Chapter 4

874 Words
"Lah, ngapain disini! Gak boleh kucing-kucingan, kalian itu BUKAN MAHRAM!" tegas Pak Ali,tiba-tiba pria paruh baya itu mucul di samping pekarangan melihat Nafisah dan Daniel. "Kalau kucing itu, hewan peliharaan Pak. Kalau saya sih, calon masa depan anak Bapak." Daniel menyugar rambut ikalnya dengan santai. Ia tersenyum santai. Sementara Nafisah pergi berlalu bahkan langsung menaiki motor matiknya. "Loh, Nafisah mau kemana?" tanya Pak Ali bingung. "Saya mau pergi Pak De, cari ketenangan setelah di usik setan yang suka tiba-tiba muncul di hadapan saya!" "Setan? Ah, masa sih?! Pagi-pagi mana ada setan. Ngacok kamu, nduk!" "Setan itu suka menggoda manusia. Tapi kalau saya adalah manusia yang suka menggoda kamu." Pak Ali menoleh ke arah Daniel. Sekarang ia sadar, pria muda yang ada di samping nya ini suka sama keponakannya. "Assalamu'alaikum, Pak De.." "Wa'alaikumussalam. Lah tapi, ini tamunya gimana?" "Dia bukan tamu saya.. " Nafisah pun pergi mengendarai motor matiknya. Pak Ali hanya bisa diam menatap kepergian Nafisah. Sementara Daniel juga ikut menatapnya dengan tatapan kagum. "Loh kok pada diluar, ayo masuk." Pak Ali dan Daniel menoleh ke arah pintu. Ada Ibu Fiza yang kini tersenyum ramah. Akhirnya mereka pun memasuki ruang tamu dan duduk di sofa. Bertepatan saat itu, Hanif datang dan terkejut melihat tamu orang tuanya pagi ini. Pakaian kerja kurir ekspedisi lokal masih melekat di tubuh Hanif. Ia menatap Daniel dengan tatapan tidak suka. "Ngapain dia kesini.." tanya Hanif dalam hati. **** Flashback, 5 tahun yang lalu. Sofia baru saja sadar setelah pingsan. Tubuhnya terasa sangat sakit. Kepalanya pusing. Ia terkejut begitu ia menyadari berada di sebuah kamar hotel. Seingat dia, ia berdiri ketakutan di hadapan Adelard lalu semua pandangannya berubah menjadi gelap. "Dimana aku?" Adelard langsung mendekati Sofia. Ia mencoba menenangkan temanya itu. "Untuk sementara kita berada disini. Besok pagi-pagi sekali kita akan ke Indonesia." "Sejauh itu?" "Mau bagaimana lagi. Jadi, apakah kamu akan ikut denganku?" Sofia terdiam. Ia menatap ke jendela yang ada di sampingnya. Seketika ia merindukan keluarganya di rumah. Mereka pasti sedang mencarinya. Tapi, apakah mungkin benar-benar mencarinya? Bahkan mereka begitu sibuk dengan dunia pekerjaan tanpa memperdulikan nasibnya sebagai anak yang kurang kasih sayang. "Sofia.." "Aku akan ikut kemanapun kau pergi." "Apakah kamu sanggup kalau kita akan mengganti identitas kita?" "Mengganti?" "Iya, kita buronan polisi di negara kita saat ini." ** "Ck!" Dengan kesal Sofia menendang kaleng bersoda yang teronggok di lantai ruang santainya. Kaleng sofa yang sudah kosong setelah Daniel meminumnya tanpa membuangnya ke tempat sampah. "Mengganti identitas? Dih, yang benar saja. Tapi dengan mudahnya dia malah mendekati wanita di negara ini." Sofia menyentuh pipinya dengan pelan. 5 tahun yang lalu, Irlandia dan operasi plastik yang ia lakukan bersama Adelard tidak akan terlupakan sampai kapanpun. "Aku harus menghalangi Adelard agar dia tidak bersama wanita manapun. Ini sangat berbahaya bagi kami apalagi kalau sampai ketahuan." Ting! Notifikasi pesan sss baru saja masuk di laptopnya yang sedang menyala. Sofia segera membukanya. Sebuah pesan singkat yang berisi lamaran naskah n****+ yang ingin di seleksi. Sofia membaca biodata penulis tersebut. Dengan nama pena Author Cinta. Sofia segera mendownload file naskah tersebut dan menyimpannya pada folder sesuai urutan naskah masuk. Ponsel berdering, Adelard menghubunginya. "Ya?" "Kau tidak ke penerbit?" "Ini mau berangkat. Kau sudah disana? "Belum, aku sedang ada urusan." "Jangan bilang kau ada urusan dengan wanita itu? Ck, Daniel lebih baik kau-" Tut.. Tut.. Tut.. Sambungan terputus begitu saja. Sofia mendengkus kesal. Ia melempar ponselnya ke atas tempat tidur. "Dia itu pimpinan redaksi penerbit. Bukannya mengurus n****+ terbitan penulis malah sibuk dengan urusan cinta!" **** "Jadi, maksud dan tujuan sampean kesini ada apa ya?" tanya Pak Ali dengan sopan pada Daniel. Daniel tersenyum ramah. "Ah iya, syaa lupa. Sebelumnya saya minta maaf. Kedatangan saya kemari adalah meminta izin untuk berteman dengan putri Bapak." "Nafisah?" "Iya, Pak. Masa Hanif." senyum Daniel lagi lalu tertawa santai. "Ada alasan lain?" "Hanya berteman, Pak. Itu saja. " "Benarkah? Saya tidak yakin. Apalagi dengan kejadian beberapa menit yang lalu kamu terlihat tertarik dengan keponakan saya." "Memangnya saya di izinkan tertarik lebih dalam dengan Nafisah?" Pak Ali terdiam. Ia menatap Daniel dengan serius. Seketika Daniel kembali tertawa santai. "Saya bercanda, Pak. Lagian, kalau saya tiba-tiba melamar Nafisah, saya yakin, Nafisah akan menolak saya." "Sudah banyak pria yang kesini hanya untuk melamar putri saya alias keponakan saya itu." "Lalu?" "Nafisah menolak mereka semua." "Ck, jelas saja di tolak. Kalau tiba-tiba melamar. Salah marketing sih. Ya kali temenan dulu gitu," sombong Daniel dalam hati. "Kalau saya, bukan melamar. Tapi berteman. Kalau berteman nggak mungkin di tolak kan, Pak?" "Nafisah yang lebih berhak menentukan dia berteman sama siapa saja. Tapi, kalau dari saya, kamu boleh berteman dengan Nafisah. Hanya sebatas teman. Tidak lebih. Saya tidak membatasi Nafisah berteman dengan siapapun selama pergaulannya positif dan tidak melenceng. Dan ingat, kamu seorang pria. Kamu harus menjaga batasanmu terhadap Nafisah. Kalian bukan mahram." "Baik Pak, saya mengerti." "Janji sama saya soal ini." "Saya janji. Dan juga, siapa tahu saya bisa membantu Nafisah ketika dia membutuhkan pertolongan. Bukankah saling membantu itu baik? Apalagi saling membantu soal urusan hati yang pernah terluka." "Maksud kamu?" "Ya kali aja saya obatnya Nafisah, Pak.. " **** Daniel, bener-bener ya. Dimana aja dia ngegombal ? Masya Allah Alhamdulillah ☺ aku sudah update ya, makasih sudah baca. Jgn lupa vote dan komentarnya. Terima kasih. With Love❤ Lia Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD