37

1786 Words
"Jadi dia memang masih hidup?" Ucap Lawson kepada seorang perempuan yang juga seorang vampir seperti dirinya. Perempuan ini adalah salah satu teman di rumahnya yang berada di dunia manusia. Tempat ia dan para teman-temannya tinggal bersama sebelum Lawson memutuskan untuk tinggal di apartemen yang berada di dekat Aeris. "Iya, penyihir tua yang kita kenal itu udah mati" "Siapa yang ngasih tahu informasi itu? Lo udah mastiin kebenarannya" "Gue tahu dari lorax, mana mungkin dia ngasih tahu informasi yang masih ambigu. Dan penyihir itu juga ternyata udah mati beberapa lama, bukan baru-baru ini, cuman orang-orang baru tahun belakangan ini" jelas Sena, teman lawson Mereka berdua saling diam untuk beberapa saat, penyihir itu merupakan salah satu pengaruh kuat dan sangat pintar. Dan usianya juga hampir sama dengan Lawson, ia menikah dengan perempuan yang merupakan seorang vampir, sehingga dia mendapatkan darah vampir masuk ke dalam tubuhnya. Itu sebabnya Ia juga hidup lumayan lama. Penyihir itu juga mati bukan dikarenakan usianya, itu sebabnya kabar mengenai kematiannya sangat menggegerkan mereka semua. Belakangan ini juga para penyihir yang kuat dan memiliki potensi besar selalu diburu oleh makhluk kegelapan yang selama ini tidak muncul. Mereka mengira kalau Guner sudah mati, tapi sepertinya dirinya hanya sedang mempersiapkan sesuatu yang besar dibalik hilangnya dirinya "Sial, bukannya dia udah lemah, kenapa dia bisa mengalahkan Xaun?" Ucap Lawson lagi menyebutkan nama penyihir laki-laki yang sudah mati itu "Enggak mungkin udah selama ini dia cuman bergerak sendirian, dia pasti punya kaki tangan. Dan udah pasti juga kalau dia mungkin udah pulih. Kita bakalan menunggu sesuatu yang mengerikan terjadi" "Dia pasti mencari itu kan?" Tebak lawson, Sena tentu tahu apa yang sedang mereka bicarakan sekarang. Suatu benda ataupun hal yang kemarin bisa mengalahkan Guner, dan bisa membantunya kali ini untuk menang jika dia menguasainya sekarang "Gue juga mikir kayak gitu, mungkin itu yang menyebabkan Xaun diserang, dia penyihir yang kuat jadi bisa menemukan kristal Vespera. Tapi Xaun mana mungkin mau kerjasama dengan makhluk kayak dia" jelas Sena lagi "Jadi sekarang dia ngincar siapa?" Heran lawson, tidak mungkin Guner diam begitu saja "Penyihir baru, dia mulai mencari cari wizard kecil yang memiliki aura sihir yang kuat, beberapa Wizard yang masih anak anak banyak yang hilang. Mereka mungkin bakalan diasuh oleh guner dan diwajibkan untuk mengabdi" ucap Sena Dari pembicaraan mereka terlihat sekali kalau keadaan dunia Immortal kembali dalam masa yang genting, mereka tidak hidup dengan aman karena ancaman sudah kembali muncul. Masalah yang sudah terjadi di masa lampau kini kembali merasakan mereka "Gue pergi dulu, nanti saya konfirmasi lain" ucap Sena "Yang lain lagi ada di mana?" Tanya Lawson, ia sudah membicarakan kedua temannya yang lain. Dua laki-laki yang ikut tinggal bersamanya dunia manusia. "Mereka? Asik nyari kesibukan, yaah... Usianya masih terlalu muda untuk hidup kayak orang tua" tawa Sena dan membuat Lawson ikut tertawa Mereka berbicara di atas jembatan yang ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang. Jembatan itu sangat tinggi namun Lawson bisa melihat air yang jauh dibawah sana secara dekat. Sena segera berjalan pergi menjauh darinya, lawson yang tadinya meninggalkan Aeris dan Dexter untuk bertemu dengannya segera beranjak untuk pergi kembali ke sana. "Aish.... Sakit" ucap Aeris yang sedang berkaca di cermin toilet kamar mandi. Kini ia merapikan rambutnya yang kusut karena baru saja saling menjambak, membuatnya tersadar kalau kulit kepalanya sudah terasa sakit. Ia menyisir rambutnya perlahan-lahan agar rambut tidak rontok. "Ck, kok bisa sih gue berurusan sama orang-orang kaya mereka. Sejak kapan juga gue punya masalah sama mereka? Perasaan selama ini hidup gue tenang, kenapa sekarang terasa rame banget. Terlalu ribut malah" gumam Aeris Di dalam kondisi yang sama namun tempat yang berbeda kini ketiga orang perempuan yang juga mengalami hal yang sama sudah menangis sambil menyisir rambut mereka. Heshi merengek seperti anak kecil karena melihat banyaknya rambutnya yang rontok "Dia cewek apa petinju sih?!!! Bisa-bisanya dia menarik rambut gue sampai rontok kayak gini. Kepala gue juga rasanya sakit banget" ucap Heshi "Ini semua gara-gara lu tahu nggak. Kalau aja lo nggak menyiram dia, dia nggak bakalan melempar muka lo dan berakhir saling Jambak kayak gini" ucap Rary menyalahkan Fezi "Enak aja Lo nyalahin gua. Waktu gue nyiram muka dia tadi gue bisa dengar ketawa lo paling kencang" ucap Fezi tidak terima dirinya disalahkan oleh Rary "Yah Lo sendiri yang salah prediksi. Sebelum lo melempar mukanya seharusnya lu tahu kalau dia nggak seberani itu untuk nyerang balik" "Diam b**o!" Teriak Heshi yang merasa kepalanya semakin pusing ketika mendengar 2 orang untuk berdebat. Kepalanya sudah pusing merasakan sakit dan menatap rambutnya rontok, seketika kedua temannya itu langsung terdiam dan kembali melaksanakan kegiatannya masing-masing. "Tapi gue benci Aqato, walaupun dia pacar lo. Gue benar-benar kesal kali ini. Dia bilang dia ingin mempermainkan Aeris tapi kenapa dia merasa kita yang sedang dipermainkan yah?" Ucap Fezi, dulu Aqato tetap selalu membela mereka meskipun mereka mengganggu laki-laki yang sedang dekat dengan Aqato. Waktu itu Aqato juga mengatakan kalau ia hanya mempermainkan nya saja Namun kali ini meskipun ia mengatakan bahwa ia hanya sedang mempermainkan Aeris. Mereka merasakan perbedaan yang cukup signifikan dibanding sebelum-sebelumnya "Dia beda, gue malah ngeliat kalau dia benar-benar tertarik sama tuh cewek" ucap Rary, Heshi menatap mereka berdua kesal karena tidak ingin mendengar kalimat itu sekarang meskipun memang ada benarnya "Ini fakta Heshi, hari ini dia benar-benar berbeda. Gimana kalau kita ngerjain Aeris?" "Bukannya Lo udah ngeliat gimana dia menghajar kita tadi?" Sinis Heshi "Lah, ini bukan satu-satunya cara kan? Apa gunanya 4 cowok itu? Eh salah 3 cowok soalnya Aqato kayaknya enggak bakalan ikut kali ini, kita ngerjain dia sama yang lain tapi jangan bilang ke Aqato" ucap Rary lagi memberi saran, Heshi sedikit ragu karena kalau sampai Aqato tahu dan ternyata dia benar benar peduli pada Aeris, maka dirinya lah yang bermasalah disini "Emangnya Lo mau tanggung jawab? Lo berani ambil resiko?" Ucap Heshi pada Fezi yang tampaknya sangat yakin dengan rencana ini "Tanggungjawab untuk siapa?" "Kalau Aqato marah karena kita ngerjain Aeris, Lo mau menampung kemarahannya hah?" "Heshi! Dia itu pacar Lo dan Aeris itu cewek yang menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian. Dan Aqato juga bilang dia cuman main main sama dia jadi kalaupun kita nyelakain dia, Aqato gak akan terlibat di mata Aeris dan Its fine. Kenapa Lo tiba tiba takut?" Mereka saling merenung sebentar, sampai seseorang masuk kedalam toilet dan membuat mereka langsung menatap sosok yang datang. Mereka tidak mengenal perempuan itu dan segera berkemas untuk pergi dari sana. Ceklek Aeris baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang sudah rapi, ia menggerai rambutnya yang tadinya diikat ketika mereka sedang saling menarik rambut. Ia hendak berjalan pergi dengan tangan yang masih asik merapikan rambutnya dan sudah ada laki laki selain Dexter yang menunggunya. "Oh, Lo udah balik" ucap Aeris melihat Lawson sudah berdirinya menatapinya. Ia melirik Dexter dengan tatapan bertanya apakah Lawson tahu apa yang terjadi "Coba sini" ucap Lawson menarik tangan Aeris untuk mendekatkan dirinya, Aeris yang ditarik tentunya tidak bisa melawan, Lawson langsung membantu Aeris untuk merapikan rambutnya sambil melihat apakah ada luka disana. Tapi yang ia lihat hanya warna kemerahan, jujur kepalanya dan tentunya pasti dikarenakan pertarungan sengit mereka. "Ck, Lo ngapain coba bertengkar ditempat umum kayak gitu" "Bukan gue yang mulai" ucap Aeris membela diri, ia menunduk kebawah karena malu melihat Lawson yang justru menyentuh kepalanya sejak tadi, ia tidak menganggap hal ini hal yang biasa. Lagi lagi dia merasa jantungnya berdetak tak karuan. "Udah, gue baik baik aja kok" ucap Aeris menepis tangan Lawson, mereka saling melihat untuk beberapa saat. "Lo dari mana sih?" Ucap Dexter menghancurkan suasana "Jumpa teman" "Ohh.... Setelah kelas nanti kita bakalan ke dunia Immortal, jadi kita kumpul dimana?" "Tempat Lo aja" ucap Lawson, Dexter setuju dan mereka segera berjalan menuju ruangan selanjutnya. ____________ Hari kini segera memasuki malam kembali. Langit sudah menunjukkan warna kemerahan sebelum menjadi gelap. Awalnya mereka berencana untuk pergi ke dunia Immortal agar bertemu dengan Goblin yang akan membantu Aeris mengeluarkan kekuatannya. Namun lawson lagi-lagi mendapat telepon dari Sena agar mereka bertemu dengan ketiga temannya yang lain. "Apa kita pergi berdua aja?" Tanya Dexter Kepada Aeris dari dalam teleponnya "Hmm.... Gak usah deh, gue segan soalnya, gua aja belum mengganti emas lawson yang membayar Goblin sama kurcaci itu. Jadi agak aneh rasanya kalau kita pergi ke sana tapi dia nggak ikut" jawab Aeris, ia sedang sibuk merapikan kamarnya Karena setelah ini ia berencana untuk pergi ke kampus. Ia memiliki sesuatu yang harus di kerjakan di ruangan laboratorium. Setelah telepon mereka terputus Aeris langsung bergegas untuk pergi, ia memakai pakaian hangat ditubuhnya dan berjalan ke basement. Hari sudah malam dan ia sudah tidak terlalu berani lagi untuk berjalan sendirian di malam hari. Dia takut pada makhluk Immortal yang tertarik kepadanya dan menyerangnya nantinya Sesampainya di kampus, ia masih bisa melihat beberapa mahasiswa yang berlalu lalang disana. Karena masih ada jadwal praktek ataupun mata kuliah pada malam hari seperti ini. Dengan segera Aeris menuju ruangan laboratorium dan masuk ke sana, tapi ia sedikit bingung karena tidak ada orang lain selain dirinya "Kok kosong? Biasanya pasti ada orang lain" ucap Aeris, ia tidak memikirkan hal lain dan segera menutup pintu. Ia hanya perlu mencatat beberapa hal dari percobaan kecil yang mereka pelajari tadi siang. Ctasss Lampu laboratorium tiba tiba mati, Aeris yang masih bersikap santai langsung mengeluarkan ponselnya untuk menjadikannya penerangan. "Lampunya rusak yah?" Gumamnya mengingat tidak mungkin listrik tiba tiba padam. Ia berjalan menuju stopkontak dan menekannya beberapakali, namun hasilnya sama dan ia segera menuju pintu "Loh? Kok gak bisa dibuka?" Herannya dan terus mencoba membuka pintu itu, ia tahu kalau pintu itu dikunci namun bingung karena jam segini satpam tidak akan mengunci laboratorium. Apalagi tadi lampu masih hidup menandakan ada orang didalamnya Tok tok tok "Halo!! Ada orang diluar?!" Teriak Aeris berharap ada orang yang mendengar diluar, ia mencoba mengintip dari jendela dan lampu koridor masih hidup. Trizzzzz Suara aneh terdengar dari dalam ruangan, Aeris melihat kebelakang dan menemukan tiga orang laki laki yang memakai pakaian serba hitam sedang ada dibelakangnya. Hanya mata mereka yang bisa dilihat oleh Aeris. Mereka manusia, itulah yang bisa dirasakan oleh Aeris. "Kalian? Siapa?" Tidak ada yang menjawab pertanyaan Aeris, ketiga laki laki itu justru bergerak dengan cepat hendak menangkap Aeris, melihat sesuatu yang tidak beres membuat Aeris langsung berlari kearah lain, meja meja yang ada disekitar mereka sedikit menyelamatkan Aeris untuk mempersulit mereka mendekat. "Awas!" Ucap Aeris mengambil pisau bedah yang biasa dipakai ketika praktik bedah hewan. Mereka tidak takut dan mengeluarkan pisau yang lebih besar "Ka, kalian mau apa sih!" Pekik Aeris, tapi ketiga laki-laki hanya diam. Aeris merasa kalau ketiga laki-laki ini mungkin ia kenal sehingga tidak mau berbicara karena takut Aeris mengenal suaranya Sleppp Tidak ada pilihan lain, Aeris melemparkan pisau bedah itu dan berhasil menancap disalah satu kaki mereka. Laki laki itu berteriak dan Aeris segera menerjang yang lain, ia kembali mengandalkan kemampuan bela dirinya lagi Sratttt Brakkk BUGH
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD