Part 21

1107 Words
Part 21 "Gak daftar ke rumah makannya bulek lo?" tanya Cantika heran setelah motor berhenti di depan gerbang rumah mewah bernuansa putih yang pernah ia kunjungi beberapa hari yang lalu. Ia tau ni si pemilik rumah paling mewah di antara rumah lain di perumahan ini. "Enggak, ke rumah orangnya aja langsung dan si kembar juga pengen ketemu lo lagi." Malik mengedipkan sebelah matanya setelah itu seorang satpam datang dan membuka pintu gerbang berwarna hitam supaya mereka segera masuk ke dalam. "Terima kasih, Pak." Ucap Malik pada pria paruh baya dan memiliki perut buncit itu tersenyum ramah menatapnya. "Sama-sama, Malik." Satpam itu kembali menutup pintu gerbang dirasa Malik sudah masuk ke dalam area rumah Zena. "Gue jadi gak enak gini." Cantika turun dari motor Malik setelah Malik memarkirkan motornya di depan teras rumah Zena dan seorang tukang kebun datang membawa motor Malik yang akan diletakkan di bagasi. "Sudah tidak apa, bulek juga orangnya baik banget dan gue mau dikasih makanan lagi sama beliau." Malik mengajak Cantika masuk ke dalam rumah bersama. Baru saja masuk ke dalam rumah sudah disambut meriah oleh si kembar dan menjerit kesenangan mengetahui ada Cantika juga ikut ke rumah mereka. "Yee ada Mbak Cantik." Si kembar sama-sama menggandeng tangan Cantika. Cantika yang tadinya akan duduk ketika Malik duduk di sofa lebih dulu akhirnya tidak jadi sebab si kembar malah menggeretnya menuju ke tempat lain. Meski begitu Malik tetap mengikuti mereka dari belakang dan ia tau perasaan Cantika kali ini. "Yey yey kakak Cantik di rumah." Si comel Salma melonjak-lonjak tubuhnya beberapa kali dan Cantika khawatir jatuh pun memegangi pundak anak itu, si paling tidak bisa diam. "Hati-hati jatuh Salma." Malik merasa gemas pada adiknya langsung menggendong Salma dan menciumi wajah adiknya tersebut sampai adiknya menjambak rambutnya. "Argh sakit sakit." Malik menurunkan Salma dan mengusap puncuk kepalanya yang terasa sakit sehabis rambutnya ditarik kuat oleh Salma. "Ih kakak Malik nakal, kan Salma gak suka dicium hari ini." Salma mendengus sebal dan tingkahnya masih nampak menggemaskan walau sedang dilanda emosi. "Kenapa ga suka dicium sama kakak?" tanya Malik sembari berjongkok, menjajarkan tubuhnya dengan tinggi tubuh Salma. "Bukan gak suka dicium sama kakak, tapi gak suka hari ini dicium gitu." Salma berdiri dan berdusel di samping Cantika. "Lho kenapa kok gitu?" Malik menaikkan alis sebelahnya bingung. "Salma baru aja mandi hih nanti bedaknya luntur dan jadi jelek banget." Salma menangkupkan wajahnya. "Hadeh ya enggak dong, bedak Salma tidak pernah luntur dan selalu wangi. Namanya cewek itu cantik kalau cowok itu ganteng, Salma." Malik menoel pipi Salma dan gadis kecil itu memekik kegeliaan. "Emang Salma gak pernah luntur bedaknya?" Salma memegang pipi chubbynya dan mata bulatnya menatap polos ke Malik. Cantika dan Malik tersenyum gemas melihatnya sedangkan Silma pergi berlari masuk ke sebuah ruangan lebih dulu. "Hahaha enggak kok." Cantika ingin rasanya menjajarkan tubuhnya dengan tinggi tubuh Salma namun ia masih sakit ketika memposisikan tubuhnya berlutut. "Yey Salma cantik dan selalu wangi." Salma memekik kegirangan lalu menggandeng tangan Cantika lagi mengabaikan Malik yang tertinggal beberapa langkah. "Eh kok ditinggal sih," ucap Malik tidak terima dan berlari kecil menyusul langkah mereka. "Salma punya kakak satu doang." "Kakak Malik yang paling ganteng kan?" Tebak Malik dengan kepercayaan dirinya tingkat selangit. "Bukan, Salma gak kenal namanya kakak Malik." Salma menggeleng dan bibirnya maju ke depan seperti bebek. "Ih tega ih sama kakak Malik." Malik memasang wajah sedihnya. Mereka bertiga masuk ke dalam sebuah ruangan, dimana di dalam ruangan itu terdapat alat-alat olahraga yang harganya bukan main mahalnya dan di luar ruangan terdapat kolam renang. Pandangan mereka kompak tertuju pada Silma yang tengah menyapu ruangan ini walau keadaan lantai nampak masih bersih. "Silma ngapain kamu?" Salma berlari menghampiri saudara kembarnya. "Nyapu lha." Silma tetap sibuk pada kegiatannya. "Kan sudah bersih Silma ya." Salma berkacak pinggang dan menatap tajam ke arah lantai. "Iya sudah bersih, Silma pengen nyapu aja sih biar tambah bersih." Dua orang remaja yang tengah menyimak obrolan mereka pun kompak menggelengkan wajahnya apalagi Cantika yang tak bisa menahan untuk tidak tersenyum melihat tingkah kegemasan mereka tepar di depannya dan tentu saja Malik tidak menyia-nyiakan. Malik memandangi senyuman gadis itu dari samping dan merasa tenang saja hanya melihat senyuman manis yang terlukis indah di wajahnya. "Kakak Malik kakak Malik!" Suara si kembar mengagetkannya dan Malik langsung bersikap biasa saja sambil menggaruk rambut saat Cantika menatapnya heran. Mungkin gadis itu belum menyadari sedari tadi Malik memandang wajahnya dari samping. "Iya Nak, haduh kalian ini bikin kakak Malik kaget." "Lagian kakak lihatin kakak Cantik mulu," balas mereka. Cantika kembali menatap bingung Malik lalu menatap si kembar. "Engh enggak kok." "Mana ada anak kecil bohong ih," cibir Silma. "Kan kalian biasanya bohongin kakak Malik." Malik mencoba mengalihkan pembicaraan yang lain supaya tidak ketahuan apa yang baru saja dirinya lakukan tadi. "Enggak ya, kakak Malik itu kebanyakan bohongnya." Salma memasang muka betenya dan Cantika pun mengusap lembut rambut bocah itu yang panjang. "Kapan?" tanya Silma singkat. "Enggak dong, kakak Malik selalu jujur ih." Malik merespon ucapan Salma lebih dulu. "Emm entah kapan sih mungkin kapab-kapan." Giliran Silma, ucapannya direspon oleh Malik. "Heleh." Malik pun tertawa dan merasa puas usil pada adik kembarnya tersebut. "Terus kalian kenapa ajak kakak Cantika ke sini?" tanya Cantika setelah diam menyimak obrolan mereka. "Olahraga kakak. Tuh wa tuh wa." Si kembar mulai berolahraga dan dipimpin oleh Salma. Gerakan mereka kompak dan mungkin saja itu adalah gerakan senam sewaktu di sekolah. "Kan kakak Cantik kakinya masih sakit kok diajak olahraga." Malik bermaksud menolak secara lembut. "Ih biar tambah sehat." Salma kekeuh mengajak Cantika berolahraga akhirnya tanpa sepataha kata Cantika ikut masuk ke dalam barisan dan mengikuti gerakan mereka yang tengah senam. "Hadeh ini namanya pemaksaan, ya sudah sana senam sana. Kakak Malik males. Baru aja capek pulang dari sekolah malah diajak olahraga." Malik memilih duduk di depan Salma. Salma sesekali berteriak kesal karena Malik terus mengganggunya. "Ih sebel." Salma menghentikan senamnya dan berlari ke arah lain. "Eh mau kemana?" Malik mengejar adiknya dan ternyata adiknya akan mengambil sesuatu. "Sarung tinju haha." Malik tertawa meledek adiknya yang kesusahan mengenakan sarung tinju mungil dan memang itu milik si kembar. "Kakak Malik bantuin." "Enggak ah, Salma nakal." "Kakak!" "Hahaha." Malik tertawa lagi dan ia pun membantu Salma mengenakan sarung tinju di tangannya. Lalu Silma juga ikutan-ikutan mengenakan sarung tinju. Apalagi Malik juga tiba-tiba ingin saja melatih kemampuan tinjunta lagi karena sudah disedikan tempat latihan di ruangan olahraga milik Pandu yang cukup luas dan mereka bertiga kini mengenakan sarung tinju dengan warna yang sama namun ukurannya yang tidak sama. Lalu Malik melirik ke Cantika yang memegangi sarung tinju yang lain. "Ayo tanding!" ajak Malik pada Cantika. "Ha? Gue?". "Iya, lo. Ayo tanding!" Malik menantang Cantika dan Cantika menaikan sebelah alisnya. "Emang bisa kalahin gue?" ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD