01 |AWAL KEHIDUPAN

2090 Words
PERTAMA kali membuka mata di rumah sakit, wanita itu merasa bahwa ia baru saja dilahirkan kembali ke dunia. Tidak lama kemudian seorang dokter beserta dua rekan suster datang memeriksa tubuhnya. “Kamu sudah sadar Kyra. Apa ada bagian tertentu yang membuatmu kesakitan?” tanya dokter bername-tag Anasya. Sementara pasien yang dipanggil Kyra tak menggubris pertanyaan dokter Nasya dan malah melamunkan nama panggilan yang terdengar begitu asing di telinganya. “Kyra? Na…maku… Kyra?” jawab Kyra dengan suara lemah yang masih berbata-bata. Dokter Nasya dan dua rekan suster yang lain tertegun mendengar pertanyaan Kyra. Seperti dugaan dokter Kyra sebelumnya, gegar otak yang dialami Kyra kemungkinan terburuk menyebabkan pasien mengalami lupa ingatan atau amnesia saat tersadar. Dan dampak buruk yang mereka takutkan kini terjadi. Ditengah kebingungan Kyra, dokter Nasya lalu menyuruh dua rekan susternya keluar. Dua suster bernama Rina dan Santika itu lantas menurut lalu pergi meninggalkan dokter Nasya dan Kyra berdua di ruangan. “Sebelum aku menjelaskan semua padamu, tolong berjanjilah padaku kamu tidak akan sedih dan tetap akan berusaha untuk sembuh,” ujar dokter Nasya yang kini berpindah duduk di kursi samping ranjang Kyra. Meski takut dengan apa yang hendak disampaikan dokter Nasya, namun Kyra berusaha menghadapinya. “Iya dokter, aku berjanji.” Dalam satu tarikan napas panjang, dokter Nasya kemudian menjelaskan, “Kamu dilarikan ke rumah sakit oleh orang yang tidak sengaja menemukanmu di hutan. Kondisimu saat itu cukup parah, kami melakukan operasi untuk menyelamatkan hidupmu. Operasinya berhasil, namun kamu mengalami infeksi otak yang membuatmu akhirnya tidak sadar selama setahun terakhir ini. Bisa disebut kamu mengalami koma.” Tidak ada yang bisa Kyra katakan selain ekspresi terkejut yang kini ditampilkan wajahnya. Wanita itu tidak percaya jika dirinya tertidur selama itu di rumah sakit. Satu tahun! Kyra tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarga yang ditinggalkannya selama ini. “Keluargaku?” Kyra bertanya pada dokter Nasya. Terbesit harapan besar akan keberadaan keluarganya di kedua bola mata wanita itu, membuat dokter Nasya kembali harus dibuat tak tega bila menceritakan yang sebenarnya. “Dokter… di mana keluargaku? Kenapa aku tidak bisa mengingat wajah mereka, bahkan… namaku sendiri aku juga tidak mengingatnya.” Kyra bertanya lagi dengan suara serak menahan tangis. Kali ini harapannya tak sebesar tadi. Melihat ekspresi dokter Nasya saat ini seakan memberitahu Kyra bahwa ia akan mendapat kabar buruk. Dokter Nasya menggelengkan kepala sambil tersenyum sendu pada Kyra. “Sejak kamu masuk rumah sakit ini, tidak pernah ada seorang pun yang datang mengaku sebagai keluargamu padahal pihak rumah sakit juga sudah meminta bantuan kepolisian tentang hal ini,” jelas dokter Nasya. Kyra mengalihkan pandangan ke luar jendela yang memperlihatkan langit biru untuk sekadar melarikan diri dari rasa sesak didadanya akibat penjelasan dokter Nasya. Sementara dokter Nasya melanjutkan penjelasannya, “Dan kenapa kamu tidak bisa mengingat keluarga bahkan namamu sendiri, karena kamu mengalami amnesia.” Masih tak mau memandang wajah dokter Nasya, Kyra memerhatikan langit dengan air mata yang sudah bergerumul di bola matanya. Mati-matian Kyra berusaha untuk tidak menangis, namun tetap saja air mata turun tanpa diperintah melewati pipinya yang kini basah. Kyra merasa sangat tersesat sekarang. Tak tersisa satupun orang yang Kyra ingat di otaknya. Semuanya kosong seolah ia seorang bayi yang baru keluar dari rahim ibunya dan baru mengenal dunia. Tidak ada kenangan sama sekali. Dia tidak tahu harus melakukan apa untuk masa depannya. Kyra putus asa, dan hanya mampu menangis meratapi nasibnya. “Kamu tidak perlu khawatir Kyra.” Dokter Nasya menggapai telapak tangan Kyra kemudian mengelus lembut punggung tangan Kyra. “Ada aku di sini, yang akan menjadi dokter sekaligus keluargamu,” sambung dokter Nasya, yang memancing Kyra untuk kembali menatap dirinya. “Maksud dokter?” Dokter Nasya tersenyum tulus. “Setelah kamu sembuh, kamu tidak perlu cemas akan tinggal di mana dan dengan siapa. Karena kamu akan tinggal denganku. Aku akan membantumu mengingat keluargamu.” Sungguh, Kyra tidak menyangka jika ia akan seberuntung ini bertemu dengan dokter Nasya yang begitu baik hati mau menolongnya. Kyra terharu akan kebaikan hati dokter Nasya. “Terima kasih dokter… terima kasih…” Kyra menggenggam tangan dokter Nasya dengan erat. Sedikit ia dapat kelegaan dalam hatinya, namun tetap saja Kyra tidak bisa terus membebani dokter Nasya dengan hidup bersama wanita paruh baya tersebut. Kyra harus membayar semua kebaikan dokter Nasya, Kyra akan berusaha nanti, entah bagaimana caranya yang perlu Kyra pikirkan saat ini hanyalah kesembuhannya. *** Tidak terasa satu bulan lebih telah terlewati, dan selama itu pula Kyra menjalankan terapi pemulihannya hingga saat ini kondisi fisiknya sudah jauh lebih baik daripada sebelum-sebelumnya. Kyra bahkan sudah bisa berjalan menggunakan kedua kakinya sendiri tanpa bantuan tongkat kruk lagi. “Selamat ya Kyra, akhirnya perjuanganmu membuahkan hasil!” puji suster Santika yang saat itu giliran bertugas menemani Kyra dalam perjalanan kembali ke kamar pasien usai melakukan terapinya. Kyra melempar senyum ke Santika sembari menjawab, “Terima kasih suster Tika, semua ini juga berkat bantuan dokter Nasya dan semua tenaga medis di rumah sakit ini.” Tak berselang lama, mereka kemudian sampai di kamar pasien Kyra. Kebetulan saat itu tengah turun hujan deras, Santika hendak menutup jendela agar suhu ruangan tidak dingin. Tapi Kyra melarangnya, dan justru berjalan menghampiri Santika yang berdiri di dekat jendela. Kyra menatap air hujan dengan pandangan takjub. Mungkin efek satu tahun terbaring koma membuatnya merindukan suasana hujan. “Rasanya… menyenangkan bisa melihat hujan lagi,” gumam Kyra masih tak mengalihkan perhatiannya dari hujan dibalik jendela. Saking senangnya, Kyra tidak bisa menahan keinginannya untuk menyentuh hujan. Wanita itu mengulurkan tangan ke luar jendela lalu membiarkan telapak tangannya basah dijatuhi bulir-bulir air hujan. Melihat ekspresi Kyra, Santika ikut senang lalu mengikuti Kyra dengan mengulurkan tangannya ke luar jendela merasakan hujan. “Ngomong-ngomong, apa kamu tidak pernah heran kenapa kamu dipanggil Kyra selama di sini?” tanya Santika saat mereka sibuk memainkan air hujan di tangannya. Kyra menoleh menatap Santika sekilas, lalu menyahut, “Karena aku pikir namaku memang Kyra. Jadi, apa itu salah?” “Hahaha, tidak. Nama Kyra adalah pemberian dokter Nasya untukmu. Dulu dokter Nasya pernah kehilangan putrinya, nama yang kau pakai sekarang… adalah nama milik putri dokter Nasya yang sudah meninggal.” Kyra tertegun mendengar cerita Santika dan kini memandang suster itu dengan pandangan sulit diartikan. Pantas saja dokter Nasya sangat memahami perasaannya, rupanya wanita paruh baya itu juga pernah kehilangan keluarganya dan itu adalah putrinya sendiri yang kini namanya beralih untuk dirinya. Kyra Anasya. Nama yang cukup bagus. Kira-kira, siapa nama aslinya sebelum ia lupa ingatan? Kyra bertanya-tanya dalam hati. Berusaha nemukan sesuatu dengan mengingat-ingatnya. Namun usaha Kyra sia-sia, bukannya berhasil mengingat namanya di masa lalu, Kyra justru diserang rasa pusing yang mendera hingga membuat Santika menuntunnya kembali ke atas ranjang untuk beristirahat. *** Lampu ponselnya menyala pertanda ia menerima sebuah pesan masuk. Kyra yang sibuk menata barang-barangnya karena baru pindah akhirnya berhenti sejenak untuk membaca pesan dari dokter Nasya. Chat : [Sudah sampai di apartemen barumu?] Kyra mengetik balasan. Chat : [Aku sudah sampai bu. Aku sedang merapikan barang-barangku sekarang.] Usai mengirim sms itu ke dokter Nasya yang sekarang dipanggilnya ‘ibu’, Kyra kembali berkutat dengan barang-barangnya. Ia meletakkan peralatan dapur ke lemari-lemari yang sudah disediakan di sana, juga beberapa mie instan dan s**u sachet. Setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit dua minggu lalu, Kyra pulang dan tinggal di rumah dokter Nasya. Dokter Nasya hanya tinggal berdua dengan suaminya yang juga satu profesi dengannya, hanya saja mereka bekerja di rumah sakit yang berbeda. Meski disambut baik oleh dokter Nasya, tapi Kyra tahu ada ketidaksukaan dari suami dokter Nasya tentang keberadaan Kyra di rumah mereka. Oleh karena itu, Kyra akhirnya memilih untuk tinggal di apartemen milik dokter Nasya di sini agar keberadaannya tak menjadi gangguan bagi Pak Hafid atau suami dokter Nasya. Wajar Pak Hafid tidak menyukai keberadaannya, nama yang ia gunakan saat ini persis dengan nama putrinya yang telah meninggal. Pak Hafid mungkin tak sependapat dengan istrinya dan menganggap Kyra telah mencuri nama putrinya. Tapi sekarang Kyra tidak perlu memikirkan itu, ia hanya meminjam nama saja sampai suatu saat ia akan mengingat kembali siapa nama aslinya. Kyra juga akan memulai lembaran baru di sini, meski dokter Nasya bilang dia tidak perlu membayar uang sewa apartemen tetapi Kyra tetap akan membayarnya. Karena itu dia bersedia bekerja menjadi pelayan di restoran milik Bibi Desi, teman baik dokter Nasya yang mau menerimanya sebagai pegawai di restorannya. Hari-hari Kyra bisa dibilang cukup baik meski ia tinggal di apartemen sendiri. Kyra sudah merasa bahwa hidupnya berjalan normal layaknya manusia yang lain, meski terkadang ia sering sedih karena sampai beberapa bulan ke depan ia tinggal dan bekerja di sini, tidak ada satupun kenangan dari masa lalunya yang ia ingat. Mungkin ia kesulitan mengingat karena tidak tinggal bersama orang-orang di masa lalu yang dahulu bersamanya. Harapan Kyra untuk mengingat masa lalunya pun semakin hari semakin bertambah tipis. Sampai dua tahun kemudian, Kyra memilih menyerah. Kyra tidak lagi berharap besar akan kesembuhan amnesia-nya. Terlalu sulit baginya untuk mengingat semua itu yang ujungnya hanya selalu membuat kepalanya kesakitan karena dipaksa. Mungkin ada maksud kenapa Tuhan tidak cepat-cepat memberitahu Kyra tentang masa lalunya. Kyra pikir jika masa lalunya terlalu seram untuk diingat kembali oleh otaknya. Maka sebab itu, Kyra memutuskan akan menjalani kehidupannya yang sekarang dan mengabaikan masa lalu maupun keluarganya. “Oh my god!!!” Hampir saja piring yang Kyra pegang di tangannya pecah akibat mendengar suara teriakan nyaring Bibi Desi yang menyadarkannya dari sisa lamunan. “Bibi? Ada apa?” Kyra bertanya karena cemas setelah menghampiri bibi Desi yang gemetaran masih dengan tangan kanan menggenggam telepon. “Bibi baik-baik aja?” Kyra mendekati bibi Desi dan menggapai tangannya yang gemetar supaya wanita berusia lima puluh tahunan itu berhenti syok. “A-aku… sangat-sangat baik!!!!” Bibi Desi tersenyum lebar di akhir ucapannya. Wanita tua itu kemudian menari-nari di hadapan para pengunjung restoran yang menatap aneh dirinya. “Bibi hentikan! Apa yang bibi lakukan?” Kyra mencoba memberitahu bibi Desi supaya tidak mempermalukan dirinya lebih lama lagi. “Kita mendapatkan seratus pesanan makan siang untuk pegawai perusahaan Stauffer Group!” pekik bibi Desi secara terang-terangan di depan pengunjung yang kini melotot terkejut. “Stauffer Group?!!!!” Salah seorang pria pengunjung restoran menyahut dengan pandangan tidak percaya. Bibi Desi yang kegirangan lantas menjawab pria itu dengan anggukan kepala serta senyum penuh kesombongan. “Yah, Stauffer Group. Perusahaan nomor satu di Indonesia milik CEO tampan yang viral di sosial media itu!” ujar bibi Desi dengan heboh. Kyra sampai melongo melihat tingkah bosnya yang tak seperti biasanya tersebut. Lagi pula, sehebat apakah Stauffer Group itu sehingga semua pengunjung yang mendengarnya nampak terkagum-kagum? Kyra mendadak penasaran, merasa dirinya sangat kudet karena hanya Kyra satu-satunya orang yang terlihat biasa saja di sana. Terlanjur penasaran, Kyra akhirnya mengambil ponselnya di saku seragam pelayan yang ia kenakan lalu mencari tahu tentang Stauffer Group di google. Usai mengetik nama perusahaan di kolom search layar ponselnya, Kyra kemudian membaca deskripsi teratas tentang Stauffer Group. “Stauffer Group adalah sebuah perusahaan besar di Indonesia yang didirikan oleh Kevin Shristauffer sejak tahun 2000. Pada tahun 2018 Kevin Shristauffer memindahkan tanggung jawab Chief Executive Officer kepada putra tunggalnya bernama Daniel Shristauffer. Dua tahun dibawah kepemimpinan Daniel, Stauffer Group kini mengalami peningkatan laba cukup tinggi hingga putra dari Kevin Shristauffer itupun mendapat penghargaan dari institusi entrepreneur nasional sebagai CEO paling visioner di tahun 2020 ini. Wow… putranya hebat sekali!” Kyra berdecak lidah mengagumi sosok Daniel yang dibicarakan di artikel. Kyra kemudian hendak melanjutkan bacaannya lagi karena masih belum selesai, tetapi bibi Desi sudah menarik lengannya lebih dulu. “Ehh…” Kyra kaget karena bibi Desi tiba-tiba menyeretnya ke dapur. “Kamu bantu orang dapur memasak karena kita tidak punya waktu banyak, seratus pesanan harus selesai pukul dua belas siang,” ujar bibi Desi pada semua karyawannya yang seketika melongo. “Ha? Sampai jam dua belas siang?” pekik Nabila, salah satu koki yang memasak untuk bibi Desi. “Itu berarti kita hanya punya waktu empat jam sampai semua pesanan selesai,” timpal Olla, rekan koki yang lain. Kira-kira ada lima koki di sana, ditambah dengan Kyra maka menjadi enam. “No! Kita hanya punya waktu tiga jam karena sisa satu jam yang lain hilang masuk hitungan perjalanan mengantarkan pesanan ke perusahaan. Kalian sudah mengerti kan? Maka selamat bekerja anak-anak!” jelas bibi Desi sebelum kemudian pergi begitu saja meninggalkan dapur. “Yakin kita bisa selesaikan seratus pesanan hanya dalam waktu tiga jam?” tanya Olla sambil menatap teman-temannya ragu. Kyra tersenyum, mencoba menyemangati mereka semua. “Kita pasti bisa! Kita bisa membuat rekor kan?” Semua orang lantas tersenyum menatap Kyra, lalu mengangguk satu sama lain saling percaya bahwa mereka bisa. “Iya, Kyra benar. Kita harus membuat rekor.” “Baiklah! Semangat!!!” Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD