02 |MILIK MR.STAUFFER

2175 Words
SUDAH menjadi hal yang wajar bagi kota Jakarta mengalami kemacetan. Tapi akan menjadi bencana bagi orang-orang yang sedang mengejar waktu di jalan, contohnya Kyra yang saat itu ditunjuk oleh bibi Desi mengantar pesanan makanan menggunakan mobil khusus restoran. “Duh… Pak Slamet, gimana nih? Sudah jam dua belas pas,” gerutu Kyra pada Pak Slamet atau supir yang saat itu bertugas bersamanya. “Ya mau gimana lagi neng, saya bukan Superman yang bisa bawa mobil terbang. Keadaan jalan emang lagi macet, cara satu-satunya ya cuma sabar,” seloroh Pak Slamet yang duduk dibagian kemudi samping Kyra. Kyra menepuk dahi pusing. “Ya ampun… bisa kena omel bibi Desi nih kalau sampai pesenannya telat dateng,” sungut Kyra sambil membuang pandangan ke luar jendela. Ia melihat ke arah trotoar yang ramai dipadati anak-anak. Mengetahui masing-masing dari mereka mengenakan sepatu roda, Kyra akhirnya mendapat satu ide cemerlang. “Pak, saya keluar bentar ya,” pamit Kyra pada Pak Slamet yang terbengong. “Loh neng Kyra mau kemana?” Belum sempat mendengarkan Pak Slamet bertanya, Kyra sudah keluar lebih dulu mendekati anak-anak tadi. “Anak-anak! Kalian mau bantuin kakak nggak? Nanti kakak traktir kalian makan deh!” Kyra mendatangi dan langsung to the point mengatakan maksud tujuannya. “Wah, ditraktir kak? Mau kak!” “Kakak mau dibantuin apa?” Kyra tersenyum simpul ke arah anak-anak di sana yang nampak excited dan bisa dimanfaatkan oleh Kyra. Wanita itu kemudian membawakan beberapa kotak makan pesanan ke masing-masing anak untuk diantar ke perusahaan. Lalu setelah mendengar arahan Kyra dan mengetahui lokasi perusahaan, satu persatu dari mereka langsung meluncur ke lokasi mengantarkan pesanan dengan memakai sepatu roda. “Kak Kyra mau ikut pakai sepatu roda juga? Kebetulan tadi aku bawa satu pasang lagi karena teman yang kuajak nggak jadi ikutan dan nganggur deh,” ujar anak laki-laki bernama Riko. “Beneran ada? Wah kebetulan banget, iya deh kakak pinjam!” jawab Kyra dengan semangat 45. Kyra dan anak-anak pun akhirnya melanjutkan perjalanan menuju perusahaan Stauffer Group menggunakan sepatu roda yang ia pinjam dari Riko. *** Berkat bantuan anak-anak, 50 kotak makanan mereka akhirnya bisa tiba di perusahaan walau telat 30 menit dari jam pesanan. Sementara sisa 50 kotak makanan yang lain terpaksa masih ada di mobil bersama Pak Slamet karena tidak mungkin mereka membawa semuanya dalam jumlah yang banyak. “Makasih ya anak-anak sudah bantuin kakak. Besok kalian dateng ke restoran ‘Nyonya Desi’. Kalian bakal ditraktir makan sepuasnya sama bos pemilik restoran karena bantuin bawa pesanannya,” ungkap Kyra pada anak-anak yang bersorak kesenangan. “Yeayyyy makan gratiss!!” “Kalau gitu, kita pulang dulu ya kak. Sampai jumpa besok!” Anak-anak yang membantu Kyra berpamitan dan mulai meninggalkan perusahaan untuk kembali ke rumahnya. Sementara Kyra yang berdiri di pintu utama perusahaan tiba-tiba saja ditarik oleh seorang wanita berpakaian formal dengan rok span selutut. “Kamu pengantar makanan dari restoran Nyonya Desi?” tanya wanita itu. Dilihat dari dekat, Kyra bisa membaca name-tag yang terpasang di bajunya—Tania Sanjaya. “Ya mbak, ada apa ya?” Tania memasang wajah galak, ia lalu berdecak pinggang bak ibu tiri yang siap memarahi anak angkatnya. “Ini jam berapa?! Mbak tahu nggak sih kalau pesanannya itu jam dua belas sudah harus sampai di sini, tapi ini jam setengah satu malah baru sampai,” cerocos Tania. Kyra yang sadar diri bahwa ia memang bersalah lantas meminta maaf. “Iya, maaf mbak. Tadi dijalan macet, ini pun pesanan yang baru dianter baru setengahnya karena tadi saya minta bantuan anak-anak buat anter ke sini,” jawab Kyra. Mata Tania melotot. “Anak-anak?! Kenapa anak-anak yang nganter?” “I-iya karena macet, kebetulan saya lihat anak-anak lagi main sepatu roda di trotoar jadi saya pikir cuma itu satu-satunya akses untuk menghindari kemacetan.” Kyra menjelaskan dengan apa adanya tanpa berpikir bahwa hal itu merupakan masalah besar bagi Tania. “What!! Jadi setiap kotak makanan yang kalian antar kesini tadi itu dibawa sama anak-anak pakai sepatu roda?! Kena polusi, belum lagi kita nggak tahu isi kotak dalemnya masih bagus atau sudah hancur. Nggak profesional banget sih! Lain kali perusahaan nggak akan pesan di restoran Nyonya Desi lagi!” Mendengar ancaman buruk Tania spontan membuat Kyra memegang lengan Tania sambil memasang wajah memohon. “Mbak… mbak jangan gitu. Maaf kalau pelayanan kami kurang memuaskan, tapi saya yakin isi kotak makanannya masih bagus kok. Makanan di restoran kita juga enak.” Kyra mencoba meyakinkan kembali Tania agar tidak berhenti memesan makanan di restoran bosnya. Kyra tidak bisa membayangkan betapa sedihnya bibi Desi nanti kalau dia sampai menerima telepon dari perusahaan berisi keluhan. Bibi Desi nampak sangat bahagia ketika mendapat banyak orderan dari perusahaan Stauffer Group tadi pagi di telepon. Kyra tidak tega harus menghancurkan harapan bibi Desi dan juga semangat para koki yang telah berusaha menyelesaikan seratus pesanan hanya dalam waktu tiga jam hari ini. Tania membuka mulut, hendak memprotes lagi namun urung akibat bunyi ponsel yang digenggam tangannya. Tania terbelalak kaget sekaligus panik ketika melihat ponselnya menerima telepon dari Mr.Stauffer. Saking takutnya, Tania sampai tidak sadar kalau wajahnya berubah pucat, ia juga menggigit jari kukunya karena takut. Membuat Kyra yang melihat reaksinya jadi khawatir. “Mbak Tania nggak apa-apa?” Tania memandang Kyra, dan langsung menyalahkannya. “Ini gara-gara kamu sih!” Kyra mengernyitkan dahi tidak paham saat dituding dan disalahkan Tania. Setahu Kyra, kesalahannya tidak ada hubungannya dengan telepon yang sekarang didapat wanita itu. “Salah saya apa mbak? Perasaan nggak ada hubungannya sama yang nelpon mbak,” ungkap Kyra yang langsung dijawab ngegas oleh Tania. “Ada donngggggg!” Kyra menggaruk tengkuk yang tak gatal karena bingung. “Nih, bos saya telpon. Dia pasti udah kelaperan. Pak Daniel itu kalau nggak laper udah serem kayak singa, apalagi pas kelaperan… saya yang bisa jadi target makanannya entar.” Oke, sekarang Kyra tahu inti permasalahannya. Pak Daniel yang dimaksud Tania, apa mungkin dia Daniel Shristauffer? Putra dari Kevin Shristauffer yang tadi pagi Kyra baca di google mendapat penghargaan sebagai CEO paling visioner karena kehebatannya dalam mengelola perusahaan. Mengabaikan ekspresi Kyra yang seolah tengah berpikir, Tania memberanikan diri mengangkat telponnya. “Ha—” “KAMU TIDAK TAHU JAM BERAPA SEKARANG?!!!” Belum sempat Tania mengucapkan ‘Halo’ untuk memulai percakapan, makian menggelegar Daniel sudah keluar memekakkan telinga Tania yang sekarang meringis ketakutan. “I-iya Pak, maaf. Pesanan makan siangnya baru sampai Pak, ini pengantarnya lagi berdiri di depan saya,” jawab Tania dengan nada bicara hati-hati. Namun meskipun ia sudah berhati-hati sekalipun, wanita itu tetap saja mendapat makian dari atasannya. “AKU NGGAK PEDULI KAMU LAGI BERDIRI SAMA SIAPA . Sekarang… cepat antarkan makan siang ke ruanganku, aku sudah sangat lapar.” Daniel menurunkan oktaf nada bicaranya. Tapi itu bukan berarti Daniel sudah tidak marah, melainkan rambu-rambu bagi Tania jika Daniel sudah sampai di batas tertinggi kekesalannya. Dan tentu saja itu neraka bagi Tania sebagai sekretarisnya yang baru tiga bulan bekerja bersama Daniel. “Iy-iya Pak, saya akan segera bawakan makan siang Pak Daniel ke ruangan,” jawab Tania, lalu tanpa membalas apa-apa Daniel langsung mematikan sambungan telpon mereka hingga membuat Tania akhirnya bisa bernapas lega. “Hahhhh… selamet aku nggak dipecat,” dengus Tania. Tatapan Tania kemudian kembali ke arah Kyra yang masih berdiri di hadapannya, sedang tersenyum semringah lagi. Gezz… Tania sangat marah pada wanita itu, andai saja Kyra tidak telat mengantarkan pesanan makanannya, Tania pasti tidak akan dimarahi Daniel. “Semua ini salah kamu dan kamu masih bisa senyum sama aku sekarang?!!!” teriak Tania tepat di depan wajah Kyra yang terpejam. Jika Tania adalah sasaran empuk bagi Daniel untuk pelampiasan amarahnya, Kyra adalah sasaran empuk sebagai pelampiasan rasa tertekan Tania. “Aku tidak mau tahu, ini kesalahanmu… dan kau yang harus dapat hukumannya, bukannya aku. Jadi, aku minta kamu yang mengantarkan makanan itu ke ruangan Pak Daniel sekarang!” perintah Tania, sengaja menumpahkan beban di pundaknya kepada Kyra. “Iy-iya mbak,” jawab Kyra, tidak bisa membantah karena itu memang kesalahannya. Yang jadi pertanyaan Kyra, apa sebegitu menyeramkannya bos Tania tersebut sehingga wanita itu sampai menyuruh Kyra menggantikannya untuk mengantar makanan ke ruangan Pak Daniel. Tapi melihat wajah ketakutan Tania yang sampai pucat tadi sepertinya menjadi bukti kalau CEO Stauffer Group itu benar-benar orang yang menyeramkan sekaligus orang yang jauh dari kata ramah. *** Kyra berdiri di depan ruangan bertuliskan ‘CEO Room’ sambil membawa nampan berisi makan siang untuk Daniel. Wanita itu menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian mengetuk pintu dan terdengar jawaban Daniel dari dalam menyilahkannya masuk. Dan disanalah dia berdiri. Daniel Shristauffer, sedang berdecak pinggang seolah memang sudah menunggu lama. Ekspresi garang tak sedikitpun mengurangi ketampanannya. Daniel terlihat menawan dan tentunya, menakutkan. Mata biru Daniel menyipit menatap Kyra arogan. Menyalurkan getaran tak biasa pada Kyra yang mendadak gugup. "Siapa kau?" Suara berat yang terdengar sexy dan jantan membuat Kyra menelan ludah. Kyra menjawab dengan kepala menunduk di hadapan Daniel yang terus menatapnya, “Maaf Tuan, makan siangnya terlambat di antar karena jalan macet. Saya sudah berusaha mengantarkan pesanan Anda tepat waktu tapi saya benar-benar tidak tahu jika akan ada kendala seperti ini." “Oh, jadi kamu pegawai restoran yang mengantarkan makanan itu?” tanya Daniel. Kyra merasakan hawa disekelilingnya berubah menyeramkan. “Iya Tuan. Tolong jangan berhenti berlangganan di restoran Nyonya Desi, saya bisa menjamin kesalahan seperti ini tidak akan terulang lagi,” jawab Kyra, masih dengan posisi menunduk karena tak berani memandang wajah pria di depannya. Daniel melipat tangan, bukan seorang Daniel jika harus mendengarkan permohonan orang yang bahkan bekerja tidak becus. “Kau pikir aku tipe pembeli setia yang akan terus memesan di restoran tempatmu bekerja?” sindiran halus namun menyakitkan keluar dari bibir Daniel yang memang sengaja mengintimidasi lawan bicaranya. “Tidak. Aku bukan tipe pembeli yang akan memesan ke satu restoran yang sama. Apalagi setelah mengetahui kinerja restoranmu yang buruk, untuk memakan makanan yang kamu antarkan saja sudah membuatku kehilangan selera makan.” Daniel berkata lagi dengan sarkasme. Kyra sampai dibuat sesak napas karena mendengar kata-kata yang dituturkan lembut namun penuh penghinaan tersebut. “Cepat bawa keluar makananmu, aku tidak sudi makan lagi!” perintah Daniel dengan teganya. “Anda bisa menyalahkan kinerja bekerja saya, tapi tolong jangan menyia-nyiakan makanan!” Entah dapat kekuatan darimana Kyra tiba-tiba berani melawan, bahkan sekarang ia mampu mendongak menatap sepasang mata berwarna biru milik Daniel. Daniel tercengang. Demi apapun yang ada di muka bumi ini, kenapa wajah wanita yang ia lihat sekarang sama persis dengan wanita yang Daniel kenal di masa lalu? “Tolong hargai makanan yang sudah restoran kami buat Pak. Anda juga belum makan siang, tidak baik melewatkan makan saat sedang bekerja. Itu bisa memengaruhi kesehatan Anda.” Daniel sudah tak fokus mendengarkan Kyra karena sibuk mengontrol dirinya sendiri untuk percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Wanita itu sudah meninggal sejak tiga tahun silam, Daniel bahkan menghadiri pemakamannya. Jadi, wanita yang ia lihat sekarang jelas bukanlah wanita yang dikenal Daniel. Mereka hanya mirip saja. “Tuan?” Kyra memanggil lagi ketika tidak ada sahutan dari Daniel yang terdiam sambil menatapnya. “Siapa namamu?” Daniel bertanya sedangkan Kyra tertegun sebab Daniel justru bertanya namanya. “Ky-kyra, nama saya Kyra,” jawab Kyra dengan gugup. Siapa yang tidak akan gemetaran bila ditatap intens oleh pria tampan bermata biru tajam ini? Sekarang Kyra paham mengapa Tania bisa setakut ini menghadapi Daniel, karena ternyata bukan hanya ucapannya saja yang pedas tetapi juga tatapan Daniel yang seolah mampu membunuh lawan bicaranya secara perlahan. “Taruh makanannya di mejaku, aku akan makan. Kau bisa keluar sekarang,” ujar Daniel, dengan suara yang anehnya terdengar lebih lembut dari sebelumnya. “Ba-baik Tuan,” cicit Kyra lalu buru-buru meletakkan nampan berisi makan siang Daniel di meja dan keluar dari ruangan yang begitu menyesakkan dadanya. Huft… begitu sampai di luar, Kyra akhirnya bisa bernapas lega. “Mana mungkin mbak Tania bisa betah kerja sama pria yang serem kayak gitu,” gumam Kyra, masih berdiri di depan pintu kerja Daniel. Tidak lama usai Kyra berbicara sendiri, pintu di belakangnya kembali terbuka dari dalam. Kyra terkejut dan spontan membalikkan tubuhnya sehingga membuat dia berhadapan dengan tubuh tegap Daniel yang memiliki tinggi badan di atasnya. Kyra melotot ketika Daniel menunduk menatap datar dirinya. “Kenapa kamu masih ada di sini?” Pertanyaan Daniel berhasil membuat bulu kuduk Kyra merinding. “I-iya Tuan, saya akan segera pergi. Selamat menikmati makan siang Anda!” jawab Kyra sambil menampilkan senyum meringis lalu hendak melangkah pergi namun pergelangan tangannya dicekal oleh Daniel. “Eh?” Kyra kaget kemudian menunduk melihat tangannya yang digenggam oleh Daniel. Kebetulan saat itu Tania baru kembali dan hendak menemui Daniel sehingga bisa melihat adegan Daniel yang menggenggam tangan Kyra. “Ada apa Tuan?” tanya Kyra sambil menatap takut Daniel dengan waspada. “Temani aku makan siang.” Bukan hanya Kyra yang terkejut mendengar permintaan Daniel tersebut tetapi juga Tania yang bisa mendengarnya. “Kenapa saya harus menemani Tuan makan siang?” Kali ini Kyra bertanya serius, pasalnya dia bukan siapa-siapa Daniel, juga bukan pegawai perusahaan lantas untuk apa Daniel menyuruh Kyra menemaninya makan siang. Dengan senyum samar yang terkesan misterius, Daniel menjawab, “Karena kamu adalah milikku.” Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD