BAB 4

970 Words
“Iya Ma Marsya tau. Iya Ma, udah dulu ya Ma.” Marsya mematikan ponselnya dengan kesal, Fani melihat hal itu tertawa. “Kenapa Ibu Negara?” “Biasa ngatur pertemuan gue sama anak temennya Mama. Mama nyuruh gue untuk datang jangan sampe kabur katanya.” Fani tertawa mendengar perkataan Marsya dan itu membuat Marsya kesal.         Hari ini Marsya dan Arga akan bertemu di cafe sesuai dengan kesepakatan orangtua mereka. Marsya enggan untuk datang tapi lagi-lagi dia harus datang karna ini permintaan sang Mama, dia tidak ingin Mamanya kecewa. “Yaudah kalau gitu gue pergi dulu sebentar, gue lagi ada jedakan?” Marsya bertanya pada Fani. “Iya dua jam lagi giliran lo, jangan telat.” “Okay gue pergi dulu.” “Selamat ngedate yaa Marsya Lovata.” Fani berteriak pada Marsya dan para kru mendengar perkataan Fani, Marsya langsung berlari meninggalkan lokasi syutingnya.         Hari ini Marsya memakai dress selutut berwarna biru langit diatas lutus bercorak bunga dan berlengan pendek. Marsya mepadukan dengan sepatu keds berwarna putih dan tas selempang berwarna putih juga, rambutnya di geraikan.         Marsya terlambat setengah jam dari janji pertemuannya dengan Arga, disebabkan macet di dalam perjalanan dan tadi dia sempat bertemu dengan pihak PH membahas mengenai filmnya.         Marsya melangkahkan kakinya ke dalam cafe tempat mereka janjian bertemu dan mencari sosok Arga. Akhirnya Marsya menemukan Arga di sudut cafe sedang menatap Ipadnya. Marsya menarik kursi di hadapan Arga, Arga yang mendengar kursi di tarik kemudian melihat ke arah Marsya dan meletakkan Ipadnya. “Maaf terlambat tadi ada kerjaan yang gabisa ditunda.” Marsya tidak enak hati makanya dia meminta maaf walaupun sebenernya dia malas untuk menjelaskan tapi karna ini memang kesalahannya maka dia meminta maaf.         Arga tidak menanggapi permintaan maaf Marsya. Arga adalah orang yang sangat tepat waktu, sebenarnya Arga ingin sekali marah kepada Marsya tapi karna ini pertemuan pertama mereka setelah malam itu dia mengurungkan niatnya. “Pesan makan dulu.” Akhirnya Arga hanya mengatakan itu menanggapi perkataan Marsya.         Marsya tersenyum masam kemudian memanggil pelayanan. Pelayan tersebut tersenyum melihat Marsya karna dia mengenal Marsya. “Mbak Marsya Lovatakan?” Pelayan perempuan tersebut senang sekali bisa bertemu dengan Marsya. Marsya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Wah saya ga nyangka bisa ketemu Mbak Marsya disini. Saya salah satu fans Mbak Marsya loh. Boleh minta tanda tangan ga Mbak?” Marsya kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kemudian Marsya memberikan tanda tangan kepada pelayan tersebut. Setelah selesai Marsya memesan minuman saja karna tidak akan sempat apabila dia makan. “Tidak pesan makanan?” Arga bertanya pada Marsya. “Tidak minum saja cukup.” “Kenapa? Menjaga makanan agar tetap menjadi artis yang memiliki tubuh bagus?” Arga berkata sinis kepada Marsya, Marsya jadi kesal pada Arga ini bukan urusan Arga sebenernya tapi dia harus menjelaskan alasan kenapa dia tidak memesan makanan. “Setelah ini saya masih ada jadwal lagi, kalau saya makan tidak akan sempat.” Mereka berdua saling diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.         Marsya memperhatikan Arga, Arga memiliki hidung yang mancung dan tubuh yang bagus menurut Marsya. Apabila Arga mau menjadi model maka Arga akan memenuhi kriteria itu. Arga merupakan pria yang tinggi dan lumayan tampan menurut Marsya.         Minum pesanan Marsya datang kemudian Marsya meminumnya, Arga memperhatikan Marsya. Marsya perempuan yang sangat cantik menurut Arga, tapi cantik saja tidak cukup bagi Arga apabila ingin menjadi pendamping Arga. “Ehemm, maaf apakah kamu setuju tentang perjodohan ini?” Marsya sudah tidak tahan menahan pertanyaan ini kepada Arga. “Saya setuju, karna saya yakin orangtua saya pasti akan mencarikan jodoh yang terbaik buat saya. Jadi tidak ada alasan buat saya menolak bukan?” Marsya menghela nafasnya. Marsya pikir Arga akan menolak dengan begitu akan gampang untuk mengatakan tidak pada Mamanya tetapi dugaannya salah, pria ini menerima dengan mudahnya. “Kalau kamu bagaimana, apakah kamu setuju?” Arga menanyakan kembali pertanyaan yang sama pada Marsya. “Kalau boleh jujur saya tidak setuju. Saya tidak suka dijodohkan, saya juga belum ada kepikiran untuk menuju kepernikahan sebenernya.” Akhirnya Marsya menyampaikan suara hatinya pada pria dihadapannya ini. “Karna kamu punya pacar?” “Bukan!” Marsya menjawab dengan cepat pertanyaan Arga, dia kaget mendapat pertanyaan seperti itu. “Lalu kalau bukan itu, karna kamu masih ingin menikmati pekerjaanmu sebagai artis?” “Bukan juga, saya memang belum ada kepikiran kepernikahan saja cukup bukan karna hal lain.” Marsya menghela nafas lagi. Semenjak Marsya diminta oleh Mamanya untuk berkenalan kembali dengan anak teman Mamanya hari-hari Marsya sangat jelek dan sering sekali menghela nafas. “Lalu, kalau begitu kenapa kamu tidak terus terang dan menolak perjodohan ini pada Tante Marina?” “Saya sudah lakukan itu, tapi Mama kecewa dan membujuk saya kalau coba kenalan dulu sama kamu, makanya saya coba untuk kenalan sama kamu. Saya lakuin ini karna Mama saya, saya ingin bahagiain Mama saya.” Mereka kembali terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. “Saya pikir kamu tidak akan setuju dengan perjodohan ini, dengan begitu akan mudah untuk bilang sama Mama ternyata kamu mala setuju.” Marsya menyuarakan suara hatinya. “Sama kayak kamu, saya melakukan ini karna demi orangtua saya.” Marsya terdiam, Ia tidak tau harus menjawab apa dan bagaimana lagi. Dia bingung harus bagaimana. “Kita coba saja dulu saling mengenal satu sama lain, sama kayak yang di bilang sama Mama kamu. Dengan seiring berjalannya waktu kita lihat bagaimana progresif kedepannya.” Arga memberi saran atas kebingungan Marsya. Marsya tersenyum masam pada Arga. “Harus kan? Saya gabisa nolak.” Arga menganggukkan kepalanya. Mereka kembali terdiam, hingga akhirnya sadar saat telvon Marsya bunyi kemudian Marsya mengangkatnya. “Iya Fan? Oh iya gue lupa, kalau gitu gue kesana sekarang. Oke bye.” Marsya menatap Arga. “Saya harus pergi saya udah dipanggil. Maaf tidak bisa lama, saya akan coba untuk kenal kamu demi Mama saya.” Arga diam saja tidak menjawab. “Kalau begitu saya pergi dulu. Permisi.” Marsya meletakkan uang lima puluhan dua lembar di atas meja kemudian keluar dari cafe tersebut. Arga menatap uang yang di tinggalkan Marsya dan menatap kepergiaan Marsya. Arga bingung apa sebenernya apakah keputusannya sudah benar?         Arga adalah orang yang sangat keras dan perfect entah mengapa melihat Marsya yang sedikit berantakan mengenai waktu dan dengan kesibukannya yang padat membuat Arga biasa saja. Padahal Arga tidak akan senang sama orang seperti itu. Tapi kali ini Arga menahan semua itu. Apakah Arga mampu menerima semua yang ada pada Marsya? Entahlah hanya waktu yang akan menjawab semuanya nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD