“Nay, kamu serius tidak ingin menjadi sutradara?” tanya Widi setibanya di rumah. Nayla tertegun sesaat, matanya lekat menatap Bian yang menggeret tas sekolahnya ke dalam kamar. Sesaat kemudian Nayla menoleh Widi dan mengangguk. “Kamu takut Maya akan menyakiti Bian lagi?” Nayla mengalihkan pandangannya kesembarang tempat, enggan menatap mata Widi yang tajam menatapnya. “Sejujurnya, aku tidak nyaman berada diantara banyak orang, Mas. Lagi pula, aku suka dengan kegiatanku saat ini. Menulis dan menuangkan imajinasi di kepalaku dalam sebuah cerita adalah hal yang menyenangkan bagiku,” Widi menghela napas, “Oke... Kalau kamu lebih nyaman berada di rumah, tidak apa-apa. Walau sebenarnya aku ingin kita menjadi patner dalam bekerja.” “Terima kasih, Mas... Kita masih bisa menjadi patner. Aku y