Bab 13 ~ Insomnia

1011 Words
Cahaya meregangkan ototnya di dalam kamar ganti kamar yang ia tempati, hari ini pekerjaannya selesai, ia akhirnya bisa pulang beristirahat karena seharian harus bekerja berat seperti mengangkat dus besar dan membuangnya. Cahaya harus membuat Erlando bisa melakukan apa yang Cahaya inginkan, ia harus bersikap serakah agar semuanya mudah didapatkan. Ia tak perduli bagaimana tanggapan Erlando tentangnya, toh Erlando bukan siapa-siapa. Suara lift terbuka, membuat Cahaya bergegas keluar dari kamarnya, ia harus mulai melakukan rencananya daripada nantinya sulit baginya. Erlando menautkan alisnya membuat Cahaya cengegesan. "Ada apa? Jangan menakutiku dengan senyum licikmu," kata Erlando. "Saya hanya menyambut Anda," jawab Cahaya. "Oh begitu? Atau kamu menginginkan sesuatu lagi?" "Nggak sama sekali." "Duduk di sini," kata Erlando, menunjuk kursi didepannya. Cahaya bergegas duduk dihadapan sang empunya, sesaat kemudian Damian mengeluarkan surat perjanjian yang ada di dalam tasnya. "Lihat itu, lalu baca dan tandatangani," kata Erlando. Cahaya melihat isi dokumen yang ada didepannya, surat perjanjian itu ditulis rapi dan di print, terlihat logo perusahaan di atasnya. Cahaya tahu bahwa Erlando tak ingin terlibat dengannya suatu saat nanti jika semua berakhir. "Jadi bayaran saya hanya ini?" tanya Cahaya membuat Damian menggelengkan kepala. "Memangnya belum cukup?" "Saya mempertaruhkan masa muda saya untuk menjadi istri Anda, dan saya di bayar dengan jumlah ini?" "Lalu?" "Saya mau apa pun yang saya inginkan bisa saya dapatkan." Erlando menyunggingkan senyum, berpikir bahwa semua yang telah ia lakukan salah termaksud berurusan dengan Cahaya. Erlando menoleh menatap Damian, membuat Damian menggelengkan kepala agar tak mengikuti apa yang Cahaya minta. "Cahaya, saya mengenalkanmu pada tuanku bukan untuk memerasnya. Apa kamu tahu yang kamu lakukan ini seperti memerasnya?" Damian menunjuk Cahaya yang tengah bersedekap. "Tuan sendiri yang mengatakan pada saya bahwa uang adalah hal yang kecil baginya. Tentu saja saya harus meminta bayaran mahal. Saya ini wanita yang juga memiliki kekasih seperti Anda," kata Cahaya. "Kamu sudah diberi tempat tinggal, dan kamu masih meminta bayaran lebih? Dasar wanita matre," geleng Erlando. "Tuan, saya bisa mencari wanita lain yang tidak banyak maunya seperti dia." Damian menoleh menatap atasannya. "Di dalam jual beli kan ada tawar menawar, jadi saya harus meminta lebih dan Anda harusnya menawar," kata Cahaya. Sebenarnya meminta ini bukan dirinya, hanya saja tak ada yang bisa ia lakukan untuk membuat dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. "Kamu memang—" Damian hendak mengatakan sesuatu, namun Erlando melarangnya. "Baiklah. Sini kan surat perjanjiannya," kata Erlando lalu mengambil surat itu dari tangan Cahaya. Erlando mencoret jumlah yang akan ia berikan dan mengganti jika ia akan memberikan apa pun yang Cahaya inginkan dan tidak akan ada penolakan darinya. "Puas?" tanya Erlando. "Oke." Cahaya mengambil pulpen dan menandatangani perjanjian di atas materai itu. "Sebaiknya lakukan tugasmu dengan baik, sekarang ini keluargamu ada dalam genggamanku." "Kenapa Anda membawa nama keluarga saya?" "Tentu saja. Di dalam kontrak itu keluargamu terlibat. Aku bukan orang yang bisa kau permainkan begitu saja." "Apa?" Cahaya mengambil lembar itu dan betapa bodohnya ia tidak membaca semua poinnya. "Jangan lakukan apa pun pada keluarga saya." "Sudah lah. Kamu itu wanita licik, jika tidak membawa keluargamu, kamu pasti akan melakukan apa pun yang kau inginkan. Kamu pasti akan lari jika uang sudah aku berikan." Erlando menunjuk Cahaya yang duduk dihadapannya. "Jika dalam 6 bulan kamu menyerah, aku pasti akan membuatmu masuk ke penjara. Orang sepertiku bukan orang yang bisa dipermainkan begitu saja." Cahaya menghela napas panjang. "Perjanjian sudah kamu tanda tangani, aku pun juga. Jadi mulai besok kau akan sibuk dengan kakekku." "Kenapa?" "Untuk mengurus pernikahan, bodoh." Erlando beranjak dari duduknya dan meninggalkan Cahaya yang masih menatap kertas didepannya. "Pekerjakan saya sebagai staf," kata Cahaya, membuat langkah kaki Erlando terhenti. Erlando menyunggingkan senyum. Dalam hatinya saat ini pasti sedang memaki Cahaya yang banyak keinginan. "Saya ingin bekerja sebagai staf," ulang Cahaya. "Diam saja dan kerjakan apa yang sedang kamu kerjakan. Damian akan mengurus segalanya." Erlando lalu naik ke kamarnya meninggalkan Cahaya dan Damian yang berhadapan. "Saya tidak menyangka dengan kamu, Cahaya. Saya pikir kamu wanita yang berbeda, ternyata saja sama," kata Damian. "Anda paling tahu mengapa saya melakukan ini." "Ya. Saya tahu, bahkan saya sudah mencari tahu tentangmu, tapi setidaknya jika berhadapan dengan CEO kita, jaga sopan santunmu." "Saya sudah menjaga sopan santun saya, Pak. Bagi beliau uang adalah hal yang kecil, sedangkan bagi saya uang adalah segalanya yang bisa membangkitkan keterpurukan keluarga saya." "Cahaya, uang bukan segalanya." "Pak, bagi saya uang adalah segalanya yang bisa merubah hidup seseorang. Saya ingin seperti mereka diluar sana. Apa saya salah? Saya adalah tulang punggung keluarga saya, prioritas utama saya adalah bekerja dan mendapatkan uang." "Tapi bukan memeras Tuan. Dia sudah baik tidak melemparmu ke jalanan." "Terserah anggapan Anda, Pak Damian." Cahaya beranjak dari duduknya dan memasuki kamarnya. Cahaya duduk ditepian ranjang, ia benar-benar murahan dan serakah, menggadaikan cintanya pada Farhan dan menikah dengan Erlando, lelaki yang hanya membuat kebohongannya makin besar. Terlalu banyak hal yang tak bisa Cahaya ceritakan pada Farhan, bibirnya seakan terkunci dan hati yang ia simpan adalah hati yang hanya memperdulikan uang. Pantaskah ia bagi Farhan yang selama ini berjuang demi dirinya? Farhan adalah seorang lelaki yang berasal dari keluarga berkecukupan, kuliah di Turki adalah keinginan ayahnya. Sedangkan Farhan meminta Cahaya menunggu, jika kuliahnya selesai Farhan akan segera melamar Cahaya. Namun, apa ini? Cahaya tidak bisa menepati janjinya. Erlando menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit kamarnya seperti biasa. Andai saja Jennyfer yang akan ia nikahi, semuanya pasti akan lebih membahagiakan. Namun, nyatanya yang akan ia nikahi adalah wanita miskin yang hanya mementingkan uang. Erlando menghela napas panjang, entah mengapa insomnia yang ia miliki makin akut saja. Erlando terus mendapatkan resep dari dokter agar ia bisa tertidur, namun ia ketergantungan obat tidur. Meski itu resep dokter, namun jika di komsumsi dalam jumlah yang banyak, bisa membuat ginjal Erlando tak akan bisa menerima obat apa pun dalam waktu 3 tahun. Dokter sudah menyuruhnya menjaga pola kesehariannya agar ia mudah tertidur, namun berusaha sekeras apa pun, Erlando tak akan bisa tidur cepat. Erlando memijit pelipis matanya, ia beranjak dari duduknya dan memasuki kamar mandi, ia harus membersihkan badannya dan menyegarkan diri. "Aku memang harus mandi terus karena ada wanita kotor itu di rumahku." Erlando berbicara sendiri. . . Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD