Pagi harinya Bima bangun mendahului Ayu, entah jam berapa gadis itu mulai tertidur, namun tampaknya larut sekali Ayu baru bisa memejamkan matanya. Terbukti dari susunan koper juga tas-tas yang telah siap mereka bawa menuju rumah Bima.
Bima tak langsung bangun dari tempat tidur, ia memilih berbaring menyamping mulai menatap wajah Ayu yang masih damai menjelajahi mimpi. Tak ada kerutan kesal yang gadis itu perlihatkan, sungguh sangat menawan dengan keheningannya fajar.
Bima tak akan pernah membantah jika Ayu disebut sebagai wanita tercantik yang pernah ia temui, nyatanya sekian tahun ia memutuskan untuk berpisah dari Ayu, masih tetap gadis itu yang dapat menyandang sebagai mantan kekasih paling menawan yang pernah singgah dalam hidup lelaki itu.
Entah dengan alasan apa Bima menyudahi jalinan asmaranya dengan Ayu, padahal seingatnya dialah yang memutuskan melepaskan gadis itu dulu. Padahal saat itu mereka bisa diklaim sebagai pasangan paling ideal, apalagi sama-sama memiliki wajah rupawan yang sedap saja bila dipandang cukup lama.
Tanpa sadar Bima mengulurkan tangannya, mulai mengelus surai lembut milik Ayu yang lama sekali tak pernah ia jamah. Dulu, elusan di puncak kepala merupakan salah satu hal favorit yang Ayu sering minta dari Bima. Tak tau alasannya apa, tapi gadis itu sungguh menyukai jika Bima sudah bermain-main dengan rambut hitam legam miliknya.
Sebenarnya Bima tak begitu menyukai sikap yang Ayu tujukan padanya akhir-akhir ini, namun sedikit banyak Bima sadar jika apa yang ditujukan oleh Ayu adalah salah satu bentuk upaya gadis itu menjalankan apa yang telah ia tanda tangani.
Entahlah, Bima juga bingung. Apa sebenarnya yang harus ia lakukan?
Tenggelam dalam lamunan membuat Bima tak menyadari bahwa kelopak mata Ayu mulai terbuka dan menatap kesal ke arahnya. Tidak tanpa alasan, Ayu yang sedang pulas-pulasnya malah terganggu oleh elusan tangan Bima yang mengenai kelopak matanya.
"Woy!"
Bruk!
Demi mendengar bentakan dari Ayu, Bima malah tersungkur ke bawah kasur. Pantatnya tepat mendarat di atas lantai dingin kamar Ayu, membuat lelaki itu meringis merasakan nyeri menjalari tulang ekornya.
"Rasain! Siapa suruh gangguin gue tidur?"
Bukannya membantu, Ayu malah mengejek Bima. Setelah mengucapkan kata-kata pedas ala-ala Ayu, gadis itu lantas berbalik dan melanjutkan tidurnya. Lagi pula ini rumahnya, ada Mama yang akan membereskan perihal sarapan untuk Bima.
"Bangun, Yu, liat jam noh!" ujar Bima mulai berdiri, tangannya masih mengelusi p****t yang nyerinya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, "Emang lu tidur jam berapa deh?" sambungnya.
"Subuh! Udah diem lo, sana keluar minta makan Mama! Gue mau tidur!" balas Ayu malah menarik selimutnya hingga menutupi kepala.
"Gak! Gue mau elo yang masakin sarapan gue!" Tampaknya Bima tak jera akan sikap menyebalkan Ayu terhadap dirinya, lelaki itu malah berusaha menarik selimut yang menutupi tubuh sang istri.
"Woi! Gue masih ngantuk! Mau tidur!" bantah Ayu, mulai meladeni perilaku Artha yang ingin merebut selimut darinya.
Ayu mulai kewalahan ketika Bima sudah mengeluarkan semua tenaga yang lelaki itu miliki, ingatkan mereka memiliki gender dan kekuatan yang berbeda pula. Tak mungkin Ayu menang melawan Bima, itu hal musytahil pagi ini.
Maka Ayu memilih opsi kedua, melepaskan pegangannya terhadap selimut dan membiarkan Bima tersungkur untuk yang kedua kalinya dengan selimut tebal milik Ayu menutupi seluruh tubuh lelaki itu.
Bruk!
"Mama! Papa! Ada maling!"
×××
Saat perjalanan pulang, Ayu tak henti-henti mengibarkan bendera perang antara dirinya dan Bima. Bagaimana tidak? Ayu bahkan harus mendapatkan jeweran di kupingnya akibat berteriak di saat fajar masih menyingsing.
Namun, Ayu tetap melimpah semua kesalahan itu pada Bima. Lelaki itu pantas menjadi pelampiasan Ayu, apalagi Bima juga mangaku telah tersungkur di lantai dua kali akibat ulah Ayu.
Oleh sebab itu, bukan hanya jeweran yang Ayu dapat, gadis cantik itu juga dapat pukulan sapu dari ibunya karena telah menyakiti menantu kesayangan Mama.
Bima hanya tersenyum puas, tak menanggapi lebih kekesalan Ayu. Mau seberapa pun gadis itu memusuhi dirinya, Ayu tetap harus menuruti Bima apapun yang terjadi, itu kata Mama tadi yang jadi senjata Bima mengancam istrinya.
"Nanti malem kita ke rumah orang tua gue, jangan sampe lupa! Apalagi malah masih nonton drakor pas gue pulang," pesan Bima saat menurunkan Ayu di depan rumah.
Iya, Bima harus segera berangkat kerja. Ada satu dua hal yang perlu Bima tangani langsung, mau tak mau lelaki itu harus memenuhi tugas meskipun masih dalam masa cuti.
Ayu juga yakin Bima akan bertemu dengan Mitha, makanya bilang akan pulang saat sore datang. Tak ada yang perlu dipercayai dari sosok Bim, lelaki manipulatif seperti itu mudah Ayu tebak.
Akan tetapi, Ayu malas memusingkan perihal Mitha. Hidupnya sudah cukup berantakan hanya karena terpaksa menerima Bima masuk kembali ke dalam hidupnya yang semula begitu damai.
Ayu mengangguk, melepaskan kepergian Bima dengan wajah datar. Kopernya sudah diangkat oleh para pembantu, Ayu hanya perlu melenggang santai menuju kamar dan meneruskan tidurnya. Dia tak ada pekerjaan yang harus diselesaikan, lagipula bukan Bima yang harus mondar-mandir demi pekerjaan saat sedang cuti.
Di dalam keheningan, Ayu jadi ingat belum bertukar kabar dengan Sari. Padahal saat temannya itu datang menghadiri acara pernikahan Ayu, Sari bilang jika akan dengan senang hati menemani Ayu mengobrol saat sedang senggang.
Semoga saja Sari tengah senggang, dirinya butuh teman cerita.
Ayu meraih ponselnya, mendial satu nomor bertuliskan nama Sari dalam ponselnya. Harap-harap cemas Ayu sambungan telepon tersebut, ini masih jam kerja tentu saja akan sangat tidak mungkin bagi Sari untuk meladeni dirinya berbicara, tapi tidak ada salahnya mencoba kan?
"Halo?"
Mendengar suara Sari di seberang sana, Ayu jadi lega.
"Lo lagi sibuk gak, Sar?" tanya Ayu memastikan.
"Enggak, lagi Mas Bayu lagi ribut sama HRD makanya kita diem-diem dulu nunggu mereka kelar," jawab Sari santai.
"Berantem kenapa?" Sedikit banyak Ayu penasaran, dia juga salah satu karyawan di perusahaan itu tau!
"Biasalah, ada yang menyeleweng lagi. Makanya Mas Bayu protes, capek katanya nombok terus."
"Hahaha ... Manusia kalo liat uang nganggur ya gitu, pengen aja nyomot seenaknya," balas Ayu, gadis itu mulai meraih bantal bersiap melanjutkan sambungan teleponnya dengan Sari.
"Lo cuti berapa hari?" Kali ini giliran Sari yang bertanya.
"Dua mingguan deh kayaknya, gak tau pasti gue," jawab Ayu mengingat perihal cuti yang ia ajukan kemarin.
"Oh gitu, suami lo mana, Yu? Kok lo malah telepon gue sih?"
"Biasa kerja," singkat Ayu seolah malah membahas tentang Arka.
"Pekerjaan keras banget ya!"
Matanyaa
Baru saja Ayu ingin menimpali ucapan Sari, suara berat seseorang membungkam bibir Ayu. Suara menjengkelkan yang selalu menganggu hari-harinya.
"Gimana, Yu? Udah puas nikahin cowok kaya?"
Bayu anjing!
×××