Kesepakatan

2397 Words
    Riri masih terlelap, terlentang ditengah-tengah kasur yang terlihat berantakan karena sisa-sisa pergulatan malam tadi. Wajah Riri tampak sangat kelelahan dan sembab. Hidungnya masih terlihat merah, sedangkan pipi dan bibirnya terlihat pucat. Selimut tebal berwarna biru laut menyelimutinya hingga sebatas leher, menutupi jejak-jejak yang ditinggalkan oleh pria-pria yang berstatus sebagai suaminya.     Sedangkan suami-suami Riri sudah berpakaian rapi, santai karena seharian ini mereka cuti dari pekerjaan masing-masing. Mereka masih berada dikamar itu, kamar yang kedepannya akan ditempati oleh Riri dan mereka. Senyum semringah terlihat disetiap wajah kembar Dawson, kecuali Farrell yang masih setia memasang wajah datarnya. Ia nampak tenang duduk disebuah sofa single dipojok kamar, matanya menatap kearah jendela.     Bri nampak duduk di samping Riri, ia bersila dan mulai memainkan rambut hitam Riri yang terhampar diatas bantal bersarung biru. Menggulung rambut Riri dijari telunjuknya lalu melepasnya kembali. Bri tampak asik sendiri dengan dunianya, Riri. Ya kini Riri telah menjadi pusat dunia dari kembar Dawson.     Fathan tampak tak mau kalah, ia beranjak naik ke ranjang dan mulai menciumi leher Riri dan menghisapnya di sana-sini. Riri bergumam karena tidurnya terganggu.     "Jangan ganggu tidurnya!" perintah Farrell menghentikan gerakan Hugo yang sudah akan beranjak menuju ranjang. Hugo cemberut dan kembali ketempat duduknya, kembali membaca buku miliknya namun matanya sesekali melirik Riri yang masih terpejam. Riri kini lebih menarik dari pada buku bacaan dewasa miliknya.     Bri dan Fathan juga menghentikan kegiatan mereka, takut jika Riri akan benar-benar terganggu oleh kegiatan mereka. Tapi terlambat, Riri telah terbangun. Riri mencoba membuka matanya tetapi sulit, kelopak matanya terasa melekat lengket karena kotoran matanya sendiri. Fathan yang mengerti keadaan Riri, langsung mengusap-usap pelan kelopak mata Riri, membantu membersihkan kotoran yang mengganggunya. Riri bergumam.     "Sudah! Selamat pagi cantik!" Fathan berseru setelah menyelesaikan tugasnya. Riri berkedip lucu. Baru saja ia akan menjawab, tapi ingatan tentang tadi malam menghantam kepalanya.     Tadi malam Riri merasa dilecehkan. Ia digilir bagaikan wanita yang tak memiliki harga diri. Riri merasa diperlakukan seperti binatang oleh kembar Dawson. Bahu Riri mulai bergetar, lalu isak tangis pilu Riri mulai terdengar memenuhi ruangan besar itu. Kedua telapak tangan mungil Riri terangkat untuk menangkup wajahnya sendiri, Riri terguncang. Riri menangis sesenggukan, membuat para Dawson mengelilinginya.     "Ada apa?" Tanya Farrell.     "Kenapa kaumenangis sayang?" Bri menimpali. Tapi tak ada satu pun yang dijawab Riri, ia masih larut dalam lukanya.     "Apa masih sakit?" Hugo bertanya pelan dan mulai menarik selimut yang menutupi tubuh Riri.     Riri sontak menahan selimut itu dengan kedua tangannya yang semula ia gunakan untuk menutupi wajahnya. Ia menggeleng dengan panik, air matanya semakin deras mengucur. Hugo tak peduli dan kembali menghentakkan tangannya hingga tubuh Riri yang tak dibalut sehelai benang pun terpampang dengan jelas. Kulit putih Riri dipenuhi dengan noda keunguan hasil karya seni mereka semalam. Tapi bukan itu yang menarik perhatian para kembar Dawson.     Noda merah gelap yang berada di bawah paha Riri tampak terlalu banyak dari yang seharusnya. Itu seharusnya noda darah dari penetrasi pertama kali yang ia dapatkan dan tak seharusnya sebanyak itu. Mata kembar Dawson mengamati Riri yang mulai memegang perut bagian bawahnya. Ia menangis dengan suara yang keras dan pilu.     "Hiks sakit, sakit." Riri mulai meringkuk menghadap Bri, ia mengabaikan kondisinya yang masih telanjang, pikirannya fokus pada rasa sakit yang menderanya. Bri langsung menggenggam salah satu tangan Riri, dan dibalas remasan kuat oleh Riri.     "Hiks sakit." Kembar Dawson masih dalam keadaan terkejut, apalagi ketika noda merah gelap itu semakin banyak saja dari waktu ke waktu. Tapi Farrell lebih dulu tersadar dan meraih ponselnya. Ia menelepon dokter keluarganya.     "Sttt tenang Riri, tahan sebentar. Dokter akan segera datang." Fathan mengelus lembut kepala Riri.     "Riri lihat aku! Kaubisa memukulku, untuk melepaskan rasa sakitmu." Hugo membelai kaki Riri yang tertekuk. Riri menggeleng lemah, ia menggigit bibirnya keras. Ia memang marah dengan kembar Dawson yang kini telah berstatus sebagai suaminya itu, tapi ini bukan saatnya untuk melakukan pembalasan dendam.     Kembar Dawson merasa bersalah, mereka mengira bahwa keadaan Riri yang seperti ini karena dipaksa melayani mereka berempat semalam. Riri harus berkali-kali mendapatkan penetrasi dari mereka yang memang memiliki ukuran diatas rata-rata pria dewasa lainnya. Dan itu adalah pengalaman pertama bagi Riri. Setelah beberapa saat dokter yang mereka tunggu datang, tentunya harus dokter perempuan karena akan memeriksa istri mereka.     Riri sudah kehilangan kesadaran beberapa menit yang lalu, Fathan segera membenarkan posisi tidur Riri agar kembali terlentang dan selimut yang menutupi tubuh polosnya.     Dokter itu mendekat dan mulai memeriksa keadaan Riri. Matanya terpejam ketika ia telah memeriksa Riri, ia tampak menahan marah, tangannya bergerak mengangkat sedikit selimut lalu kembali meletakkannya. Matanya langsung melirik tajam pada setiap wajah kembar Dawson, tak mengindahkan ekspresi khawatir di sana.     "Perintahkan pelayan kalian untuk membersihkan tubuh gadis ini, dan pakaikan baju yang hangat karena cuaca makin dingin." Perintah dokter itu. Ia kemudian menyuntikan sebuah obat, dan membereskan peralatannya.     "Dan aku butuh bicara dengan kalian." Dokter wanita itu beranjak keluar dan diikuti oleh kembar Dawson. Hugo sebelumnya memerintahkan Fany selaku pelayan pribadi Riri untuk membersihkan dan menjaga Riri.         "Kalian gila!!!" Pekik wanita berjas dokter itu. Ia duduk dengan tegak bersama para kembar Dawson di ruang keluarga kediaman kembar Dawson.     "Aish kautidak perlu berteriak seperti itu Ikra." Jawab Fathan sembari mengorek telinganya.     "Kenapa kalian menikahi bocah dibawah umur, dan lagi kenapa kalian menidurinya?" suaranya naik beberapa oktaf.     "Jaga suaramu Kra. Bagaimana keadaan istri kami?" Farrell bertanya datar, ujung lidahnya terasa aneh ketika menyebut Riri sebagai istrinya.     "Karena kalian bodoh, ia mengalami sedikit pendarahan ketika kalian menidurinya. Tapi itu tak apa, hanya akan meninggalkan sakit untuk beberapa hari," ucap Ikra dengan bersedekap.     "Tapi dia berdarah banyak tadi," ucap Hugo.     "Dan dia tampak sangat kesakitan," tambah Bri.     "Itu lagi-lagi karena kalian bodoh dan gila. Apakah kalian tidak berpikir?! Kalian meniduri anak kecil! Ya Tuhan anak kecil! Yang bahkan belum pernah mengalami menstruasi," pekik Ikra, dan membuat keempat Dawson tersedak ludah mereka.     Apa?! Riri belum pernah mengalami menstruasi!!        Wajah horror keempat Dawson menunjukan apa yang sedang mereka pikirkan, Ikra memutar bola matanya jengah.     "Ya, dan tadi ia mengalami siklus menstruasinya yang pertama. Dan untuk rasa sakitnya, mungkin ia syok dengan rasa sakit yang baru pertama kali ia rasakan. Itu hal yang wajar, karena ia baru mengalami menstruasi diumurnya yang sekarang. Tunggu dulu, berapa umurnya?" tanya Ikra tajam.     "16 tahun, akan menginjak 17 tahun beberapa bulan kedepan." Jawab Farrell.     "Astaga. Kalian benar-benar menikahi anak kecil," gumam Ikra tak percaya. "Dia tak apa, tenang saja. Rasa sakitnya wajar. Tapi jika nanti dia sampai pingsan atau yang lainnya. Segera telfon aku lagi. Aku tidak memberi obat pereda nyeri untuknya, karena dia masih dibawah umur itu mungkin akan mempengaruhinya. Jadi aku memilih tidak memberikan obat itu," jelas Ikra lalu diangguki oleh kembar Dawson.     "Lalu? Apakah Paman dan bibi sudah tahu?" tanya Ikra, ia tampak sudah lebih santai. Ia duduk menyandarkan punggungnya yang terasa tegang disandaran sofa empuk.     "Mereka sudah tahu" jawab Bri.     "Ah mungkin jika kami tidak memberi tahu mereka? kami akan mati dihajar Mom," lanjut Fathan.     "Mereka tahu bagaimana kondisi menantu mereka?" tanya Ikra dengan wajah penuh selidik.     "Maksudmu?" tanya Hugo yang tampak tersinggung. Ikra memutar bola matanya jengah. Ia bersedekap, lelah rasanya harus menghadapi kembar Dawson ini. Mereka jenius tapi tampak seperti i***t.     "Yang kumaksud, apakah mereka tahu kalau istri kalian masih dibawah umur?"     "Mereka tahu. Tapi mereka belum sempat bertemu. Karena kedatangan mereka ke sini, tentunya akan menarik perhatian yang tak perlu. Apalagi keberadaan Riri dan statusnya sekarang masih dirahasiakan," jelas Farrell.     "Baiklah. Kembar Dawson dan misterinya tidak akan terpisahkan bukan?" Ikra menatap setiap pria dihadapannya yang dengan kurang ajarnya memasang senyum miring yang sama. Cih! Dasar kembar.     "Okay, aku hanya mengingatkan jangan terlalu berlebihan dengan dia. Aku tahu kalian memang menunggunya sedari lama. Tapi ingat, ia masih kecil. Jadi bersikaplah dengan selayaknya." Ikra berdiri dan merapihkan jas dokternya. "Aku pergi. Ingat telfon aku juga ada yang aneh dengannya." Lalu melenggang pergi tak menunggu jawaban dari kembar Dawson.   ***       Sudah empat hari dari kejadian Riri yang kehilangan kesadaran karena mengalami sakit yang berlebihan dampak dari menstruasi pertamanya. Kini Riri sudah bisa berjalan dan beraktifitas seperti biasanya.     Sedangkan dalam kurun waktu empat hari itu suami-suaminya bergiliran menjaga Riri. Riri sih tampak tidak peduli dengan kehadiran mereka, apalagi pada Farrell yang tampak sama sekali tidak bersalah. Padahal pada malam itu, Riri yang dikungkung di bawah tubuh Farrell telah berderai air mata meminta agar Farrell berhenti membuatnya merasa sakit di bagian bawah tubuhnya. Tapi Farrell bahkan tak peduli.        Hari ini bagian Fathan yang menjaganya. Sebenarnya setiap hari kembar Dawson berada di mansion, tapi setiap harinya, hanya akan ada satu dari mereka yang bertugas mengikuti Riri kemana pun. Riri sudah berusaha tak menghiraukan keberadaan mereka, dan menganggap angin lalu permohonan maaf yang mereka ucapkan. Tapi mereka dengan gigihnya tetap saja mengikuti Riri bagai anak ayam.     Riri mengembuskan napasnya lelah. Kakinya terasa pegal telah berjalan lama. Ada kegiatan baru untuk Riri setelah statusnya telah berubah menjadi isteri kembar Dawson, menjelajahi setiap inci kediaman suami-suaminya ini.     Mengingat statusnya, Riri kembali merengut. Ia mendudukkan diri dihamparan rumput hijau yang terasa hangat dibawah kaki telanjangnya. Bukankah pernikahan ini tidak sah? Pikir Riri. Ia memang tidak lagi bersekolah setelah lulus sekolah menengah pertama, tapi ia tak sebodoh itu. Setahunya hanya pria yang boleh menikahi perempuan lebih dari satu, tapi perempuan tidak. Seingatnya, Riri dulu tak pernah mendengar kabar bahwa ada perempuan yang bersuami banyak.     Entahlah, Riri pusing.     "Jangan terlalu keras berpikirnya. Nanti kau pusing," bisik Fathan di samping Riri. Riri tanpa sadar menoleh pada Fathan. Riri langsung membuang muka, ketika ingat misi untuk tak mempedulikan kembar Dawson. Fathan terkekeh dan mengusap lembut pucuk kepala Riri. Merasa gemas dengan tingkah istri mungilnya yang sedang merajuk ini.       "Ayo ke dalam, matahari mulai terik." Fathan meraih tangan Riri, tapi langsung ditepis kasar oleh Riri. Ia langsung berdiri dan berlari meninggalkan Fathan. Riri berlari tanpa alas kaki, Fathan berteriak agar Riri memakai sepatunya yang kini digenggam oleh Fathan. Riri tak peduli. Ia hanya ingin pergi menjauh dari para kembar bersaudara yang menyebalkan ini.     Tapi sepertinya Riri memang sangat sial. Entah dari mana, ada tanaman rambat berduri yang terinjak oleh Riri. Ia terjatuh, tersungkur dengan dagu yang membentur keras lantai marmer sebagai pembatas Padang rumput dan teras samping mansion.     Riri mengaduh keras. Ia terduduk dan mengelus dagunya. Matanya mulai mengabur. Sakit. Tapi Riri menahan tangisnya sekuat tenaga, ketika melihat Fathan dan kembarannya yang lain berlarian dari berbagai arah mendekati Riri.     "Sudah kubilang jangan berlari!" Fathan tampak sangat marah.     "Apakah sakit?" Bri berjongkok dan mengecek dagu Riri, Riri memalingkan wajahnya tak suka. Tapi Bri meraih pipi Riri lembut.     "Kaumenginjak tanaman berduri." Hugo memegang kaki Riri yang terasa sakit dan perih.     "Shhh." Riri mendesis ketika dagu dan kakinya disentuh secara bersamaan. Matanya semakin mengabur menahan tangis.     "Sudah cukup. Minggir!" Farrell yang sedari tadi berdiam diri kini berjongkok dan mengangkat tubuh Riri. Seketika Riri menangis keras setelah tubuhnya melayang dalam gendongan Farrell.     "Shhhh jangan menangis. Kita obati sebentar lagi. Nanti sakitnya akan hilang." Bri menenangkan sembari mengelus dan menggenggam tangan kanan Riri. Bukannya tenang, Riri malah semakin menangis histeris. Farrell sendiri tampak tak peduli.     Setibanya dikamar mereka yang berada di lantai empat mansion. Riri langsung didudukkan di sofa putih didekat tempat baca. Fany dan Hendrik segera datang membawa kotak obat, handuk halus dan dua mangkuk air suam-suam kuku.     Kaki Riri langsung diangkat dan diletakkan di paha Fathan. Wajah Fathan masih tertekuk marah, sedangkan Riri masih saja menangis sesenggukan. Hugo mencelupkan handuk kedalam mangkuk air ditangannya, memeras dan memberikannya pada Farrell. Farrell mengelap wajah Riri yang sembab dan membersihkan lebam di dagunya.     Sedangkan Bri membantu Fathan. Fathan mencabuti duri yang masih menancap di telapak kaki kecil Riri. Riri mengerang ketika duri itu dicabut dengan sekali sentakan, dan tangisnya kembali mengencang. Bri segera memberikan handuk yang telah ia basahi pada Fathan. Dengan telaten kembar Dawson merawat istri mungil mereka yang tampak sangat kacau. Farrell selesai mengobati dagu Riri, dan Fathan selesai membalut kaki Riri dengan perban.     "Kita perlu bicara." Farrell berdiri dan duduk di sofa yang berada dihadapan sofa yang  diduduki Riri. Diikuti yang lain, mereka duduk di sofa yang lain, berhadapan dengan Riri.     Hugo tampak iba dengan Riri yang kesusahan dengan ingusnya yang tampak terus meleleh keluar dari hidungnya. Ia beranjak dan memegang tengkuk Riri, dan membekap hidung Riri dengan tisu. Riri tanpa sadar langsung berusaha membuang ingusnya pada tisu yang dipegang Hugo. Setelah selesai Hugo duduk di tempatnya sendiri, sedangkan wajah Riri memerah karena malu.     "Jangan bersikap seperti ini lagi," ucap Farrell. "Kausudah berstatus sebagai istri kami. Kau harus menerimanya," lanjutnya.     "Tapi ini enggak legal! Mana mungkin aku menikah dengan empat pria!! Itu gak ada dari sananya!!" Riri memekik dengan logat negara asalnya, suara seraknya tampak sangat menyedihkan.     "Jaga suaramu Riri!" Farrell menyentak karena Riri meninggikan suara di hadapannya.     "Riri sayang, pernikahan kita legal. Aku pengacara dan aku mengerti hukum lebih dari siapapun disini." Bri tersenyum menenangkan. Riri mendengus, menganggap senyuman itu sebagai ejekan baginya.     "Dan kauharus menerima statusmu sekarang Riri. Karena kauyang memilih jalan ini, kau tak mau bukan kakakmu dihukum?" tanya Fathan. Riri seketika menggeleng cepat, dengan mata membulat. Membuat kembar Dawson mau tak mau tampak sangat gemas, sekarang mereka tengah menahan diri agar tak segara mencubit dan menciumi Riri.     "Maka kauharus mengakui kami sebagai suamimu. Karena kami melakukan ini untuk melindumuu" ucap Hugo setelah melihat tanggapan Riri.     "Dan lakukan kewajiban sebagai seorang istri pada suami mu. Dan suamimu adalah kami berempat," tambah Farrell.     Riri bingung. "Tapi kenapa harus dengan kalian berempat, kenapa tidak dengan salah satunya saja? Itu mungkin terlihat lebih beradab."     "Karena kami adalah satu Riri," jawab Bri ambigu.     "Kami berempat kembar. Terbentuk dari satu s****a dan satu embrio yang sama. Kami tidak bisa dipisahkan, karena diciptakan untuk menjadi satu. Maka karena itu kau harus menikahi kami semua," Farrell menambahkan ketika Riri terlihat bingung. Tapi bukannya mengerti Riri malah tambah bingung.     "Semuanya akan jelas pada waktunya Riri," ucap Fathan.     "Enggak!! Kalian curang, kenapa Riri harus terlibat kalau Riri sendiri gak tau apa-apa disini!! Jelasin sekarang juga, atau Riri gak akan pernah mau ngakuin kalian sebagai suami Riri dan Riri gak akan pernah bersikap sebagai seorang istri yang baik," ancam Riri.     "Sudah pintar mengancam rupanya," desis Farrell geram, sembari menatap Riri tajam. Riri merinding, tapi tetap berusaha menatap tepat pada mata Farrell walaupun manik matanya teras bergetar.     "Baik kita buat kesepakatan. Dalam 4 bulan, lakukan tugasmu sebagai istri yang baik dan belajarlah dengan giat. Jika kaumelakukannya dengan baik, maka setelahnya kauakan mendapatkan semua kebenaran yang kaumau,” tawar Farrell dengan senyuman culas dan tangan yang bersedekap.     Tawaran yang menarik, Riri tak menyadari senyuman Farrell dan ia mengangguk menyetujuinya tanpa berpikir panjang. Mengundang senyum iblis disetiap bibir kembar Dawson.     Ini surga dunia bagi kembar Dawson. Dan neraka bagi Riri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD