15

1615 Words
"Apa ibuku penyihir?" batin Aeris "Berarti mustahil kalau penyihir lahir dari dua manusia biasa?" tanya Aeris lagi "Emangnya kau pernah lihat manusia biasa lahirin penyihir?" tanya Marth lagi "Ada, makanya aku bingung" Marth yang mendengar itu tadinya mau menjawab kalau hal itu mustahil namun ketika Aeris mengatakan bahwa ia pernah menyaksikan kejadian langka itu kini ia terhenyak dan bingung. "Berarti.... kau benar benar melihat penyihirr yang lahir dari dua manusia biasa? dimana kau lihat?" "Yah dia juga tinggal dikota ini, dia gak sadar dia penyihir tapi aku tahu kadang dia bingung sama kejadian aneh yang dia lihat dan. kadang dia juga buat keanehan gitu" "Wow..... aku harus bertemu dengannya" jelas marth antusias "kenapa?" "Karena bisa saja sihirnya meluap saat dia emosi atau dikarenakan hal lain, kalau itu terjadi dia bakalan dalam bahaya karena kaum kita akan menganggap dia melakukan tindakan yang ingin membocorkan rahasia dunia immortal, hukumannya sanghat berat" mendengar itu Aeris kini benar benar benar sudah meyakini dia memang menjadi salah satu mahkluk seperti Marth. dia tidak ingin menyangkalnya lagi namun ia justru bingung harus melakukan apa pada jati dirinya yang baru sekarang. "Hemm. aku gak tahu dia tinggal dimana sekarang, aku cuman pernah satu SMA sama dia" Ucap Aeris dengan senyum menyengirnya "Hmm.... mungkin salah satu dari orang tuanya memiliki keturunan penyihir, entah itu dari kakek neneknya, itu masih garis keturunan kan" ucap Marth beranjak ppergi keruangan belakang meninggalkan Aeris sendirian, ketika ditinggalkan oleh Marth, Aeris hanya diam menatap sekiat, ia mengambil beberapa buku yang sudah ia baca dan mengangkatnya untuk diletakkan diatas meja Marth agar laki laki itu yang mengembalikan buku itu ke tempatnya kembali Ketika buku itu ia letakkan diatas meja Marth, Aeris bergumam sebentar "Perempuan semalam itu Vampire dan dia punya aura dingin kayak Lawson, berarti.... Lawson Vampire?" gumam Aeris, ia mengingat ketika mereka berada diruang lab dan membedah seekor kelinci, laki laki itu terlihat baik baik saja saat melihat darah, kemudian ia mengingat saat ia diserang laki laki bermata merah "ASTAGA" ucap Aeris terkejut, ia baru menyadari kalau malam itu dia bukannya terancam dilecehkan oleh laki laki bermata merah melainkan akan menjadi mangsanya. Laki laki mendekatkan wajahnya keleher Aeris karena ingin menghisap darahnya langsung dari aliran darah segarnya "Ouwhh. gue merinding" ucap Aeris bergidik ngeri "Kau kenapa?" ucap Marth yang datang kembali "Gak papa, Aku keingat pernah hamper dimangsa Vampire dekat rumah" "Hahaha wajar aja, beberapa Vampire suka darah penyihir, tapi tidak untuk penyihir tua sepertiku" "Kenapa begitu?" "Katanya memorinya dan sensasinya lebih enak" Mendengar kalimat itu saja sudah membuat Aeris memasang ekspresi jijiknya, ia tidak terlalu paham mengenai memori dan sensi yang Marth maksudkan, namun ia yakin Marth juga hanya mengulang kalimat para vampire itu tanpa tahu arti aslinya. "Udah malam, aku pulang dulu" ucap Aeris "Yah, kau sudah puas membaca?" "Belum, lain kali aku akan datang lagi" "Besok?" "gak, aku ke kampus" "Hadeh. Umurmu berapa? kenapa kalian yang fisiknya masih muda milih untuk menjalani hidup kayak manusia sih, padahal kalian udah hidup lama" ucap Marth geleng kepala "aku 19 tahun" "yah fisikmu memang 19 tahun" ucap Marth malas dan dengan nada mengejek "Aku serius tahu, aku 19 tahun. baru hidup 19 tahun!" ucap Aeris dengan nada tinggi karena kesal Marth mengejeknya alih alih mempercayainya. laki laki itu menatap dengan rasa bersalah namun juga tidak ingin mengakui ia salah "Ohh. kau masih muda, waktu mudamu masih Panjang, selamat malam" ucap Marth dan pergi dari hadapan Aeris yang sudah berdiri didepan pintu untuk keluar. Aeris yang masih kesal segera membuka pintu dan keluar dari sana. Ia melangkahkan kakinya kesal dan berjalan menjauh tanpa melihat kebelakang. Namun setelah dua meter menjauh dari sana ia berbalik melihat kebelakang untuk melihat toko itu kembali, ia menatapnya dan mengamattinya. "Kenapa selama ini gue gak sadar ada toko ini sih? dan sebenarnya gue jadi penyihir sejak kapan? kalau gue penyihir sejak kecil yang termasuk bawaan lahir kenapa baru terasa sekarang kejadian anehnya?" ucap Aeris, ia sepasang orang sedang berjalan diemperan yang ada didepan toko tempat Marth berada namun sepertinya mereka tidak sadar dan melirik sedikitpun pada toko itu "Pasti tokonya disihir" guman Aeris __________________________________________ dap dap dap dap suara langkah sepatu Aeris kini terdengar sedang menaiki tangga yang berada diluar kampus, ia baru saja selesai mengikuti kelas perkuliahannya digedung sebelah dan harus menyusul ke gedung selanjutnya dan dalam jarak waktu 10 menit untuk berpindah kelas. Ia segera menuju lift dan melihat beberapa teman sekelasnya sudah ikut mengantri disana, mereka berada dikelas yang sama dan jumlahnya tidaklah sedikit, mereka harus menggunakan lift secara bergantian dan jika Aeris menunggu mereka untuk naik lebih dahulu maka ia akan terlambat "apa gue naik tangga?" batin Aeris, dan sebuah ide muncul dibenaknya. Ia segera menaiki tangga kembali untuk naik kelantai dua, setelah berada dilantai dua ia melihat ada beberapa orang yang menunggu antrian disana namun ia masih bisa bergabung. TING pintu lift terbuka dan ia segera masuk dengan beberapa orang lain yang menunggu bersamanya, lift segera turun kebawah dan orang orang yang menuju lantai dasar segera turun. Aeris bisa melihat orang orang yang mengantri untuk menuju kelasnya sudah rebutan untuk masuk kedalam lift Sementara Aeris senyum sendiri dengan akal cerdiknya "Yah... mana mungkin gue mau naik tangga sampai lantai enam" tawanya dalam hati Mereka segera naik kelantai atas dimana ruangan kelas mereka selanjutnya dimulai, saat lift terbuka mereka ssegera berpencar menuju ruangan masing masing, beberapa orang yang bersama di lift dengan Aeris kini menuju ruangan yang sama dengannya. salah satu dari mereka membuka pintu dan ruangan masih lumayan sepi. hanya ada beberapa orang yang sudah ada disana. namun ketika Aeris mencari bangku untuk Ia duduki ia melihat sosok yang ia kenal sudah ada disana. "cepat banget dia" batin Aeris melihat Lawso diseberang sana. Ia pergi mencari bangku yang lain namun sejejer dengan Lawson, mereka sama sama berada dibarisan kedua dari depan, Aeris ada dibarisan duduk sebelah kanan dan Lawson disebelah kiri. Laki laki itu menyadari banyaknya mahasiswa yang baru saja datang dan masuk kedalam raungan, namun ia tidak terlalu peduli pada mereka melainkan hanya merasa tertarik ketika merasakan kedatangan Aeris, ia juga tahu Aeris duduk ditempat lain meskipun tanpa melihatnya. Tiba tiba Lawson mengambil tasnya kembali, ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari barisan tempat duduk "Loh, ngapain lo pindah?" heran Aeris ketika seseorang yang sengaja ia hindari sudah duduk disampingnya "Serah gue" "Ck" Aeris berdecik kemudian hendak beranjak untuk pindah ketempat lain, namun langkahnya terhambat karena kini Lawson sudah menggenggam pergelangan tangannya menghalangnya pergi "Lo mau kemana?" "Yah serah gue dong mau kemana" ucap Aeris sambal mencoba menarik tangannya, namun ia sedikit kesulitan karena merasakan kuatnya tangan Lawson, tangannya tidak dicengkram dengan paksa namun ia sulit membebaskan tangannya seakan tangan Lawson dikunci untuk tidak berubah posisi "Sini aja, lo biasanya bangku depan dan udah pada full semua, lagian gue gak mengganggu lo juga kali" ucap Lawson serius, Aeris yang sudah berdiri tentu membuat posisinya lebih tinggi dibandingkan Lawson, ia menatap mata Lawson yang sudah berubah menjadi coklat kembali, tidak ada kilatan darisana, warna emas berkilau yang waktu itu ia lihat seakan tidak akan mungkin muncul darisana "Ekhem, permisi apa lo mau pergi?" ucap seorang perempuan yang datang mendekat pada Aeris "Lo madu duduk disini?" ucap Aeris menawarkan dan dibalas angggukan oleh perempuan itu GREP BUK "Dia diluan disini" Ucap Lawson pada perempuan itu tanpa melepaskan tangan Aeris, ia sengaja menarik Aeris dengan tiba tiba hingga Aeris jatuh terduduk ditempatnya semula "Ohh. bukannya dia mau pindah?" ucap perempuan itu lagi, Aeris tadinya menatap kesal pada Lawson karena menariknya hingga ia terjerembb duduk "Iya-" "Gak, dia disini" ucap Lawson lagi memotong perkataan Aeris, ia memberikan kode agar perempuan itu pergi mencari tempat duduk lain, dari ekspresinya ia juga memberikan isyarat bahwa ia tidak menyukai kehadiran perempuan itu "Lepasin tangan gue" ucap Aeris setelah perempuan itu pergi "Kalo lo janji gak kabur bakalan gue lepasin" "Gue janji" tepat setelah mengatakan bahwa ia berjanji dosen yang ditunggu sudah masuk kedalam ruangan, semua mahasiwa langsung duduk dengan rapi dan tangan Aeris kini terbebas. ia melirik sekitarnya apakah ia masih bisa berpindah trmpat namun semua tempat sudah penuh. Lawson yang menyadari rasa kecewa Aeris langsung tersenyum simpul secara diam diam. 2 Jam berlalu. Kini dosen yang ada diruangan mereka menutup pelajaran dan mereka segera bergegas untuk meninggalkan ruangan TLING TLING TLING "Kapan kita ngerjain tugas kelompok ini?" Ucap Lawson bertanya pada Aeris, mereka memiliki penelitian bersama yang dilakukan secara berkelompok, dan kali ini Lawson dan Aeris berada dikelompok yang sama dengan dua orang lainnya. "Tanya aja mereka, kalau bisa kita bagi tugas aja biar gak repot" ucap Aeris yang memang lebih memilih membuat dan mengerjakan tugas sendiri, tak jarang ia dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas kelompok sendirian "Ini tugas kelompok, lagian susah untuk dibagi nanti jadi gak adil, kita juga harus sama sama paham" Ucap Lawson Aeris menatapnya malas dan melirik dua orang yang satu kelompok dengan mereka sudah pergi meninggalkan ruangan tanpa bertanya kepada mereka kapan akan mengerjakannya atau setidaknya menyapa karena sebelumnya mereka tidaklah akrab "Mereka aja gak peduli, kenapa lo peduli" Ucap Aeris menatap kepergian kedua orang itu, Ia beranjak untuk pergi darisana dan Lawson juga ikut dibelakangnya Ketka mereka sudah berada diluar kelas, Aeris teringat ingin pergi ke toko buku tempat Marth berada namun kini ia sedang bersama Aeris dan itu adalah hal yang sedikit menarik, ia sudah yakin kalau Lawson adalah Vampire dan ingin membuktikannya langsung "Lawson" ucap Aeris berbalik dan langsung berhadapan dengan Lawson, ketika mereka berdiri seperti ini jarak tinggi mereka sangat terlihat, Aeris termamsuk perempuan yang tinggi namun di hadapan Lawson ia hanya sampai pada ketika laki laki itu "Karena lo udah bantu gue di Lab kemaren, dan. juga beberapa kali dikejadian lain, gimana kalo kita pulang bareng dan makan malam bareng?" tawar Aeris, Lawson yang heran dengan ajakan Aeris hanya menaikkan sebelah alisnya menatapnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD