BAB 5

1237 Words
Pria setengah baya tampak sibuk dengan telepon yang tergeletak di atas meja. Tangan kanannya menekan deretan nomer yang tertera pada secarik kertas sedang tangan kiri memegang gagang telepon. Dia terdiam seolah menunggu panggilannya akan terjawab. Sampai akhirnya pria itu mendesah kasar ketika mendengar nada suara peringatan kalau dirinya diharuskan untuk meninggalkan pesan suara, menandakan jika putrinya tidak bisa menerima panggilan. Pria yang dikenal dengan nama panggilan Bryan itu pun bergumam pelan, meninggalkan pesan suara untuk putrinya. Berharap jika anak semata wayangnya akan mendengar pesan tersebut lalu menghubunginya. Setelah dirasa cukup, Bryan segera meletakkan gagang telepon. Dia bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar mandi. Keringat yang bercucuran akibat pekerjaan berat yang dilakoni sudah mulai mengering. Sehingga dirinya bisa langsung mandi sekedar menyegarkan badan. *** Sepasang manusia berjalan beriringan. Terlihat jelas jika sang wanita masih berusaha mengejar langkah kaki pria yang berada dua langkah di depan. Mereka berdua pun berhenti di depan lift. Tangan kanan Kailen terulur untuk menekan tombol lift hingga pintu itu terbuka lebar. Adam lebih dulu masuk ke dalam lift lalu Kailen menyusul. Setelah menekan tombol membuat kedua daun pintu besi itu tertarik sampai tertutup rapat, Kailen memposisikan dirinya berdiri di belakang Adam. Dia pun menarik napasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan untuk mengatur deru napasnya yang cepat akibat mengikuti langkah Adam. Sebelah bibir Adam terangkat, membentuk seringaian tipis ketika melihat bayangan Kailen dari arah dinding lift. Terlihat jelas jika Kailen tengah menenangkan dirinya. Saat kedua tangan Adam dimasukkan ke dalam saku celana, kepalanya menoleh ke arah samping sekilas membuat Kailen terkesiap. "Kau harus terbiasa dengan langkah kakiku. Jangan menunjukkan wajahmu seperti sekarang di depan orang lain jika kau tidak ingin menjadi bahan candaan mereka," ujar Adam saat kepalanya kembali menghadap ke depan. Pandangannya tertuju ke arah bayangan Kailen. Kailen tertegun mendengar ucapan Adam. Baru kali ini dirinya mendengar Adam berkata tanpa suara yang keras. Tiba-tiba saja dirinya mengingat kalimat yang ditulis oleh Jenifer tentang sosok Adam hingga membuat kepalanya tertunduk. "Apa kau tahu siapa Mr. Butler?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Adam membuyarkan lamunan Kailen. Dalam sekejap Kailen pun berusaha keras untuk mengingat siapakah sebenarnya Mr. Butler tersebut. "Dia adalah klien nomor satu untuk MHC. Kenapa aku mengatakan seperti itu? Mr. Butler selalu memborong semua produk yang pertama kali dikeluarkan oleh MHC. Beliau juga merupakan rekan bisnis yang sangat loyal dan disiplin," jelas Adam ketika tidak mendengar jawaban apapun dari Kailen. Kailen terlihat mendengar penjelasan Adam dengan seksama. Sampai akhirnya pintu lift pun terbuka. Adam melangkah keluar lebih dulu sedangkan Kailen mengikuti di belakang. Saat mereka berjalan tiga langkah, Adam tiba-tiba menghentikan langkahnya. Sontak Kailen pun hampir menabrak punggung pria itu. "Ku peringatkan padamu," ucap Adam saat berbalik arah menghadap Kailen. Dia mengangkat jari telunjuk di depan wajah sekretarisnya membuat Kailen terkesiap. "Jangan pernah mengecewakan Mr. Butler sedikit pun. Apa kau mengerti maksudku?" "Saya mengerti, Sir," jawab Kailen. Adam tersenyum dan kembali ke arah sebelumnya. Dia pun mulai memotong langkah membuat Kailen berusaha menyusul. Mereka berdua masuk ke dalam ruang rapat. Lima menit lagi menunjukkan waktu kedatangan Mr. Butler. Adam pun menyuruh Kailen untuk keluar dari ruang rapat dan menjemput Mr. Butler di lobi depan. *** Sebuah mobil Mercedes S-Class S650 melaju di jalan dengan lajur satu arah. Jalan yang diselimuti pepohonan di sisi kiri dan kanan terasa menyejukkan. Sesekali daun-daun berjatuhan dari pohon membuat roda-roda yang berputar menginjak daun kering menimbulkan suara. Miguel Sawyer—pria paruh baya yang tengah duduk di kursi kemudi memelankan laju mobil hingga perlahan berhenti. Dia segera turun dari mobil lalu membukakan pintu belakang untuk seseorang. Pria berstelan jas hitam tampak keluar dari dalam mobil dengan sebuket bunga Juliet rose yang masih tampak segar. Sepatu pantofel yang terlihat mahal itu menginjak dedaunan kering. Melewati kebun rumput hijau yang dihiasi oleh berbagai nisan bertuliskan nama-nama penghuni tempat tersebut. Dia berhenti tepat di depan sebuah makam yang sudah terlihat sangat tua dan kurang terawat. Tubuhnya menunduk sejenak saat meletakkan buket bunga mawar Juliet lalu kembali berdiri tegak. Matanya menatap lekat nisan yang ada di hadapannya. Suasana masih sunyi saat pria berusia lanjut itu masih senang memperhatikan makam di hadapannya. "Maafkan aku karena sudah lama sekali aku tidak mengunjungimu," gumamnya pelan dengan pandangan menunduk sejenak. Howart tersenyum ketika mengingat sosok wajah wanita muda yang merupakan putri dari orang yang namanya tersemat di dalam nisan tersebut. "Putrimu sangat mirip denganmu. Dia baik dan ... cantik." Helaan napas pelan terdengar dari arah Howart. Pria itu masih merasa bersalah karena terlalu lama menemukan keluarga Karynna. "Aku akan menepati janjiku pada Jalissa untuk menjaga keluargamu terutama putrimu. Aku tidak ingin Bryan kembali salah paham padaku, jadi aku hanya bisa membuat putrimu bekerja bersama putraku." Howart tersenyum miris mengingat penuturan Jesse mengenai sikap putranya. "Adam mungkin belum bisa menerima putrimu begitu saja. Tapi aku yakin, putrimu pasti bisa mengalahkan keangkuhan Adam. Putrimu adalah wanita yang sangat mirip denganmu. Dia mampu menggerakkan hati seseorang sekeras apapun itu. Aku yakin ... Suatu saat nanti Adam pasti bisa bersikap baik pada putrimu." Howart terdiam sejenak. Pandangannya mengabsen tanah pemakaman yang terlihat sunyi. Sampai akhirnya perhatian Howart kembali tertuju pada makam Karynna. "Aku harus pergi. Aku pasti akan kembali menemui mu nanti," ucap Howart lalu berbalik arah. Kedua kakinya mulai berjalan menjauhi makam tersebut. *** "Ini adalah produk terbaru kami, HM-Always Read. Kami mendesainnya khusus untuk para penderita Dyslexia. Produk ini juga bisa digunakan oleh semua orang dari berbagai kalangan usia dan dapat membantu seseorang yang ingin membaca banyak buku tanpa rasa lelah pada matanya," jelas Adam dan menunjukkan sebuah alat yang berukuran sepanjang sepuluh senti dengan warna hitam. Tiba-tiba Adam mengulurkan tangannya pada Kailen membuat wanita itu langsung memberikan tablet padanya. Sejenak Adam tampak sibuk berkutik dengan tablet yang ada dalam genggamannya lalu menunjukkan benda itu pada pria yang ada di hadapannya. "Ini adalah aplikasi HM-Always Read yang akan rilis dua minggu lagi. Selain dengan fisik, HM-Always Read juga merangkap pada aplikasi. 59% dari jumlah populasi di California lebih senang membaca buku digital. Jadi HM-Always Read dapat membantu setiap orang agar tidak menjadikan mata mereka lelah bahkan memerah karena sering membaca buku digital." "Lalu kapan perilisan untuk alatnya?" tanya Mr. Butler. "Perilisan pertama akan dilakukan pada tanggal 12 tepatnya satu minggu lagi. Untuk perilisan pertama, kami akan memproduksi alat itu hanya sampai 12.000 unit ke seluruh dunia. Dan untuk aplikasinya akan rilis pada tanggal 18 atau dua minggu lagi," jawab Adam. Frank Butler tampak menganggukkan kepala tanda mengerti. "Apa alat ini yang akan kau ikutkan dalam CES tahun ini?" "Untuk CES saya sudah menyiapkan alat yang lain," jawab Adam dengan senyum yang meyakinkan hingga membuat Frank tertawa kecil. "Aku akan menunggu dengan sabar untuk hal menakjubkan dari perusahaan mu di ajang CES nanti." Frank Butler meraih alat HM-Always Read yang tergeletak di atas meja. Dia menekan tombol on hingga terlihat cahaya laser yang menyinari meja. "Arahkan pada teks, Mr. Butler," tutur Adam dengan nada sopan. Frank mengangguk-anggukan kepala lalu melakukan sesuai penuturan Adam. Saat laser itu mengarah pada deretan kalimat, sebuah suara terdengar dari alat tersebut seolah sedang membacakan kalimat yang disinari oleh cahaya laser. "Ini alat yang bagus. Kirimkan setengah dari jumlah produksi pertamamu ke kantorku," ucap Mr. Butler hingga membuat Adam dan Kailen tersenyum lega. "Saya akan langsung mengirimnya ke kantor Anda nanti," balas Adam. Tak lama kemudian Mr. Butler pun bangkit berdiri diikuti Adam, Kailen serta sekretaris Mr. Butler. Adam dan Mr. Butler saling berjabat tangan menandakan jika rapat mereka sudah selesai. Mereka berempat pun bersama-sama keluar ruangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD