Tania menuangkan gula dua sendok ke sayur bening yang ia masak. Leo masih menatapnya dengan senyuman yang entah mengapa membuat Tania kehilangan konsentrasinya. Mau menegur Leo, Tania tak bisa. Bibirnya tiba-tiba terkunci gara-gara mantra yang diucapkan Leo.
Setiap kali mendengar Leo mengatakan 'calon istriku', entah mengapa Tania begidik ngeri. Seluruh darah di tubuhnya tiba-tiba mendidih dan kepalanya terasa pening. Bukan sakit kepala pada umumnya, tapi sakit kepala karena hendak terbang ke langit dan dihempaskan begitu saja.
Kamu memang calon istrinya, Tania! Ingat, istri sandiwara!
Angan yang sudah melambung tinggi itu tiba-tiba saja terhempas ke udara, membuat Tania sadar diri dan mengontrol gejolak aneh dalam dirinya.
Lagi, Tania mengambil gula dan menuangkannya ke masakannya. Leo mengamati hal itu dan ia diam saja meski ya, dia heran, sebenarnya apa yang Tania masak? Apakah Tania memasak sayur bening atau jenang?
"Tania," panggil Leo.
"Hmmm," Tania mencoba jual mahal.
"Kamu masak sayur apa?" tanya Leo.
"Sayur bening bayam kunci," jawab Tania seraya memotong tempe.
"Ohhh,"
"Kenapa? Gak suka?" tanya Tania, Leo menggeleng.
"Cara memasakmu mengingatkanku pada almarhum nenekku," kata Leo.
"Oh, ya?" sahut Tania dan Leo mengangguk. Leo berdiri dan berjalan ke dapur, membuat tubuh Tania bergerak sedikit menjauh.
"Mau apa?" tanya Tania sengit.
"Sayur bayam bening kunci, ya?" tanya Leo lagi, Tania melirik penuh waspada, ia tahu jika Leo sudah bertanya dua kali itu tandanya ada yang salah.
"Kenapa sih?" tanya Tania tak sabar.
"Nggak, dari tadi aku lihat kamu gak cicipi masakanmu," kata Leo lagi. Berharap Tania sadar dari tingkahnya.
"Udah enak, kombinasi bumbu yang aku masukkan pas kok," kata Tania.
"Tapi gak ada salahnya dicicipi, sapa tahu kemanisan," kata Leo akhirnya.
"Emang bapak pikir saya masak apa kok kemanisan?" tanya Tania heran dengan senyum sengit.
"Jenang, kamu dari tadi masukkan gula melulu," kata Leo akhirnya. Tania mendelik sekilas lalu dengan cepat ia meraih sendok lain dan menuangkan kuah dari spatula ke sendok. Buru-buru ia meniup kuah sayur tersebut dan mencicipinya, matanya langsung membola. Rasa manis yang terlalu pada sayurnya membuat lidahnya sedikit mabuk.
"Gimana?" tanya Leo. Tania tak bisa menjawab, "saya tahu selain saya tampan plus sexy, saya juga lelaki yang sangat manis. Sampai-sampai kamu terbayang-bayang saja saat masak, kan?" tanya Leo yang narsis.
"Kebalikannya! Karena saking asemnya, makanya aku pikir kasih bapak sayur bening manis bisa buat bapak berubah menjadi lebih manis," sahut Tania.
"Saya gak mau makan jenang versi sayur, Tania," kata Leo.
"Eh! Ini bukan jenang, pak!" seru Tania.
"Terus apa? Gulali?" tanya Leo yang membuat Tania kesal.
"Ya udah, bapak masak aja sendiri sana," jawab Tania marah.
Leo menghela napas berat.
Woman!
Leo melihat sayur yang dimasak, belum begitu matang, ia akhirnya menambahkan banyak air dalam panci hingga hampir penuh dan memberinya garam serta penyedap rasa. Ketika hampir matang sempurna, Leo memberanikan diri untuk mencicipi kuah tersebut dan rasanya jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia tersenyum bangga. Sembari memasak sayur, Leo menggoreng ayam dan ikan yang sudah dibumbui oleh Tania. Menggoreng bukan hal yang susah baginya, dulu saat ia lapar dan mama papanya tidak ada di rumah, ia sering memasak telor ceplok dan makan bersama kecap manis.
"Tania, kamu beneran ngambek? Gak mau bantu saya, nih?" teriak Leo pada Tania. Tania hanya menoleh sejenak. Ia merasa kasihan juga, apalagi ketika ia mengingat Leo tertidur saat menjaganya yang sedang sakit.
Shit!
Masih punya hutang budi.
Tania menuju dapur dan ia membiarkan Leo menggoreng ayam, sementara ia membersihakan dapur yang sudah seperti kapal pecah itu. Pekerjaan mereka berdua akhirnya selesai bersamaan. Mereka kemudian makan bersama-sama dan Leo bahkan hampir menghabiskan sayur bening bayam manis itu, membuat Tania heran.
"Katanya kayak jenang manis, kenapa masih dimakan?" sindir Tania.
"Buatan calon istri sendiri ya harus dimakan donk," jawab Leo yang membuat jantung Tania kembali berdetak-detak keras. Tanpa ia sadari, ia menatap Leo dengan intens, "kenapa lihat saya begitu?" tanya Leo.
"Kenapa bapak suka banget ngegodain saya?" tanya Tania. Kali ini Tania memberanikan diri menatap Leo. Leo membalas tatapan Tania, ia bahkan meletakkan sendok makannya. Hati Tania berdebar-debar.
"Terus kamu mau saya bagaimana? Dingin dan cuek ke kamu?" tanya Leo. Tania bimbang. Ditatap Leo seperti itu membuat Tania hilang akal.
"Aku akan ambil minum," kata Tania seraya berdiri dan beranjak ke dapur untuk mengambil minum. Leo menghela napas. Ia juga sama dengan Tania, perasaannya aneh, wanita yang menjadi sekretarisnya dan ia perlakukan sekenanya itu kini menjadi calon istrinya. Banyak hal yang harus Leo ubah dan itu mendadak, sedangkan ia butuh waktu juga untuk itu.
Leo menyadari bahwa ada rasa cinta yang mulai tumbuh di hatinya untuk Tania, hanya saja meyakinkan Tania akan hal itu bukan hal yang mudah. Tania cukup berpendirian teguh, tidak mudah goyah dan terbujuk rayuan. Bagi Tania, dirinya hanya seorang bos besar yang ia layani seperti biasanya, bukan seorang lelaki dewasa dimatanya.
Leo berdiri membawa piring kotornya ke dapur. Ia meletakkan piring dapurnya di wastafel dan berjalan ke arah Tania yang membungkuk ke arah kulkas.
"Gak ada air di,-" ucapan Tania terhenti kala ia melihat Leo sudah berdiri di sampingnya dan jaraknya cukup dekat dengannya, membuat Tania salah tingkah, "gak ada air dingin, pak," kata Tania pelan. Leo mengambil botol air di tangan kanan Tania, ia lantas membukanya dan meminumnya di depan Tania.
"Hatiku sudah tak lagi gersang, Tania," kata Leo yang sekali lagi membuat Tania klepek-klepek. Hatinya tak kuat menahan gombalan demi gombalan dari Leo.
Apa yang harus aku lakukan?
Ya Tuhan!
Selamatkan aku dari rayuannya.
"Pak, saya ada permintaan," kata Tania setelah ia berpikir singkat.
"Apa? Katakan," jawab Leo.
"Bagaimana kalau kita segera menikah saja. Dua minggu lagi itu terlalu lama. Saya gak bisa lama-lama dibeginikan, ayo kita menikah saja," kata Tania yang kini benar- benar membuat Leo kaget bukan main.
"Kapan?" tanya Leo dengan gugup. Ia tak percaya tapi mata Tania terlihat serius.
"Sekarang boleh," jawab Tania.
"Sekarang?" tanya Leo lagi dan Tania mengangguk.
"Saya sudah gak tahan, pak!" kata Tania.
"Kamu sudah basah?" tanya Leo yang lagi-lagi membuat Tania bingung.
Basah?
Apa maksudnya basah?
"Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kita memang menikah tapi hanya diatas kontrak! No touch!" kata Leo lagi. Tania lantas mendelik dan menginjak keras kaki Leo, membuat lelaki itu mengadu kesakitan dan hanya bisa menatap kepergian Tania dengan bingung.
"Tania!" panggil Leo berteriak, "aku salah apa lagi?" tanyanya.