Orang Misterius

2853 Words
Yaoshan terus berlari sekencang yang dia bisa, walau keadaan sekitar hanya diterangi cahaya remang-remang mengingat banyak pohon menjulang tinggi dengan daun lebat yang menghalangi sinar matahari bisa masuk ke dalam hutan tersebut. Selain itu, banyak akar pohon yang mencuat keluar tanah membuat Yaoshan beberapa kali tersandung dan terjatuh. Namun, karena tahu dirinya berada dalam bahaya, dia pun kembali bangkit berdiri. Pangeran yang biasa bersikap manja saat di istana itu pun kini tampak mengalami kesulitan berat untuk menyelamatkan nyawanya. Di saat dulu selalu ada prajurit istana yang memastikan keamanannya, sekarang Yaoshan hanya bisa berjuang sendirian. Dia tak bisa meminta bantuan pada siapa pun, bahkan pada Jianying yang selama ini selalu mengajarinya banyak hal pun dia tak bisa meminta bantuan mengingat mereka telah berpisah. “Tangkap Pangeran Yaoshan. Jangan biarkan dia berhasil melepaskan diri!” Yaoshan terbelalak, terkejut bukan main karena mendengar suara teriakan itu. Teriakan dari prajurit istana yang sedang mengerjarnya di belakang. “Gawat mereka mengejarku. Apa yang terjadi pada Jianying? Kenapa para prajurit itu bisa mengejark kemari?” Yaoshan heran sekaligus kebingungan bagaimana cara agar dia bisa selamat dari kejaran para prajurit itu. Dia juga sangat mengkhawatirkan Jianying, takut sesuatu yang buruk menimpa dirinya jika dilihat dari para prajurit yang kini mengejarnya ke hutan, padahal alasan mereka berpisah di depan hutan tadi karena Jianying menjadikan dirinya sebagai pengalihan agar para prajurit mengejar dirinya dan tidak mengejar sang pangeran. “Ini buruk, Jianying pasti dalam bahaya.” Yaoshan masih bergumam sendirian, guna mengungkapkan kekhawatiran yang sedang dia rasakan dengan keadaan sang panglima. “Aku tidak bisa melakukan apa pun untuk menolongnya karena aku juga berada dalam bahaya di sini.” Yaoshan menggulirkan bola mata ke sekeliling, berharap dia bisa menemukan jalan keluar untuk permasalahannya yang berat ini. “Aku pasti tertangkap oleh para prajurit jika hanya berlari seperti ini. Apa yang harus aku lakukan? Jianying, kenapa dalam kondisi sulit ini kau tidak ada di sampingku? Aku harus bagaimana sekarang?” Yaoshan panik bukan main terlebih karena indera pendengarannya mulai mendengar suara langkah kaki banyak orang yang mulai mendekat, dia yakin itu suara langkah kaki para prajurit istana yang mengejarnya dan sebentar lagi akan berhasil menyusulnya. “Pangeran Yaoshan pasti lari ke hutan ini. Perhatikan baik-baik di sekitar kalian, jangan biarkan dia lolos. Tangkap dia baik hidup ataupun mati!” Ketakutan Yaoshan semakin menjadi karena mendengar teriakan dari salah seorang prajurit yang memberikan perintah pada rekan-rekannya. “Sial, mereka sepertinya akan membunuhku jika aku tertangkap. Aku tidak boleh tertangkap, bagaimana pun aku harus selamat.” Itulah tekad Yaoshan saat ini, dia harus bertahan hidup bagaimana pun caranya. Berpikir jangan sampai dia membuat pengorbanan ayah, ibu dan Jianying menjadi sia-sia karena mereka sampai mengorbankan nyawa demi menyelamatkannya. “Lebih baik aku sembunyi saja. Tapi di mana?” Masih dalam posisi berlari cepat, Yaoshan mencari tempat yang bisa dijadikan sebagai tempat persembunyian, hingga dia merasa menemukan tempat yang cocok untuk bersembunyi di saat menemukan sebuah gua di sebelah kirinya. “Ah, aku sembunyi di gua itu saja. Semoga para prajurit tidak menemukan gua itu.” Tanpa pikir panjang, Yaoshan pun berbelok menuju gua berada. Lalu dia masuk ke dalam gua yang sangat sempit itu sehingga hanya dimasuki oleh satu orang. Di dalam gua sangat gelap, sempit dan pengap, tentunya juga sangat kotor, tapi Yaoshan tak peduli semua itu karena yang dia pikirkan sekarang hanyalah dia bisa menyelamatkan diri. Kini Yaoshan sedang duduk meringkuk di dalam gua yang gelap gulita tanpa pencahayaan sedikit pun itu. Tentu saja tatapannya tetap lurus ke depan, tertuju pada jalan yang tadi dia lalui, dia yakin para prajurit yang mengejarnya sebentar lagi akan tiba di jalan itu. Yaoshan tercekat ketika benar saja seperti dugaannya, para prajurit istana yang mengejarnya kini berada di jalan yang tadi dia lalui itu, tepat berada lurus di depan gua. “Di mana Pangeran Yaoshan? Tidak mungkin larinya secepat itu, tapi kita tidak melihat sosoknya di mana pun,” ucap salah seorang prajurit yang terheran-heran karena tak menemukan sosok Pangeran Yaoshan padahal seharusnya dia belum lari terlalu jauh dari mereka. “Mungkin dia sudah keluar dari hutan ini.” Prajurit yang lain mencoba mengutarakan pendapatnya. “Itu mustahil. Hutan ini sangat luas dan lebat. Apalagi semakin kau masuk ke dalam hutan, semakin banyak hewan buas yang tinggal di sana. Di depan sana juga ada jurang yang curam, jika kau sampai terjatuh ke sana mustahil kau akan selamat. Aku tahu banyak tentang hutan ini karena kakakku seorang pemburu, dia sering berburu di hutan ini.” “Benarkah di hutan ini banyak binatang buas?” Prajurit yang mengaku memiliki kakak seorang pemburu pun mengangguk tanpa ragu. “Tentu saja. Itu kenapa hutan ini sering dijadikan tempat untuk berburu banyak hewan buas oleh para pemburu seperti kakakku.” “Oh, begitu. Kalau begitu seharusnya pangeran yang manja dan cengeng itu tidak akan berani masuk semakin dalam ke hutan ini. Dia pasti ketakutan.” “Aku pikir juga begitu. Mana mungkin dia berani karena pangeran itu sangat penakut dan pengecut.” Suara tawa pun terdengar mengalun dari para prajurit istana yang menertawakan Yaoshan, tentu saja Yaoshan yang berada di dalam gua bisa mendengarnya dengan jelas. Dia mengepalkan tangan, tak menyangka selama ini dia selalu menjadi bahan perbincangan orang-orang di belakangnya, bahkan prajurit istana yang dulu selalu menjaga dan melindunginya pun diam-diam selalu membicarakan dan menjelekannya di belakang. Untuk pertama kalinya Yaoshan merasa menyesal karena dulu tidak pernah menuruti perkataan Jianying yang selalu mengajarinya bela diri. Yaoshan selalu berpikir dia tidak membutuhkan kemampuan bela diri, toh keselamatannya sudah terjamin karena dia akan selalu dilindungi para prajurit istana. Tak pernah sekalipun Yaoshan membayangkan akan seperti ini nasibnya. Para prajurit istana yang dulu selalu melindunginya kini berubah menjadi musuh yang ingin menangkap dan membunuhnya. “Jika pangeran manja itu tidak mungkin melarikan diri semakin dalam ke hutan, lalu di mana dia berada sekarang? Dia pasti masih berada di hutan ini, tidak mungkin dia sudah keluar.” Perbincangan di antara para prajurit kembali mengalun dan Yaoshan kembali mendengarkan pembicaraan mereka dalam diam. Tentu saja dengan jantung berdebar cepat karena dia takut tempat persembunyiannya akan ditemukan oleh mereka. “Aku setuju, dia pasti masih berada di hutan ini. Mungkin sedang bersembunyi di suatu tempat.” Yaoshan pun terbelalak, napasnya memburu sehingga dadanya naik turun dengan cepat. Dia panik bukan main karena para prajurit itu bisa menebak apa yang tengah dia lakukan sekarang yaitu bersembunyi di suatu tempat. “Ya, kau benar. Pangeran cengeng itu pasti sedang bersembunyi di suatu tempat. Cepat, kita cari dia. Jangan sampai ada satu pun tempat yang terlewatkan. Kita harus berhasil menangkapnya dan menyerahkannya pada Pangeran Changhai, entah itu dalam keadaan hidup ataupun mati seperti yang diperintahkan Pangeran Changhai pada kita.” “Ya, ayo kita cari PangeranYaoshan.” Yaoshan panik bukan main, tentu saja dia juga ketakutan setengah mati sekarang melihat para prajurit mulai mencari ke tempat-tempat yang mungkin dijadikan Yaoshan sebagai tempat persembunyian. “Gawat, jangan sampai mereka menemukan gua ini.” Yaoshan hanya bisa berharap dan beringsut mundur dari pintu gua agar sosoknya tak terlihat. Awalnya, para prajurit itu mencari di sekitar pohon-pohon. Memeriksa setiap pohon yang tumbuh di sekitar tempat itu karena berpikir mungkin saja Yaoshan memanjat pohon dan bersembunyi di sana. Yaoshan sempat bernapas lega karena berpikir para prajurit itu tak menyadari keberadaan gua tempatnya bersembunyi. “Eh, bukankah di sana ada gua? Lihat itu.” Namun, kelegaan Yaoshan tak bertahan lama ketika salah satu prajurit menyadari keberadaan gua tempat Yaoshan bersembunyi. “Ah, iya. Aku tidak menyadari ada gua di sana. Ya sudah, coba kau periksa gua itu, sepertinya bisa dijadikan tempat persembunyian.” “Baik, aku akan mencari di sana.” Kedua mata Yaoshan terbelalak seolah siap menggelinding keluar dari kelopaknya, sungguh dia takut bukan main, dia tak tahu harus melakukan apa sekarang karena jika dia nekat keluar dari gua, maka prajurit-prajurit itu akan melihatnya dan tentu saja mereka akan menangkapnya dengan mudah. Namun, tetap berdiam diri di dalam gua pun, Yaoshan merasa dirinya tetap akan tertangkap. Kini dia terjebak dalam situasi tak tahu harus melakukan tindakan apa untuk menyelamatkan nyawanya. Yaoshan memundurkan tubuhnya ke dinding gua hingga punggungnya pun membentur gua yang dingin itu. Tentu saja masih dalam posisi duduk karena mustahil dia bisa berdiri mengingat gua itu sangat sempit dan kecil. Yaoshan membekap mulut dengan telapak tangannya sendiri karena tak ingin mengeluarkan suara sedikit pun agar prajurit yang semakin mendekat ke gua itu tidak mendengar suaranya, bahkan sekadar suara hembusan napasnya pun jangan sampai terdengar oleh sang prajurit. Kini prajurit itu sudah berada tepat di pintu gua. “Gua ini gelap sekali. Aku tidak bisa melihat apa pun. Apa kalian ada yang membawa senter atau alat apa pun untuk penerangan?” tanya sang prajurit pada rekan-rekannya karena dia memang tak bisa melihat apa pun di dalam gua. “Tidak ada. Tidak ada yang membawa senter atau alat penerangan.” Salah seorang rekannya pun menyahut. “Sial, lalu bagaimana aku bisa memeriksa gua ini kalau di dalamnya sangat gelap, aku tidak bisa melihat apa pun.” “Coba kau masuk ke dalam.” “Huh, di dalam sempit dan kecil, mana mungkin aku bisa masuk.” “Ya sudah, kau coba periksa dengan pedangmu. Kau membawa pedang, kan?” Prajurit itu mengernyitkan dahi tampak tak memahami maksud perkataan rekannya. “Memeriksa dengan pedang, bagaimana maksudmu?” “Ya, kau tusuk-tusukan pedang itu ke dalam gua, jika di dalam memang ada Pangeran cengeng itu sedang bersembunyi, dia pasti akan tertusuk pedangmu.” “Ah, kau cerdas juga. Kenapa aku tidak terpikirkan cara itu, ya? Baiklah, akan kuikuti caramu ini.” Sang prajurit pun menarik pedangnya yang tersampir di pinggang. Sedangkan Yaoshan hanya bisa membeku di tempat, peluh sebiji jagung kini berjatuhan dari pelipisnya begitu pun di sekujur tubuhnya. Sang prajurit kini mulai melakukan seperti yang disarankan rekannya, dia menusuk-nusukan pedangnya ke dalam gua dengan tujuan memeriksa. Katakan Yaoshan sangat beruntung karena tusukan pedang sang prajurit tidak mengarah padanya. Tusukan pedang itu mengarah lurus ke belakang, sedangkan Yaoshan tengah duduk meringkuk di pinggir sebelah kanan pintu gua, tubuhnya menempel sempurna pada dinding gua yang dingin dan kotor. “Bagaimana? Apa ada yang kau temukan di dalam gua itu?” tanya salah satu rekan sang prajurit. Prajurit itu pun menghela napas panjang dan mengembuskan napas kecewa karena dia tak menemukan apa pun di dalam gua yang dia periksa. “Tidak ada. Di dalam gua ini tidak ada apa pun, apalagi pangeran pengecut itu.” “Hm, ya sudah, kita cari di tempat lain. Sini, kau bantu kami mencari lagi.” “Baik, aku akan ke sana.” Sang prajurit kembali menyarungkan pedangnya yang tersampir di pinggang, dia lalu berjalan menjauh dari gua. Detik itu juga Yaoshan mengembuskan napas lega karena berpikir dirinya sudah aman, para prajurit itu mustahil akan mencarinya di gua itu lagi. Tatapan Yaoshan tetap penuh waspada tertuju ke depan, tepatnya pada prajurit istana yang masih gencar mencarinya, hingga tiba-tiba fokusnya terganggu oleh sesuatu yang merayap menyentuh salah satu kakinya. “Apa ini?” Yaoshan terheran-heran, dia bergidik ngeri saat merasakan sesuatu yang merayap itu mulai naik ke kakinya. Walau takut, sang pangeran mencoba menyentuh entah hewan apa yang sedang merayap menaiki kakinya itu. Hingga sedetik kemudian … “Hwaaa!!” teriak Yaoshan, dia tak sadar berteriak sekencang itu karena ketakutan setelah menyadari bahwa hewan yang merayap menaiki kakinya itu merupakan seekor ular. Yaoshan yang lupa bahwa dirinya sedang bersembunyi di dalam gua pun seketika keluar dari gua, mencoba menghindari ular karena takut digigit. “Itu dia Pangeran Yaoshan!” Yaoshan semakin tersentak kaget dan panik ketika dia menyadari baru saja melakukan kecerobohan yang sangat fatal karena kini semua prajurit istana yang sedang mencari dirinya menatap padanya. “Sial!” Yaoshan mengumpat seraya mengambil langkah seribu tanpa pikir panjang lagi. Dia berlari sekencang yang dia bisa untuk melarikan diri dari sekitar empat prajurit yang sedang mengejarnya. “Berhenti, Pangeran! Atau kami akan memanahmu jika kau terus berlari!” Suara teriakan berisi ancaman dari salah seorang prajurit itu bisa didengar dengan jelas oleh Yaoshan, tapi dia tak peduli dan tidak ada niatan untuk menghentikan laju larinya karena dia tahu berhenti berlari dan tertangkap oleh mereka berarti dirinya mati. Yaoshan terus berlari walau ternyata ancaman dari sang prajurit tidak hanya sekadar ancaman karena kini beberapa anak panah dilepaskan dan melesat ke arahnya. Yaoshan berusaha menghindari anak panah yang melesat ke arahnya dengan berlari menuju pohon-pohon besar sehingga batang pohon-pohon itu melindunginya dari anak panah. “Kurang ajar! Berhenti, Pangeran! Atau kau tidak akan selamat. Kami tidak akan menyakitimu jika kau mau menyerahkan diri!” Mendengar peringatan dan ancaman yang kembali dilontarkan salah satu prajurit yang mengejarnya, Yaoshan mendecih, tentunya dia tak akan termakan jebakan dari prajurit tersebut. Yaoshan memang manja dan cengeng, dia juga lemah karena tidak menguasai sedikit pun bela diri, tapi bukan berarti dia bodoh sehingga dengan mudah termakan jebakan musuh. Anak panah demi anak panah masih meluncur cepat ke arah Yaoshan, tapi setelah Dewi Fortuna masih memihak pada Yaoshan, semua anak panah itu selalu meleset dan tak ada yang mengenai dirinya. Yaoshan berlari lurus ke depan, terlalu fokus berlari sampai dia tidak menyadari empat prajurit yang mengejarnya menggunakan siasat yang cerdas. Mereka membagi menjadi dua kelompak karena dua di antara mereka mengambil jalan yang lain, hanya tersisa dua orang prajurit yang masih mengejar Yaoshan di belakang dengan masih terus melepaskan serangan anak panah. Hingga saat terdapat beberapa belokan, Yaoshan dibuat tak berdaya tatkala dua prajurit yang memisahkan diri kini menghadangnya di depan. “Mau lari ke mana kau, Pangeran?! Cepat serahkan dirimu pada kami, kami akan membawamu kembali ke istana.” “Aku tidak mau!” teriak Yaoshan mengutarakan penolakannya secara terang-terangan. “Aku tahu kalian akan menyerahkanku pada Paman Changhai, lalu setelah itu kalian akan membunuhku seperti yang kalian lakukan pada ayahanda, ibunda dan Jianying. Aku tidak akan mengampuni kalian semua karena sudah berkhianat.” Yaoshan mengutarakan amarahnya, tapi bagaikan amarah sang pangeran hanya dianggap sebagai lelucon yang lucu, keempat prajurit itu kini terbahak-bahak menertawakan ucapan Yaoshan. “Kau bilang tidak akan mengampuni kami yang sudah berkhianat? Memangnya apa yang bisa kau lakukan untuk membalas kami, hah? Kau ini lemah, manja dan cengeng. Jangankan membalas kami, melindungi dirimu sendiri saja tidak sanggup. Jangan mimpi kau bisa membalas kami, Pangeran. Jadi, daripada kami terpaksa harus melukaimu, lebih baik kau menyerahkan diri.” Yaoshan mendecih, meludah sembarangan sebagai bentuk ungkapan bahwa dia tak akan pernah bersedia menyerahkan diri. “Lebih baik aku mati daripada harus menyerahkan diri pada kalian dan ikut dengan kalian kembali ke istana.” “Oh, jadi kau ingin kami membunuhmu dan yang kami bawa ke hadapan Pangeran Changhai adalah jasadmu? Tidak masalah, karena Pangeran Changhai memerintahkan kami membawamu ke hadapannya baik hidup ataupun mati. Tidak masalah jika kami harus membunuhmu sekarang juga." Yaoshan menyeringai padahal para prajurit itu tidak main-main dengan perkataan mereka. Mereka memang berniat membunuh Yaoshan jika pria itu tetap keras kepala dan tak mau menyerahkan diri. “Kalian tidak perlu repot-repot membunuhku karena aku sendiri yang akan mengakhiri hidup.” Setelah mengatakan kalimat yang mengejutkan itu, Yaoshan berlari cepat ke depan di mana ada jurang yang dibahas salah satu prajurit istana tadi. Jurang yang katanya jika sampai ada orang yang jatuh ke sana maka tidak mungkin akan selamat. Kini Yaoshan melompat ke dalam jurang yang dalam dan curam itu. Tubuhnya berguling-guling di tanah bebatuan, hingga saat dirinya mendarat di bawah sana, kondisinya sudah terkulai lemas dengan tubuh yang penuh dengan luka yang mengeluarkan darah segar karena terkena batu-batu yang tajam dan runcing. “Hei, dia terjatuh di jurang. Bagaimana ini?” tanya salah satu prajurit tampak syok dengan tindakan nekat yang dilakukan Yaoshan yang mereka kenal sangat penakut itu. “Kita biarkan saja dia di bawah sana, toh dia tidak mungkin selamat. Jurang ini sangat dalam dan curam, tidak mungkin ada yang akan menolongnya.” “Aku setuju. Lagi pula kondisinya sepertinya terluka parah. Bukankah kau yang mengatakan tidak pernah ada yang selamat jika jatuh ke jurang ini?” Prajurit yang tadi memberikan informasi perihal jurang itu pun mengangguk mengiyakan. “Ya, benar. Memang tidak pernah ada yang selamat jika jatuh ke jurang itu. Pangeran Yaoshan juga sudah pasti tidak akan selamat. Mungkin dia sudah mati sekarang.” “Menurutku kita tetap harus memastikan kondisinya. Bagaimana jika dia masih hidup?” “Walau dia masih hidup, tapi cepat atau lambat dia pasti akan mati. Tidak akan ada orang yang akan menolongnya karena tak mungkin ada orang yang mau turun ke bawah jurang untuk menolongnya. Jadi, biarkan saja dia di dalam sana. Tidak lama lagi dia akan membusuk di sana.” Keempat prajurit itu pun saling berpandangan hingga akhirnya mereka mengangguk serempak karena sebuah keputusan sudah mereka buat dengan bulat. “Baik, kita tinggalkan dia di bawah jurang. Dan kita laporkan pada Pangeran Changhai bahwa Pangeran Yaoshan sudah tewas.” “Setuju. Sekarang kita kembali saja ke istana.” Keempat prajurit itu akhirnya melangkah pergi meninggalkan hutan dan juga meninggalkan Yaoshan yang terbujur tak berdaya di bawah jurang. Tanpa keempat prajurit itu ketahui, tak lama setelah mereka pergi, seseorang datang untuk menyelamatkan Yaoshan. Entah siapa orang itu, yang jelas dengan begitu mudah dia membawa Yaoshan yang sedang terkulai lemas karena kehilangan kesadaran itu di pundaknya seolah tubuh Yaoshan seringan kapas. Orang misterius itu pun membawa Yaoshan pergi entah ke mana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD