Farah sudah memindahkan barangnya ke kamar Faiz, tapi tidak semuanya ia pindahkan. Karena ia berpikir, kepindahannya ke kamar Faiz, hanya sementara saat ada mertuanya saja.
Farah duduk di tepi tempat tidur Faiz yang besar, diusap pelan sprei yang menutupi kasur. Ia teringat dengan almarhumah istri Faiz, yang sudah menganggapnya seperti adik kandung sendiri.
Andai ia adik kandung sesungguhnya, maka pernikahan ini adalah pernikahan turun ranjang, tapi ini bukanlah pernikahan turun ranjang. Ia hanya seorang pengasuh anak, yang beruntung dinikahi oleh Ayah, dari anak-anak asuhannya.
'Beruntung? Benarkah aku beruntung? Beruntungkah seorang gadis, yang menikah karena perjodohan? Beruntungkah aku, menjadi wanita yang harus merelakan suaminya menikah lagi? Beruntungkah aku? Ya Allah, maafkan aku jika mempertanyakan apa yang sudah KAU takdirkan untukku, ampuni aku, berikan kesabaran, dan keikhlasan di hatiku, dalam menjalani takdir yang sudah KAU gariskan untukku' batin Farah berkecamuk, dalam keresahan.
Suara ponsel yang berbunyi mengagetkan lamunan Farah.
"Mas Faiz, hallo, Assalamualaikum, Mas."
"Walaikum salam, Farah."
"Ada apa Mas?"
"Farah, ada berkasku yang tertinggal, di dalam laci meja kerjaku, bisakah kamu mengantarkan ke kantorku?"
"Sekarang?"
"Iya, bisakan?"
"Oh, iya bisa Mas, tapi sebentar." Farah membuka laci meja kerja Faiz.
"Banyak berkas di sini? Yang mana ya Mas?"
"Yang mapnya warna merah, ada tulisan proyek J & J GROUP."
"Oh iya, sudah ketemu, Mas."
"Bisakan kamu antar sekarang?"
"Iya, bisa Mas."
"Baiklah, terimakasih Farah, Assalamualaikum."
"Walaikum salam." Farah segera mengambil jaket, dan tasnya. Dimasukan map ke dalam tasnya yang cukup besar. Diambil kunci motor dari dalam laci lemari kecil di ruang tengah.
Farah mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, cuaca pagi yang cerah, sayangnya ternodai oleh kebisingan lalu lintas di jalan yang ia lalui.
Meskipun ini pertama kalinya ia ke kantor Faiz, tapi ia tahu di mana kantor Faiz berada.
Sesampainya di kantor Faiz, Farah menelpon Faiz, dan Faiz memintanya segera masuk ke dalam ruangannya.
Di dalam ruangan, Faiz tengah berbicara dengan sekretaris, dan beberapa staffnya.
"Assalamualaikum," Farah memberi salam dengan suara lembutnya.
"Walaikumsalam, Farah, masuklah!"
Farah melangkah memasuki ruangan kantor Faiz.
"Ini berkasnya, Mas." Farah meletakan map merah itu, ke atas meja kerja Faiz.
"Terimakasih Farah, mau duduk dulu atau langsung pulang?" Tanya Faiz, Faiz sepertinya tidak berniat memperkenalkan Farah sebagai istrinya, kepada sekretaris, dan staffnya. Tapi bagi Farah itu bukanlah suatu masalah, walaupun terkesan Faiz tidak mau mengakui ia sebagai istrinya.
"Saya langsung pulang saja, Mas, permisi Assalamualaikum," pamit Farah.
"Walaikum salam," sahut semua yang ada di dalam ruangan kantor Faiz.
--
Faiz pulang ke rumah setelah lewat jam 8 malam.
Farah membukakan pintu untuk Faiz.
"Mas ingin saya siapkan makan malam sekarang?"
"Tidak Farah terimakasih, aku sudah makan," jawab Faiz sambil melangkah masuk ke dalam kamarnya.
"Mas ingin minum sesuatu?"
"Boleh, bawakan aku teh hangat ke kamarku"
"Baik Mas"
"Oh ya, barangmu sudah dipindahkan ke dalam kamarku?"
"Sudah Mas, tapi hanya sebagian saja."
"Kenapa?"
"Saya cuma sementara ada Ayah, dan Ibu saja, tidur di kamar Mas. Setelah mereka kembali, saya akan tidur di kamar saya lagi."
"Ehmm ... kamu benar juga, aku ingin mandi dulu." Faiz masuk ke dalam kamarnya, dan Farah menuju dapur untuk membuatkan Faiz minum.
Tidak ada niat sedikitpun di dalam hati Farah, untuk menceritakan kedatangan Deasy tadi pagi pada Faiz. Bagi Farah, cukup adil jika Deasy mendapatkan cinta Faiz, dan ia mendapatkan cinta putra putri Faiz. Teringat Faridh, dan Farida, membuat Farah merasakan kerinduan yang luar biasa.
Selama ini mereka selalu bersama, tidurpun bertiga, anak-anak itu sudah jadi segalanya bagi dirinya.
Farah hanya berharap, Deasy tidak berniat merebut kasih sayang anak-anak darinya. Karena hal itu akan lebih menyakitkan, dari pada saat Faiz meminta ijin untuk menikah lagi. Ijin yang hanya sebagai basa basi, karena Farah yakin, diijinkan atau tidak, pasti Faiz akan tetap menikahi Deasy.
Karena melamun, tangan Farah sampai ketumpahan air panas, untuk membuat teh.
"Awww!" Farah terpekik tertahan.
'Astaghfirullah al adzim, kenapa aku berpikiran buruk tentang orang lain, sadar Farah! Jangan kotori hati, dan pikiranmu dengan hal-hal buruk. Fokus saja pada dirimu, dan anak-anakmu, abaikan saja apapun yang dilakukan Faiz, dan Deasy, selama itu tidak mengganggu kenyamanan anak-anakmu' batin Farah mengingatkannya.
Farah menyusut air mata yang sempat menggenang di pipinya.
'Kamu harus kuat Farah, demi melaksanakan amanah almarhumah Ibunya anak-anak Faiz, kuat dan semangat!'
Farah mencoba memotivasi dirinya sendiri, agar tetap kuat demi anak-anak ya ia sayangi, Faridh, dan Farida.
***BERSAMBUNG***