Tujuh

1083 Words
Empat Sekawan itu benar- benar menikmati fasilitas yang disediakan Dany. Ruangan yang nyaman ber AC, peralatan yang lengkap plus makanan dan minuman gratis. Hampir dua jam mereka bermain musik. Mereka berhenti karena waktu sudah saatnya sholat dzuhur dan Heni juga mengajak mereka makan siang bersama. Jika Dany begitu kepo dan terlalu overprotektiv terhadap Tasya, lain halnya dengan Heni. Wanita itu tidak seketat Dany. Ia lebih bijak dalam menghadapi Tasya. " Nanti kalian makan siang dulu ya. Tante udah masak spesial." Katanya saat ia sengaja ke lantai 3 menemui mereka. " Makasih Tante. Jadi ngerepotin." Gilang yang semakin naksir sama Tasya tampak simpati dengan Mamanya Tasya. " Beda banget ya Mama en Papanya si Tasya." Azril yang blak-blakan berujar saat Heni sudah meninggalkan mereka. Setelah makan siang Geng Cogan itu akhirnya bubar dalam keadaan perut kenyang. " Makasih ya Om, Tante. Sekali lagi Maaf aku sama teman-teman ngerepotin." Pamit Erik kepada Dany dan Heni. Di Halaman Pak Ading sudah menunggu mereka dan siap mengantar pulang. " Tante senang kalian main ke sini. Jangan sungkan ya. Sering-sering main aja." Wanita berjilbab biru itu berkata sambil melepas kepergian mereka. " Iya. Rik kamu kalau mau latihan di sini aja daripada di luar." Dany setuju. Keempat orang pemuda itu berlalu dari hadapan Dany dan Heni. " Assalamualaikum." " Waalaikumsalam" *** Tasya duduk di pinggir lapang basket. Terlihat geng Erik sedang latihan. Banyak siswa yang menontonnya. Namun gadis berambut panjang itu tidak tertarik dengan aksi mereka. Ia malah sibuk menulis cerita di aplikasi w*****d sambil menunggu kedua temannya Gina dan Silvi yang pamit ke toilet. "Hai... Tasya." Terdengar seorang siswa memanggil namanya. Tasya memalingkan wajahnya ke sumber suara. deg deg Tasya benar-benar kaget karena sosok yang selama ini ia kagumi berada di hadapannya. Apa ini bukan mimpi? Tumben nih cowok nyapa aku duluan. Batin Tasya heran sekaligus bersorak. Siapa sih yang tidak suka disapa sama kecengan. " Kak Rangga." Tasya tersenyum yang dibuat semanis mungkin. deg deg jantungnya berdebar semakin kencang. Silvi...Gina kalian cepetan dong. Tolongin aku. Tasya yang belum pernah jatuh cinta tampak grogi. " Lho kok sendirian. Teman- temanya ke mana?" Rangga tahu jika gadis itu kemana-mana selalu bertiga. " Lagi ke toilet dulu Kak." Tasya gugup. Entah mengapa Tasya yang biasanya cerewet. Jadi susah buat bicara. " Oh. Udah sore. Belum pulang?" Lagi ia mencoba mengakrabkan diri. Tasya tidak habis pikir. Selama ini ia berusaha mendekatinya dengan sengaja ikut pramuka. Tapi hampir satu semester ini dia cuek- cuek aja. Ia selalu dingin sedingin salju di musim dingin.  Apa mungkin karena Rangga tahu kalau Tasya anak pemilik toko kue tempatnya bekerja ia jadi berubah. Tapi kan Rangga sudah cukup lama juga kerja di tempat Mamanya. Kalau alasannya itu pasti sikap Rangga dari dulu udah ramah. " Aku dijemput jam 5. Kebetulan tadi Deutsch Club hanya sebentar makanya bisa santai." Jawab Tasya. Sekarang ia mulai bisa tenang. " Kakak duluan ya ..." pamitnya. Apa? tadi dia bilang kakak! " Iya silahkan. Kak." Percakapan yang singkat. Padahal Tasya masih mau lebih lama lagi bersamanya. Rangga murid yang sibuk. Dia kan kelas XII yang lagi sibuk menerima jam tambahan. Walaupun sudah bukan lagi ketua OSIS dan Pradana Pramuka. Ditambah ia juga harus kerja part time sehabis Maghrib di toko Mamanya. drtt drrtt Tasya mengangkat ponselnya yang bergetar. " Iya Gin, buruan..." " Tasya sorry ya kita ga jadi ikut pulang bareng kamu. Mau jalan dulu ke Bioskop. Ada film bagus dan aku udah dapat tiketnya. Sorry ya. Soalnya kamu pasti ga bakalan ikut kita nebeng anak kelas XI." Gina mengabari Tasya dengan penuh penyesalan. " Ya. Udah ga papa..." jawab Tasya. " Sorry ya, jangan marah." Gina merasa tidak enak. " Ga, aku ga marah." tut..tut.. Sambungan telpon pun terputus. Tasya tidak terlalu kesal karena saat ini ia sedang bahagia. Oke deh dia mau pulang aja. Sebentar lagi sopirnya menjemput. **** " Kenapa senyum-senyum gitu." Heni menatap putrinya yang baru saja tiba. " Ma...,Papa udah pulang belum?" Tasya menanyakan Dany. " Belum. Lembur kayanya." jawab sang Mama. " Perasaan sering banget lembur." " Kamu terlihat bahagia banget." Heni bertanya penuh selidik. Ia menatap curiga ke arah Tasya. " Iya dong. Tasya dapet nilai 80 ulangan Matematikanya." Memang benar tapi itu hanya dijadikan alibi. Tasya senang karena habis berduaan dengan Rangga. Walaupun hanya sebentar. " Aduh akhirnya anak Mama sukses juga ikut lesnya." Wanita itu tersenyum sambil memandangi selembar kertas ulangan. Tidak sia-sia Tasya pulang sore hampir setiap hari karena ikut les. " Alhamdulillah Ma." Tasya sumringah. " Minggu depan UAS kan? mudah-mudahan nilainya bagus lagi." " Amin. Besok aku laminating deh hasil ulangannya. Buat kenang-kenangan." " Sekalian pajang di ruang tengah ya Kak, ha..ha.." Heni menertawakan ulah anak sulungnya. " Ih Mama...aku pajang di kamar aja." Tasya pun ikut tertawa. Dari SMP sampai SMA nilai Matematikanya memang ancur-ancuran. Makanya mendapat nilai 80 tuh berasa dapat nilai 100. Padahal Tasya ikut les terus. Bakat Tasya memang bukan di bidang hitung-hitungan. " Udah sana mandi dulu..tuh wajah berminyak banget." " Siap Mama..." *** " Sayang, Emang kamu siap buat hamil lagi?" Dany meragukan niat istrinya yang merencanakan program hamil bayi laki-laki. Ia memang sangat menginginkan bayi laki-laki. " InsyaAllah aku siap." Wanita yang berusia hampir 39 tahun itu tersenyum manis ke arah suaminya. Keduanya sedang bersantai di ruang tengah lantai atas. Kebetulan Tasya ada di kamarnya. Sementara si kembar sedang jalan-jalan dengan pengasuhnya. " Aku khawatir dengan kesehatan kamu. Bukannya hamil di usia 39 itu sangat rentan." " Papa jangan khawatir, Mama sehat kok, lagian ada dokter yang bantu program ini." Heni tampak antusias. Bukannya Dany tidak mau punya anak lagi. Tapi ia sangat peduli dengan kesehatan istrinya. Dany sih senang punya banyak anak. Kebetulan ia sendiri berasal dari keluarga besar. " Besok kita mulai program ya. Kita ke dokter kandungan buat konsultasi." Heni membujuk Dany. Diam-diam Tasya yang baru keluar dari kamarnya mendengar obrolan mereka. " Mama hamil?" Tasya mendekat ke arah kedua orang tuanya. " Wah...selamat Ma. Asyik aku punya adik baru." Ia memeluk ibunya sambil mengelus perutnya. " Belum sayang, baru mau program" Seru sang ayah. " Ya udah buruan kalian pergi bulan madu. Cari tempat yang romantis. Aku cariin di internet ya Pa. Yang lama di sananya. Dhira dan Dhifa Tasya yang jagain deh." Gadis itu tampak antusias mendukung program orangtuanya. " Tuh kan Pa, Tasya aja dukung." Heni tersenyum penuh kemenangan " Oke deh besok kita ke dokter kandungan." **** TBC Cie Tasya akhirnya jatuh cinta. Mama Papa belum tahu ya Thanks untuk yg udah baca n kasih vote. Perjuangan banget nyelesein nih part. Banyak gangguan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD