Bu Ratih, Pak Yusuf, Diana, Edwin, Erik dan Tasya kini berada di rumah Deri. Mereka baru daja tiba di Yogya pukul 8 pagi. Sementara keluarga Deri sudah sejak kemarin sore tiba di Yogya.
Rumah itu sangat besar. Arsitektur tradisional jawa dengan ukiran-ukiran yang indah sangat kentara dengan perabotan serba antik hampir semua perabotan bernuansa etnik mirip dengan rumah-rumah di sinetron laga. Deri hampir 6 tahun menempati rumah tersebut bersama keluarganya.
Deri anak ke 3 pasangan Pak Yusuf dan Bu Ratih itu adalah seorang seniman. Bisnisnya juga tidak lepas dari sesuatu yang bernilai artistik. Selain memiliki usaha batik. Baik batik pabrikan maupun batik tulis ia juga memiliki toko souvenir dan galeri lukisan di kawasan Malioboro. Pabrik batiknya tersebar di daerah Solo dan Yogyakarta. Entah berapa ratus pengrajin batik yang bekerja dengannya.
Deri yang berusia 33 tahun itu berpenampilan beda dari yang lain. Rambutnya agak gondrong dengan cambang, jenggot dan kumis tipisnya dibiarkan tumbuh. Penampilannya asal-asalan tidak seperti saudara laki-lakinya yang lain yang selalu modis dan rapi. Makanya Nadhifa paling takut sama omnya yang satu ini. Meskipun demikian ia terlihat ganteng.
Sementara istrinya yang bernama Ambar dulu adalah ART di kediaman Hadiwijaya. Baru 2 bulan bekerja sudah langsung dipinang Deri. Dari segi penampilan dan kecantikan kalah telak dari menantu Bu Ratih yang lainnya. Entah apa yang ada di pikiran Deri hingga mau menikahinya. Kulitnya hitam eksotis dengan tubuh mungil dan paras wajah pas-pasan. Wajah ART banget. Walaupun setelah menikah dengan Deri mengubah penampilannya lebih elegan namun tetap saja tidak sebanding dengan semua wanita yang ada di keluarga Hadiwijaya.
***
Waktu menunjukkan pukul setengah 4 sore. Setelah beristirahat panjang akhirnya keluarga Hadiwijaya melanjutkan wisatanya.
" Ayo segera bersiap kita akan jalan-jalan." Bu Ratih si Ratu Shopping memberi aba-aba kepada anak cucunya untuk segera berangkat.
" Keliling Malioboro pake becak seru kayanya" Diana sudah tidak sabar.
" Saya juga rindu kota ini. Sudah hampir dua tahun tidak ke sini " Edwin ayah Erik juga tidak sabar menjelajah kota Yogyakarta.
Pria bule itu sewaktu mudanya memang lama tinggal di Yogyakarta. Sekitar 8 tahun ia menetap untuk melakukan penelitian. Ia juga cukup fasih berbahasa Jawa.
" Nanti kita keliling. sekalian mampir ke galeri nya Om Deri. Aku pengen lihat koleksi lukisannya." Seru Tasya. Tasya senang melukis dan menggambar.
" Ayo pergi sekarang." Ajak Pak Yusuf.
Sementara Erik masih duduk memegang gadget nya. Sejak 2 hari ia tampak murung.
" Erik ayo, ikut ga sih" Sang Bunda sampai menarik tangan anak semata wayangnya.
Mereka berenam segera berangkat menggunakan mobil milik Deri. Pak Yusuf yang mengendarai. Pria paruh baya itu tahu betul jalanan di Yogyakarta. Terlebih jarak dari rumah Deri ke kawasan Malioboro hanya membutuhkan waktu 20 menit. Sejak tadi siang Deri berada di galerinya di Malioboro. Sementara Ambar tidak ikut karena Faiz mendadak demam.
" Saatnya blanja buat oleh-oleh." Seru Diana.
" Besok agenda kita ke Borobudur, Prambanan sekalian ke kota gede ya." Tutur Bu Ratih antusias.
" Wah seru.." Tasya bergembira.
Di Malioboro, mobil di parkir depan toko Deri. Pria itu sedang sibuk di gerainya melayani konsumen. Di samping galeri Lukisan ada toko souvenir sementara toko batik nya berada di sebrang.
Seperti yang sudah direncanakan keenam orang itu berjalan-jalan menggunakan becak.
Mereka menghabiskan waktu sampai Maghrib. Keluar masuk toko normalnya para turis.
***
" Erik kenapa kamu jutek banget sih ke aku. Salah aku ke kamu apa sih. Aku ngomong kamu rada cuek. Dari kemarin lho." Tasya merasakan perubahan pada Erik.
" Cape Tasya...Aku kurang enak badan." Kilahnya. Ia berbohong. Fisiknya sih sehat tapi hatinya terluka.
Bagaimana tidak bete kalau setiap saat, setiap waktu kelihatannya Tasya memegang ponselnya chat bareng Rangga atau teman-temannya. Kadang mereka teleponan. Menurut Erik, Sebenarnya yang nyuekin itu siapa.
"Hah..kamu sakit? minum vitamin dong. kok Oma sama Opa ga ribut-ribut kamu sakit. Makanya jangan begadang main game online mulu."
" Aku bukan sakit tapi kurang enak badan." Erik meluruskan.
" Eh, temenin aku ke tempat kaos yuk." Pinta Tasya
" Oke..." Erik setuju.
" Oma, aku sama Erik boleh ya jalan-jalan malam. Deket kok masih sekitaran sini." Tasya merayu Bu Ratih.
" Hmmm, oke tapi nanti kita kumpul di sini lagi. Jangan lama-lama. Erik kamu jagain Tasya jangan sampai nyasar."
" Siap, Oma." Tentu saja Erik pasti menjaga Tasya. Dany, Omnya juga sudah memintanya menemani Tasya.
Keduanya masuk ke dalam toko. Tasya sibuk memilih baju kaos merk terkenal Yogya. Sebenarnya itu buat oleh-oleh. Silvi, Gina, Alin, Asep, Yusuf dan tentu saja Rangga masing-masing sudah mendapat jatah. Tasya memang selalu perhatian terhadap sahabat-sahabatnya.
" Kamu mau buka toko ya, beli berapa lusin tuh?" Erik menggelengkan kepalanya. Tidak percaya dengan apa yang dilakukan Tasya. Tadi sore gadis itu sudah belanja banyak ketika bersama orang tua dan Oma Opanya. Sekarang masih saja belanja lagi.
" Ini buat teman-temanku. Oleh-oleh Bali emang udah disiapin. Tapi ini kan oleh-oleh Yogya." Tasya masih sambil memilih-milih kaos.
" Apa semua wanita seperti ini ya gila belanja." Seru Erik. Kembali teringat Oma, Bunda dan juga Tante-tantenya yang selalu sibuk berburu oleh-oleh saat berwisata bukannya menikmati objek wisata. Dasar Wanita.
" Kamu ga beli buat teman-teman?" Tanya Tasya.
" Ga. Udah ada yang dari Bali."
" Hmm, ya udah. Buat kamu aku pilihin ya." Lalu Tasya memberikan sebuah kaos berwarna hitam pilihannya untuk Erik. Erik tampak suka.
Setelah selesai memilih semua yang diinginkannya gadis cantik itu menuju kassa.
" Eriii...kkk, saldo ATM aku abis. Gimana nih bayarnya. Kayanya Mama aku lupa ngisi deh." Tasya histeris menemui Erik kembali yang sedang duduk menunggu Tasya di bangku. Gadis itu terlihat panik. Ia baru saja berada di Kassa dengan total belanjaannya yang hampir 2 juta yang belum sempat dibayarnya karena saldo tidak mencukupi.
Malu. Ya Tasya benar-benar malu. Selama di Bali ia lepas kontrol tidak pernah mengecek uangnya. Uang cash di dompetnya hanya ada 100 ribu. Sang Mama juga lupa memberinya bekal. Ah Tasya emang boros banget.
" Ya ampun Tasya, malu-maluin banget sih. Kalau ga punya duit ga usah pake acara shopping segala." Erik menggerutu. Geli dengan tingkah Tasya.
" Perasaan uang aku masih banyak deh. Erik, tolongin aku. Pinjamin dulu duit dong. Ntar aku bayar. Kalo perlu sama bunganya sekalian." Tasya meminta pertolongan kepada pemuda jangkung itu.
" Idih emang aku rentenir apa pake bunga segala." Erik lalu beringsut dari tempat duduknya dan menuju ke arah kasir. Tasya mengekornya. Belanjaan Tasya kini menjadi tanggung jawab Erik.
Setelah membayar semua belanjaan Tasya keduanya keluar dari toko itu.
" Thanks banget ya Erik kamu emang sahabat aku yang paling baik, paling keren, ganteng dan pengertian sedunia. Aku doain kamu cepet jadian sama Gina." Tasya sangat berterima kasih. Sambil memberikan pujian dan doa kepada Erik. Tasya emang lebay.
" Kita cari makan yuk." Ajak Erik.
Di tangannya ia memegang beberapa kantong belanjaan. Tasya emang kebangetan. Erik yang udah bayarin, Erik juga yang harus repot menenteng belanjaannya yang tidak sedikit.
" Ayo aku juga laper banget." Jawab Tasya sambil memegang perutnya.
Hampir dua jam bersama Tasya cukup menguras energi. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Erik tadi sudah minta izin orang tuanya mau pulang langsung dengan Tasya ke rumah om Deri.
Mereka kini berada di sebuah angkringan warung nasi gudeg Yogya. Soal makan Tasya tidak rewel, begitu pun dengan Erik makan dimana pun jadi yang penting enak dan terlihat bersih.
" Kamu yang bayarin ya... kan aku ga ada duit." Ujar Tasya.
" Emang kapan kalau kita makan bareng kamu yang bayarin."
" Kemarin aku yang bayarin." jawab Tasya.
" Itu kan kamu yang janji nraktir."
Keduanya kini asyik menyantap hidangan khas Yogya tersebut. Tanpa terasa waktu hampir pukul 9. Mereka pun langsung pulang setelah sebelumnya meminta sopir pribadi Deri menjemput mereka di lokasi saat ini.
Ini adalah pengalaman pertama Tasya berjalan-jalan di malam hari tanpa orang tuanya. Di Jakarta mana boleh ia keluyuran malam hari, sama cowok lagi. Bisa dihukum Papa Dany tuh.
***
TBC