"Anda mau memakai mobil ini, Tuan?" tunjuk Pak Jono pada jaguar milik Juan yang sudah selesai dia bersihkan.
"Tidak, Pak. Bisa ketahuan nanti identitasku kalau pakai mobil itu. Pakai mobil ini saja," jawab Juan sambil mengambil kunci mobil avansa yang baru saja dia beli untuk mahar Lucy.
Jono hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan majikannya. "Tuan, mah ada-ada saja. Dimana-mana, orang lebih suka menunjukkan kalau dia kaya. Kenapa malah disembunyikan?"
Juan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Senyum bahagia selalu tersungging di wajahnya. Beberapa saat lagi, dia akan memiliki wanita yang telah menjadi pujaannya sejak dia duduk di bangku kuliah.
Lampu traffic light sudah berubah menjadi kuning, tak ingin terkena lampu merah, Juan pun menambah kecepatan mobilnya. Tiba-tiba, ada sebuah truk besar yang menghantam mobilnya dari arah sebelah kiri.
Bruaaak
Mobil Juan pun terguling-guling hingga menabrak pembatas jalan dan akhirnya berhenti dengan posisi terbalik.
"Lucy." Hanya itulah kata yang terus dia ucapkan setelah kepalanya membentur setir mobilnya.
Darah terus merembes dari kepalanya hingga membuat jas putih yang dia kenakan berubah warna. Bau bensin sudah mulai tercium. Sepertinya, mobil ini akan segera meledak.
Kesadarannya sudah hampir hilang, tapi, dia teringat kalau dia harus menikah dengan Lucy. Lelaki tampan itu pun berusaha sekuat tenaga keluar dari mobil. Dia tidak boleh meninggal sebelum menikah dengan Lucy, gadis pujaannya.
Beberapa orang pun berniat membantu Juan keluar dari mobil. Namun sayang, benturan yang keras itu menimbulkan percikan api, saluran tangki pun bocor dan langsung menyulut api hingga akhirnya mobil itu pun meledak.
Duar
"Bos, target telah selesai dieksekusi." Sopir truk itu melapor pada majikannya.
Senyum licik terbit di bibir wanita paruh baya itu. "Kerja bagus! Uang untukmu akan segera aku transfer."
"Terima kasih, Bos!"
Telepon pun dimatikan. Lucy masih menatap tajam ke arah Hera dan Ryan saat dia mendengar kedua orang itu saling berbisik. Meski tak terdengar jelas, dia yakin ada sesuatu yang mereka sembunyikan.
Berbagai pikiran buruk tentang Hera menyelimuti pikirannya, tapi sebelum dia berkata, teleponnya berdering. Panggilan dari Juan membuat kekhawatirannya terhadap calon suaminya berkurang.
“Juan! Kamu dimana? Kenapa sampai sekarang belum juga datang?” cecar Lucy tanpa memberi Juan waktu untuk bicara.
Akan tetapi, "Maaf Nyonya. Kami dari kepolisian ingin mengabarkan kalau saudara Juan telah mengalami kecelakaan. Mobilnya menghantam truk saat dia akan menerobos lampu merah dan terguling di jalanan. Kami harap, Nyonya segera datang ke rumah sakit." Suara tegas seorang pria membuat Lucy melepaskan gawai yang dia pegang tadi.
"Tidak ... ini tidak mungkin."
Jantung Lucy seolah berhenti berdetak mendengar Juan mengalami kecelakaan. Kepalanya terasa berputar. Dia tak menyangka, nasibnya begitu buruk. Sudah diselingkuhi, dan sekarang mau menikah juga, calon suaminya mengalami kecelakaan.
"Apa yang terjadi?" tanya Hera pura-pura khawatir dengan keadaan putri tirinya.
"Juan, dia mengalami kecelakaan, dan sekarang, dia ada di rumah sakit," jawab Lucy dengan terbata.
“Ayo kita segera ke rumah sakit, kita ajak aja penghulu sekalian. Barangkali, Juan selamat dan kalian masih bisa menikah.” Ucapan Hera menyadarkan Lucy. Apa yang dikatakan oleh ibu tirinya benar.
"Ayo Pak, kita ke rumah sakit sekarang!" ajak Lucy. Wanita itu langsung menggeret lelaki paruh baya itu tanpa peduli penolakan dari lelaki itu.
Ryan memandang sang mama. "Kenapa Mama nyuruh dia ke rumah sakit bawa penghulu? Kalau lelaki itu masih hidup, bisa-bisa, gagal rencana kita," bisiknya.
Hera tersenyum tipis. "Kamu tenang saja sayang, itu tidak akan terjadi!"
Sepanjang perjalanan, hati Lucy merasa tak tenang. Entah mengapa, dia takut Juan kenapa-napa? Padahal diantara mereka tidak ada rasa saling suka. Seandainya, Lucy tidak mengadakan sayembara, Juan tidak akan meengennnnnaalnnyyaa ddan dia tidak akan mengalami kecelakaan. Lucy jadi merasa bersalah pada lelaki itu.
Lucy sudah tiba di rumah sakit, mereka pun segera menuju ke ruang UGD. Hatinya seolah teriris saat melihat Juan yang terbaring disana dengan tubuh yang penuh dengan luka.
Lucy pun segera bertanya pada dokter yang merawat Juan. "Bagaimana keadaan calon suami saya, Dok?"
Dokter itu membuka kacamatanya. "Lukanya cukup serius. Ada penggumpalan darah di kepalanya. Dan kamu harus segera mengoperasinya," jawab dokter itu.
"Lakukan yang terbaik, Dok," sahut Lucy.
Dokter itu pun mengangguk kemudian membawa Juan ke ruang operasi. Lucy pun meminta penghulu untuk meninggalkannya dan meminta maaf pada lelaki paruh baya itu.
"Tidak perlu meminta maaf, Nona. Ini sudah menjadi kewajiban saya. Jika memang calon suami Nyonya sudah sembuh, Nona bisa memanggil saya kembali untuk melakukan akad nikah," sahut lelaki paruh baya itu.
"Terima kasih Pak, saya akan memamnggil Bapak jika sudah waktunya. Doakan saja, calon suami saya cepat sembuh, supaya saya bisa segera melangsungkan pernikahan saya," ucap Lucy sambil membungkukkan badannya.
Setelah penghulu itu pergi, Lucy pun duduk di depan ruang operasi. Gelisah menunggu operasi Juan membuat Lucy tak bisa duduk tenang. Wanita itu memilih mondar-mandir untuk menghilangkan resah di hatinya.
Hera dan Ryan tersenyum puas saat ini. Mereka berharap, Juan tidak akan selamat. Hingga warisan itu akan jatuh ke tangannya.
Beberapa saat kemudian, datang beberapa orang yang tak Lucy kenal mengaku kerabat dari Juan. Lucy sendiri tidak tahu, siapa saja keluarga Juan. Bahkan ibunya pun tak terlihat. Padahal, putranya mengalami kecelakaan, harusnya, dia berada disini bukan?
Hal ini memuat Lucy semakin bingung. Siapa sebenarnya Juan? Apa dia memang tidak memiliki keluarga? Atau, ibu yang dia bilang itu adalah ibu tiri sama seperti dia yang tidak memiliki siapapun.
Hera pun berdiri di samping Lucy. "Tenang, jangan khawatir. Juan pasti selamat," ucapnya.
"Aku harap juga begitu Ma," sahut Lucy.
"Namun, seandainya Juan tidak selamat, aku bersedia menjadi penggantinya," timpal Paman Tono dengan senyum mesumnya.
Lucy bergidik ngeri mendengarnya. Namun, ada sesuatu yang membuat Lucy heran. "Kenapa Mama Hera begitu perhatian padanya. Bukankah ini yang dia inginkan? Pernikahanku gagal, dan Ryan menjadi ahli warisnya," batin Lucy.`
Setelah empat jam lamanya, dokter pun keluar dari ruang operasi. Lucy segera berdiri dan memberondong dokter itu berbagai pertanyaan tentang keadaan Juan.
Sebelum menjawab, dokter itu menghela nafas panjang. “Operasinya memang berhasil, tapi kondisinya masih belum stabil. Kita berharap, dia bisa melewati ini semua. Kita lihat perkembangannya selama beberapa hari ke depan."
"Terima kasih, Dok," sahut Lucy dengan perasaan lega.
Sementara itu, Hera dan Ryan mengepalkan tangannya. "Ini tidak bisa dibiarkan. Aku pastikan, kamu tidak akan bisa bertahan lama."
Apa yang akan dilakukan oelh Hera dan Ryan?