BAB 2

1015 Words
Karena sudah menjadi kebiasaan, Alea bangun pagi-pagi buta dan membersihkan setiap sudut rumah. Beruntung rumah sebesar ini tidak terlalu banyak debu dan kotor. Rupanya Gavin selalu merawat rumahnya dengan rajin. Jadi Alea tidak perlu menguras banyak tenaga untuk membersihkan. Setelah selesai dengan urusan rumah, Alea bergegas ke dapur untuk membuat sarapan. Meskipun Gavin secara terang-terangan memberitahu tidak akan memberi kesempatan untuk Alea dalam hatinya. Bagaimanapun juga Gavin tetap suaminya. Hanya satu yang ada dalam benak Alea. Ia harus menjadi Istri yang taat sesuai ajaran agama nya. Tentang ucapan Gavin tadi malam, itu adalah urusannya dengan yang maha kuasa. Alea tinggal menjalankan perannya sebagai seorang istri yang taat pada suaminya. Kalau urusan memasak, Alea adalah jagonya. Masakan apapun ia bisa. Sekalipun tidak bisa, Alea akan belajar dengan giat jika ada orang yang meminta. Pagi ini Alea memasak sarapan sederhana pada umumnya. Nasi goreng udang ditambah telur ceplok setengah matang. Tidak lupa Alea memanaskan s**u, barangkali Gavin ingin meminumnya. Begitu selesai memasak, Alea segera menyajikan makanan tersebut di atas meja makan. Dan tinggal menunggu Gavin bangun dari tidurnya lalu makan bersama. Dari dalam dapur, Alea mendengar suara pintu kamar Gavin dibuka. Maklum saja, jarak dapur dengan kamar Gavin sangat dekat. Hanya berjarak beberapa meter saja. Segera Alea membuka langkah untuk menghampiri Gavin. "Mas Gavin, Alea sudah bikin sarapan," beritahu nya. Gavin hanya bergumam kemudian berjalan menuju dapur. Meskipun Gavin menutup rapat mulutnya, Alea masih bersyukur karena Gavin tidak menolak untuk memakan sarapan yang ia olah sejak pagi buta. Sejenak Gavin hanya duduk terdiam, matanya memeriksa hidangan yang tersaji di atas meja. "Apa ada yang Mas Gavin perlukan? Bilang saja, akan Alea siapkan." Lagi-lagi Gavin tidak menjawab pertanyaan Alea. Mungkin Gavin mendadak jadi bisu pagi ini. Alea menarik kursinya di seberang Gavin. Suasana di sini sangat canggung. Alea menyendok makanannya dengan kikuk. Keduanya sama-sama merasa tidak nyaman. "Mas Gavin ...." panggil Alea lembut. Mendengar suara lembut Alea memanggil dirinya membuat Gavin sedikit merinding. Darah di dalam tubuhnya mendesir begitu saja. "Ada apa?" sahutnya dingin. "Aku tahu dan paham betul dengan ucapan Mas Gavin tadi malam. Tapi, izinkan aku melayani kebutuhan kamu, Mas. Aku ingin menjadi seorang istri yang taat," ucap Alea. Tentu saja kebutuhan yang Alea maksud adalah kebutuhan yang mencakup seperti menyiapkan pakaian Gavin untuk bekerja, menyiapkan makanan, dan lainnya. Semenjak Gavin mengumumkan jarak yang sangat jauh antara dirinya dengan Alea di pernikahan ini. Alea tidak berpikir untuk hal lainnya, seperti memiliki anak misalnya. Karena ia yakin, Gavin tidak akan pernah mau menyentuh dirinya. Tapi Alea sudah membulatkan tekadnya, ia akan berusaha untuk meluluhkan hati suaminya dan merebut Gavin dari Rosa yang telah mati. *** Alea bingung harus melakukan apa di saat seperti ini. Dirinya yang terbiasa bekerja setiap hari merasa sangat bosan ketika harus berdiam diri di dalam rumah. "Aku harus ngapain, ya?" Kedua mata Alea berkeliling memperhatikan rumah yang sangat besar dan hanya ada dirinya seorang. Ding Dong... Terdengar suara bel dibunyikan. Ada seseorang yang datang. Sebelum membuka pintu, terlebih dulu Alea menilik lewat jendela. Ia tidak bisa sembarang membuka pintu. Ternyata Marla yang sudah bertamu sepagi ini. Marla adalah ibu mertua Alea. Dengan cepat Alea membukakan pintu lalu menyambut Marla dengan senang. "Ibu ...." seru Alea menghambur ke dalam pelukan Marla. Alea dan Marla sudah saling mengenal sejak lama. Semenjak Marla menjadi pelanggan tetap di butik Tante Ani, keduanya menjadi sangat dekat seperti seorang ibu dan anak. Marla yang sangat menyukai Alea dan selalu berbicara ingin memiliki menantu seperti dirinya. Ternyata ucapan Marla menjadi kenyataan kemarin. Memang benar yang orang katakan, ucapan adalah doa. "Ibu tahu kamu pasti kesepian di sini sendiri. Makanya Ibu ke sini." Marla menyerahkan paper bag berukuran besar. "Ini untuk kamu." Alea merasa sangat senang memiliki Marla yang tulus menyayanginya. Di dekat Marla, ia merasakan kasih sayang seorang Ibu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu masuk ke dalam rumah, Marla langsung melangkah menuju kamar utama. Betapa terkejutnya hati Marla saat melihat foto-foto Rosa masih terpampang di sana. "Apa-apaan Gavin ini!" Pikir Marla. Segera ia menutup pintu kamar lalu mendatangi Alea yang berada di dapur. Wanita paruh baya itu tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Alea tidur di dalam ruangan yang dipenuhi oleh foto wanita lain. Ia pasti sangat sakit hati. "Alea sayang, sedang apa kamu, Nak?" Tanya Marla ramah. "Alea bikin teh untuk ibu," sahut Alea tersenyum. Senyum manis itu seakan membuat hati Marla tercabik. Satu-satunya wanita yang ia kenal, yang selalu tersenyum dalam kondisi apapun. Alea adalah wanita yang tegar. "Alea, Ibu minta maaf atas sikap Gavin terhadap kamu," ucap Marla tiba-tiba. Alea langsung terdiam. Tangannya yang asyik mengaduk teh langsung berhenti begitu mendengar ucapan Marla. Bagaimana Marla tahu apa yang telah Gavin perbuat terhadap dirinya. "Ibu akan menyingkirkan foto-foto wanita itu dari kamar kalian. Kamu pasti sangat sakit hati harus melihat foto wanita lain sebelum tidur." Ah, ternyata tentang foto wanita itu. Andai saja Marla tahu jika sebenarnya mereka tidur di kamar yang terpisah. Hal itu lebih menyakitkan bagi Alea daripada harus memandang foto perempuan lain tepat sebelum tidurnya. Alea tertunduk, matanya menyiratkan kesedihan yang teramat dalam. "Jangan bilang kalau kalian tidur di kamar terpisah." Marla menebak. Hatinya akan sangat hancur dan marah jika hal itu benar terjadi. Diamnya Alea membuat Marla berpikir jika tebakannya benar. Bahwa Alea dan Gavin tidur di kamar terpisah. Seketika emosi Marla meluap ke atas. Ia berlari ke kamar utama lalu mengambil semua foto Rosa yang terpajang di dinding. Marla melempar semua foto wanita yang sudah tidak ada lagi keberadaannya di dunia ini. Gavin benar-benar sudah keterlaluan kali ini. "Ibu, tolong jangan begini. Nanti Mas Gavin akan marah," tutur Alea ketakutan. Perempuan yang statusnya adalah menantu di keluarga Liandra itu memungut foto yang Marla lempar sebelumnya. "Alea, letakkan itu kembali!" Suara Marla terdengar tinggi dari sebelumnya. Marla mengambil kembali semua foto Rosa yang ada di tangan Alea lalu membuangnya ke tempat sampah. Marla sangat sensitif dengan hal-hal yang menyangkut Rosa. Entah apa penyebabnya, hanya Marla yang tahu. "Mulai malam ini dan seterusnya, kalian akan tidur di kamar yang sama. Nanti Ibu yang akan mengurus Gavin. Oke?" Marla memegang erat kedua tangan Alea. "Ibu akan selalu mendukung kamu. Jadi jangan pernah merasa sendirian, hm?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD