Zalman terus mengusap tangan mungil yang terasa dingin baginya itu, juga terus merapalkan doa tanpa henti. "Apa mimpimu sangat indah sampai tidak mau membuka mata dan melihat saya di sini, Ghina?" tanya Zalman sendu, suaranya terdengar serak. Pria itu masih belum bisa tenang sebelum memastikan Ghina sadar dan kembali bisa menatap ke arahnya, bisa bicara padanya, bisa mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Seorang dokter masuk, menyapa Zalman yang merupakan kenalannya. "Biar diperiksa dulu, Man." "Tolong bantu dia, Wen." Zalman memelas dengan mata yang berair ia mengatakan ketulusannya itu pada Wendy, teman satu angkatannya. Dokter Wendi tersenyum. "Okey." Dia mendekat ke arah Ghina, memonitoring kemajuan apa yang wanita itu lakukan, apa alasannya masih belum juga sadar. "Semuanya baik,