sementara ini, pamor itu sangat tidak baik. Apalagi perusahaan Handoyo sedang berada di puncaknya. Bisa hilang kepercayaan klien pada Handoyo sebagai perusahaan property yang berdedikasi dan terbaik selama satu abad ini. “Tapi Pa!” “Anyelir, kamu ikut saja. Papa akan mencari pengacara terbaik untuk membela kamu, kalau kamu memang tidak bersalah. Ikuti saja prosedurnya sekarang. Papa mohon!" pinta pak Wisnu. “Apa!” Anyelir nyaris tidak percaya, kalau pak Wisnu mengatakan itu. “Baik Pa, kalau gitu, aku mau ambil sweater dulu sebentar. Aku nggak mau ikut kalian dengan pakaian rumah seperti ini!” Anyelir kemudian berlalu, sedangkan orang-orang yang ada di ruang tamu itu hanya melihat sekilas pada dirinya. Ada yang menampakkan kebencian, sinis atau bahkan menatap dengan perasaan yang menyepelekan. Belum sampai ke pintu kamar, Anyelir sempat berjumpa dengan Adel. Gadis itu menatap penuh kebencian yang tidak terbendung pada Anyelir. “Selamat ya. Kamu sekarang sudah jadi tersangka korupsi. Makanya jangan macam-macam kamu sama aku!” “Apa maksud kamu. Jangan-jangan?” Anyelir mencoba menebak. Pasti Adel yang membuat drama ini. Namun, bagaimana bisa. Adel’kan cuma bocah kemarin sore sama dengan dirinya. Namun, mengapa sampai kepikiran dengan semua kejahatan ini dan dengan cepat sekali membalikkan keadaan. Adel mendekatkan wajahnya pada Anyelir. Ia menunjukkan wajah menantang. “Ya, aku sama mamaku yang jebak kamu. Kalau aja rencana semalam untuk nodain kamu berhasil. Aku juga nggak akan melakukan ini. Sayangnya gagal, dan kamu malah mau laporin aku ke papa. Aku nggak bisa biarin kamu lakukan itu.” Mendengar penjelasan dari Adel, sungguh hati Anyelir semakin remuk. Rasanya seperti sudah tidak ada manusia baik di bumi ini. Bahkan mama tirinya yang sangat sudah dipercaya selama ini, nyatanya rela melakukan hal keji dengan membantu Adel menjebloskan dirinya ke dalam penjara. “Sekarang tinggal papa yang ada di rumah ini. Aku bisa cuci otak papa kamu buat biarin kamu ke dalam tahanan selamanya," sambung Adel lagi. Anyelir tersenyum pahit. Ia tidak akan biarkan itu, ia bahkan enggan untuk ikut masuk ke dalam penjara. Ia akan membuat rencana dadakan agar dirinya tidak jadi ditangkap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD