Cinta Itu Perjuangan

1280 Words
"Pak Gemas! Pak Gemas!" Namanya saja yang Gemas tapi kelakuannya tidak menggemaskan sama sekali menurut anak-anak muridnya. Ya termasuk Adrian yang baru saja pura-pura tidur di lapangan. Padahal Pak Gemas juga tak melihat karena terlalu sibuk mengurusi persoalan Adrian dan Eisie yang haaah. Dua bocah itu memang sering membuatnya pusing kepala. Kerjaannya hanya terus bertengkar. Tak heran kalau Ali terlepas dari pantauan. Sepertinya ia lebih beruntung dari Ardan. Hihihi. Soalnya kalau Ardan, pasti sudah habis ditarik telinganya sampai merah. Tentu saja lelaki ini tahu Ardan karena yaa Ardan dan para sepupu juga pernah bersekolah di sini. Ali sempat melihat Adrian yng menjadi pusat perhatian. Yaa adiknya itu tak berbeda jauh dari Ferril kok. Yang hobinya memang menjadi pusat perhatian. Ia sih pengen juga di posisi itu tapi entah kenapa selalu ketiban sialnya. Hahaha. Dengan wajah yang rada berbeda dibandingkan saudara yang lain. Yaaa sebetulnya mengikuti wajah tantenya, Aisha. Begitu juga dengan Adshilla kan? Kalau Aidan sih sudah pasti mirip abi mereka. Kakak pertamanya tentu campuran kedua orangtuanya yang entah kenapa bagus sekali. Kok ia gini-gini amat? Dengan nasib yang tak berbeda jauh dari Ardan. Hihihi. Ya nasib cinta yang juga bertepuk sebelah tangan. "Gilaaaaak! Udah dapat aja kecengan baru tuh si Lova! Baru juga masuk beberapa hari!" Ya bahkan masa orientasi siswa baru saja berakhir. Tapi omong-omong apa tadi katanya? Lova? Spontan saja ia menoleh, mencari sosok yang dibicarakan barusan. "Padahal tadinya mau gue deketin kan. Ya berhubung katanya masih jomblo." Celetukan itu kembali membuat kepala Ali berputar. Mencari asal suara yang tentu saja tak jauh. Yaa masih teman-teman satu sekolahnya juga. Hanya agak kaget mendengarnya. Apa katanya barusan? Mendekati Bellova? Matanya bisa juling karena senewen. Ia hanya bisa mendengus. Kalau dulu, Talitha dan Ardan adalah dua sahabat sejak kecil. Yeah karena memang tinggal di komplek yang sama kan? Nah kalau Ali kan baru mengenal Bellova itu sejak SMP. Untungnya tidak tinggal di komplek yang sama. Tapi ia tentu sudah banyak tahu soal Bellova dan keluarganya. Jika Talitha terhitung sebagai cewek yang supel sehingga banyak dikenal maka Bellova berbeda. Dari wajahnya memang bukan yang cantik-cantik amat. Tapi karena karakter dan sifatnya yang menyenangkan, membuat banyak cowok entah kenap jadi jatuh cinta padanya. Bahkan Ali juga tak bisa memungkiri kalau ia juga sangat nyaman berada di sekitar perempuan itu. Kini tatapan Ali beralih pada cowok yang sedang berupaya mendekati Bellova. Dalam sekali lihat, ia tentu saja mengenalnya. Ya apalagi kalau titelnya anak band kan? Cowok itu adalah drummer band dari anak kelas XI. Ia terheran-heran. Ada banyak cewek seangkatannya kenapa memilihnya Bellova sih? Reza yang muncul dari belalangnya langsung terbahak melihat apa yang sedang dilihat Ali. Cowok itu merangkul Ali kemudian melirik ke arahnya dengan tatapan meledek, ya bahkan masih tertawa. Ali hanya bisa mendengus. Kalau sudah begini, bisa patah hati berkepanjangan lagi sih. Ia juga berada di posisi yang serba salah. Ya mau maju tapi tak berani. Sebagai sahabat, ia takut persahabatan mereka hancur. Namun di sisi lain, ia juga tak bisa menerima Bellova dekat lagi dengan lelaki lain. Maunya apa jadinya? "Apa gue bilang, Li? Kalo lo suka ya jujur lah. Dari pada nyimak begini doang dari jauh, lo pikir, dia bakalan tauk?" Ya. Itu adalah kata-kata yang sangat tepat menggambarkan hatinya yang sudah gelisah tak karuan. Reza terbahak lantas menepuk-nepuk bahunya lalu malah meninggalkannya sendirian. Tak mau emosi hanya karena hal semacam ini, ya tampak sepele tapi nyatanya, ia juga tak bisa menahan diri kan? Ali berpaling ke arah lain. Ia malah berjalan menuju toilet laki-laki. Lebih baik nongkrong saja di sana sebentar sebelum bel istirahat selesai. "Kak Ali!" Ada yang memanggilnya. Spontan saja ia menoleh dan mendapati seorang gadis mungil datang ke arahnya. Gadis itu tampak manis dengan tubuhnya yang pendek untuk ukuran anak SMA. Siapa? Ia juga sedang menerka-nerka hingga akhirnya..... "Eh...e-elo--" Gadis itu tampak tersenyum kecil. Lega karena ya tak malu-malu amat lah karena Ali tampak masih mengenalnya. "Saya Shinta, yang waktu itu pernah kakak tolongin. Makasih ya, kak, untuk yang waktu itu. Kayaknya waktu itu saya lupa deh bilang makasih ke kakak," tuturnya. Ia mengulurkan sesuatu untuk Ali. Ali mengernyit walau tak urung mengambil cokelat yang diberikan. Jujur saja, baru kali ini ia mendapatkan cokelat dari seorang gadis. Sebelumnya? Tak pernah ada cewek yang pernah menjadikannya pusat perhatian apalagi sampai memberikan cokelat begini. Hahaha. "Sekali lagi, Shinta mau ngucapi makasih banyak ya, kak." Gadis itu tampak malu-malu usai mengatakannya. Lalu berpamitan pergi. Ia berlagak cool dulu. Begitu sampai di toilet baru berhore ria. Ia perlu bertanya pada Ardan, apakah abang sepupunya itu pernah mendapatkan cokelat dari seorang gadis? Hahaha. Kalau tidak pernah, ini akan menjadi pertanda baik dari asmaranya yang mungkin berbeda dengan kutukan Ardan. Hahaha. @@@ Dari SD hingga sekarang, orang yang dicintai Adel itu memang masih sama. Masih seorang Fabian. Meski ya tampaknya perasaannya tak pernah terbalas. Menyakitkan? Ya begitu deh. Hahaha. Barangkali sudah nasib? Karena sejauh ini, di antara para sepupunya juga tak ada yang berhasil dengan cinta pertama. Eeh kata siapa? Hahaha. Anne jatuh cinta pada pandangan pertama dan Hamas juga cinta pertamanya. Lalu siapa lagi ya? Adel berkali-kali melirik ke arah Abi. Cowok itu selalu serius belajar. Meski tampak ketus begitu, Abi memang pintar sih. Bahkan jauh dibandingkan dengannya. Dulu ia jatuh cinta karena Abi selalu menjawab pertanyaan guru dengan benar. Rankingnya? Tak jauh-jauh dari ranking satu, dua atau tiga. Kalau Adel? Hihi. Jangan ditanya deh. Nanti ia marah. Ia bukannya gak pintar. Mungkin tipikal belajarnya agak berbeda dengan yang lain. Dari pada membaca buku, ia lebih suka mendengar cerita dari berbagai video. Kadang juga diajarkan oleh a'aknya sih. Agha paling tahu cara mengajarkannya. Namun untuk urusan Abi? Adel benar-benar tak tahu apa-apa. Ia buta. Tak paham dengan karakter Abi. Abi itu bukan tipe cowok yang pintar dan cupu. Ia masih bergaul bahkan sebenarnya cukup ramah namun anehnya paling dingin dengannya. Ya walau agak-agak bad attitude juga. Terutama sama cewek sih. Yaaa kecuali....apa masih perlu ditanyain lagi? Ia baru saja melihat Abi beranjak dari bangkunya lalu berjalan menuju meja perempuan itu. Menyodorkan hasil pekerjaannya begitu saja. Padahal kalau yang lain meminta apalagi Adel, tak akan dikasih loh. "Nih! Buruan kerjain!" Cewek itu bahkan tak pernah meminta. Ia iri. Ya sangat lah. Perbedaan perlakuan yang diterima oleh cewek itu jauh sekali dengannya. Saat sama-sama satu kelas di sini, ia bahkan mengambik duduk di meja sebelah Abi. Tapi lalu cowok itu pindah dan bertukar tempat dengan yang lain. Ia kecewa? Ia sudah patah hati parah yang ada. Namun Adel tak menyerah. Entah bodoh atau apapun namanya yang jelas ia tahu kalau cinta memang harus diperjuangkan. Seperti Adeeva dan Tata yang kini sudah berlari-lari menuju sekolah usai berusaha keras mencari sosok cowok yang pernah dilihatnya. Tapi tak dapat apapun. Ya tak apa. Mereka juga tak menyerah. Amanda menyenggol lengan Adel untuk fokus ke buku belajar mereka saja. Ya dari pada makin patah ahti melihat kedua orang itu semakin menempel. Mana saling tertawa pula. "Sampai kapan pun, dia gak akan pernah mau melihat lo, Del. Bukannya gak bisa loh tapi gak mau. Jadi Mending lupain aja deh, Deeel" tukas Amanda. Ia tak mau Adel patah hati. Meski sudah terlambat juga. Namun itu tetap tak mematahkan semangatnya. "Mumpung gue ada kesempatan. Gue gak mau berhenti," tukasnya. "Setidaknya gue harus tahu apa alasan dia gak pernah bisa menerima gue, Man." Amanda menepuk keningnya. Jawaban untuk itu? Apa masih perlu ditanya dan dibuktikan? Karena menurut Amanda, itu sudah sangat jelas. Apa alasannya? Ya tak cinta. Tak ada hati. Karena kalau kata orang-orang, Abi hanya suka sama cewek itu. Bahkan sejak dulu. Sejak mereka kecil. Sebab hanya gadis itu yang selalu ia ladeni. Adel? Ia menggelengkan kepala. Tak tahu harus berbicara apalagi. Bagaimana ia harus memberitahu Adel? Dengan bahasa apalagi kalau bahasa Indonesia saja tak mempan? @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD