Chapter 15

974 Words
Surakarta, Pukul 10.00 pagi. Keesokan harinya. Dengan perasaan lega akhirnya Franklin tiba di kota Solo tepat waktu setelah menempuh perjalanan dari kota Jakarta menuju bandara Adi Soemarmo selama kurang lebih 1 jam 30 menit. Seperti sebelumnya, Aldi kembali mengemudikan mobil Franklin melintasi Jalan Adi Sucipto untuk menuju Apartemen Residence Solo selama kurang lebih 35 menit. "Oh iya, nanti singgah di Kedai kopi Van Java ya." ucap Franklin pelan setelah sejak tadi ia banyak berdiam diri. "Tempat teman Bapak waktu itu ya? Em, kalau nggak salah Anita?" "Iya." "Bapak mau ngopi?" "Mau cuci piring." Dan Aldi tertawa kecil. Ia menoleh kesamping menatap Franklin yang tetap santai dan datar setelah berbicara seperti tadi. Seharusnya ia sadar dan tidak perlu bertanya lagi kan kalau ke kedai kopi itu ngapain? Ponsel Franklin berdering. Ia pun menerima panggilan tersebut dan nama Mommy Ayesha terpampang di layarnya. "Asalamualaikum, Nak?" "Wa'alaikumussalam. Iya Mom?" "Bagaimana perjalananmu? Apakah kamu sudah sampai?" "Alhamdulillah sudah Mom." "Ini lagi dimana?" "Em, aku lagi di jalan Adi Sucipto." "Menuju apartemen kamu ya?" "Iya, Mommy sudah makan?" "Alhamdulillah sudah." "Alhamdulillah." "Sampai di Apartemen langsung makan kemudian istirahat ya. Mommy harap kamu bisa menjaga kesehatan Nak, sungguh Mom begitu mengkhawatirkanmu yang hidup mandiri di kota orang." Franklin tersenyum tipis. Mendengar hal itu rasa rindu pada Mommynya sudah begitu terasa. Padahal baru satu hari tidak bertemu. "Insya Allah, iya Mom. Aku akan mengingat hal itu." "Besok hari Senin. Jangan lupa malam ini sahur supaya besok bisa puasa Sunnah." "Iya Mom." "Apartemen kamu dekat Mesjid, kan?" "Em iya, sekitar 7 menit dari lokasi Apartemenku." "Alhamdulillah kalau begitu. Seorang pria itu lebih baik sholat 5 waktu di Mesjid." "Iya Mom, terima kasih sarannya." "Baiklah Mommy tutup dulu panggilan ini. Hindari keluar malam bila tidak ada kepentingan. Jauhi tempat-tempat yang tidak baik dan menjerumuskanmu ke dalam kemaksiatan." "Iya Mom." "Asalamualaikum." "Wa'alaikumussalam." Panggilan berakhir bertepatan saat mobil yang di kemudikan Aldi tiba di depan kedai kopi Van Java. Tempat ngopi yang pernah mereka kunjungi sebelumnya. Setelah itu Franklin dan Aldi pun segera memasuki kedai kopi tersebut. Kedai Kopi Van Java, pukul 10.30 siang. Kedai kopi yang baru saja buka setengah jam yang lalu membuat seorang wanita berusia 23 tahun dengan cepat menyapu debu dan pasir yang terlihat di lantai kedai. Tatapannya terhenti ketika kedua matanya menatap dua orang pria yang sedang berbicara di area smoking. Pria yang satunya berwajah tampan sementara pria satunya berwajah biasa saja. "Sha, jangan melamun. Nanti di tegur Kak Nita." Wanita yang melamun itu adalah Misha Azizah. Ia menoleh kearah temannya yang sedang berada didepan kasir bernama Zahra. Misha mengangguk dan segera menyelesaikan aktivitas menyapunya meskipun didalam kedai tersebut baru di datangi dua pengunjung dan keduanya menempati area smoking. Pintu kedai terbuka. Misha menoleh kearah pintu dan menatap Anita kemudian pemilik kedai Kopi tersebut menghampirinya. "Sha, kamu ke area smoking ya. Teman saya tadi mau nambah menu dessert. Tolong bawa buku menunya kesana." "Iya Kak." Misha segera menyelesaikan pekerjaannya. Setelah itu membawa buku menu dengan perasaan gugup. Ntah kenapa tiba-tiba wajahnya pucat sekaligus deg-degan. "Sebelumnya saya berterima kasih Pak, apalagi Bapak sampai menyediakan saya dan istri saya itu apartemen."  ucap Aldi dengan sopan Franklin mengangguk. "Sama-sama. Lagian tidak baik buatmu seorang diri dikota ini tanpa adanya istri." "Iya sih Pak ada benernya juga." "Sudah dimana istri kamu saat ini?" "Alhamdulillah sudah di Bandara Soekarno Hatta, Pak. Dia nggak sendiri kok kesini. Ada Ayah mertua saya yang temenin sekaligus bersilaturahmi sama keluarga disini." "Kamu punya keluarga disini?" "Iya Pak, saya-" Obrolan mereka tertunda begitu melihat Misha datang menghampiri keduanya. Franklin menatap Misha sesaat ketika dengan sopannya Misha menyodorkan buku menu. "Silahkan Kak." Franklin kembali memilih menu-menu dengan seksama. Tiba-tiba ia menginginkan roti bakar dengan siraman madu dan saus coklat yang di bandrol seharga Rp 13.000 "Mbak saya pesan-" Seketika Franklin menghentikan ucapannya. Ia tertegun melihat raut wajah wanita didepannya ini begitu pucat. "Mbak?" "Ha?" Misha berdeham. "Si-silahkan Kak. Kakak mau pesan apa?" Franklin mengerutkan dahinya. Kenapa wanita didepannya ini begitu grogi? Tak hanya itu, cara memegang pulpen dan catatan kecil di tangannya itu terlihat bergetar kecil. "Apakah semuanya baik-baik saja, Mbak?" sela Aldi melihat Misha. Misha mengangguk. "I-iya Kak, em maafkan saya. Saya-" "Saya pesan Roti bakar coklat ini. Tolong jangan banyak menteganya."ucap Franklin lagi. Misha segera mencatat pesanan Franklin tanpa banyak kata. Tak hanya itu, tanpa siapapun sadari tangan Mishasudah basah karena berkeringat. Suara ponsel berdering yang berasal dari Aldi terdengar. Aldi berdiri dengan sopan. "Maaf Pak, saya izin mau terima panggilan ini. Dari istri saya." "Silahkan." Aldi menjauh sementara Misha terlihat panik. Dan lagi, Franklin menatap Misha lagi. "Saya juga pesan kentang goreng. Tolong jangan diberi taburan garam." Misha hanya bisa mengangguk dengan kepanikannya karena sejak tadi pulpen yang ia pegang tiba-tiba tidak bisa digunakan karena tintanya tidak keluar. Tak hanya itu, bahkan ia pun belum mencatat menu pertama yang di pesan Franklin. "Dan saya perlu take away Mocca Frappe tidak pakai rum." Misha mengangguk lagi dengan perasaan semakin gelisah. Franklin menatap Misha dan bersedekap. "Semua yang saya butuhkan sudah jelas?" DEG! Misha syok. Ia meneguk ludahnya dengan gugup. Bahkan sekarang ia lupa semua pesan Franklin dari pertama hingga terakhir. "Em, Iya Kak. Saya.." Misha merasa tubuhnya lemas serta keringat dingin bercucuran di seluruh tubuhnya. Tiba-tiba Franklin berdiri. Secara refleks Misha memundurkan langkahnya. Franklin sedikit bergeser dari tempat ia berdiri namun saat itu juga Misha terkulai lemas hingga membuat Franklin dengan cepat segera merengkuh wanita itu sebelum terjatuh ke lantai bertepatan saat Aldi baru saja kembali setelah menerima panggilan dari istrinya. Aldi panik. "Ya Allah Pak!" "Bapak apain anak orang sampai pingsan begitu?" Franklin tidak menggubris Aldi karena ia malah menggendong tubuh Misha dan segera memasuki kedai tersebut. Ada apa dengan Misha ya ☹️☹️☹️ Makasih sudah baca dan menunggu cerita ini kembali update. Sehat selalu buat kalian. Makasih juga sudah menerka-nerka dan menyebutkan beberapa kandidat calon buat si santuy Jazzakallah Khairan With Love LiaRezaVahlefi
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD