Part 1 Bertemu Dengannya

1510 Words
Halo semua, gua Nunu. Di awal kita sudah saling mengenal bahkan bertukar rasa dan realita. Ini awal gua memandang mata itu, mata yang hampir mirip sama mata gua, saat dia tersenyum maka kedua matanya akan menghilang lalu membentuk bulan setengah yang melengkung di malam hari. Tutur sapa yang dia ucapkan tidak dilebih-lebihkan, uluran tangannya juga memberi tanpa meminta kembali, hanya hatinya tersebut terlalu lemah, ternyata Tuhan belum memberikan kesempatan kepadanya untuk merasakan yang namanya bahagia, pasti hati itu selalu menangis dibalik senyum dan tawanya, bahagianya hanya kepalsuan dan tidak nyata. Menyimpan beribu rahasia, dan gua ingin mendengar rahasia itu, melihatnya, dan menjadi sandaran jika dia mengijinkan. *** "Nah ini rumah aku, nggak terlalu besar sih cuman masih ada satu kamar kosong, kalau kamu mau. Bagaimana?" Nunu tersenyum, menatap bangunan yang berdiri kokoh di depannya, tidak terlalu besar, terbuat dari semen yang dilapisi karpet untuk mengurangi rasa dingin. "Nggak apa-apa. Gua lebih suka yang sederhana." "Bukan kamu terpaksa karena malas cari yang lain kan.” kata Bia lalu tertawa kecil. "Hehe. Lumayan kan bisa liat lo setiap hari." Bia menggelengkan kepalanya dan lalu berjalan ke depan. "Udah ayo kita ke dalam, kamu bicara sama bapak dulu, izin mau tinggal disini sementara." "Yahh.." "Kenapa kamu?" tanya Bia melihat kearah Nunu yang menghembuskan napasnya. "Cuman izin itu aja?" "Iya, memang apalagi?" "Padahal gua mau izin sama bapak lo, izin buat menghalalkan lo, dan gua akan tinggal di sini itu lama bukan sementara." Bia menghela napasnya, lalu melengos pergi begitu saja meninggalkan Nunu yang tersenyum. Berdiri tegap, Nunu menatap laki-laki paruh baya yang berperawakan tinggi besar sedang duduk di sofa dengan buku di tangannya, mencoba menahan rasa gugup Nunu kemudian berjalan ke arah laki-laki tersebut. Setidaknya Nunu pikir, ia harus memenangkan hati bapaknya dulu kalau perlu semua keluarganya dan nanti baru hati Bia. "Assalamu’alaikum, Om?" "Wa’alaikumsalam. Siapa ya nak?" Nunu tersentuh lega, pantas anaknya sangat rendah hati, ternyata bapaknya sungguh rendah juga hatinya. Nunu kira ia akan di tatap sinis dan ditanyai macam-macam, tapi di luar pikirannya Nunu malah diberikan senyuman oleh bapaknya Bia. Nunu jadi membayangkan senyum Bia, pasti lebih dari senyum bapaknya, manis. "Saya Nunu, Pak. Saya mahasiswa kota dan juga orang baru di desa ini, mau ngerjain tugas kuliah, buat sementara mau tinggal di desa ini Pak.” "Sudah dapat rumahnya, nak Nunu?" Nunu tersenyum lebar, perlahan menggelengkan kepala. "Kalau begitu tinggal di sini saja. Kebetulan Bapak punya satu kamar kosong di rumah ini, mau tidak?" "Mau Pak. Tadi juga calon istri saya, eh maksudnya anak Bapak bilang gitu." Nunu tertawa malu, setelah salah menyebut Bia. Bapak itu pun hanya terkekeh dan menganggukkan kepalanya. "Bia, maksudnya Nunu." "Iya Pak, itu. Pak, anaknya Bapak cantik." "Iya, dia duplikat ibunya. Anak Bapak emang cantik, tapi pastinya bapaknya juga ganteng bukan cantik, cantik itu buat perempuan. Haha." ucap Bapak seraya tertawa dan Nunu pun juga ikut tertawa meskipun ia tidak masuk dalam guyonan bapaknya Bia. Bia datang dengan membawa nampan yang berisi dua teh hangat yang asapnya mengepul dan kue-kue kering di dalam piring. "Wah, udah akrab aja. Cocok ya kamu sama Bapak aku, Nunu." "Iya dong. Berarti nanti cocok juga nggak sama lo.” "Hum. Bapak, udah diceritain sama Nunu, dia mau tinggal disini Pak, sementara buat ngerjain skripsi dia. Bia juga udah ngomong sama Mamak dan nggak apa-apa kata Mamak kalau Nunu mau tinggal disini." kata Bia kepada bapaknya itu. Dan selama dia fokus pada bapaknya, ternyata Nunu tidak bisa memalingkan tatapannya walau hanya sedetik aja, Nunu melihat wajahnya, bibirnya yang bergerak mengucapkan kalimat setiap kalimat. Nunu benar-benar terhipnotis. "Heh. Ngapain kamu liatin aku begitu?" Nunu yang sedang melamun lantas tersentak dari lamunannya, Nunu lalu tertawa malu apalagi Bapak Bia yang tertawa sembari laki-laki itu melangkah pergi dan meninggalkan Nunu bersama Bia. "Muka lo jangan gitu Bia, gua bukan liatin lo, lo salah sangka aja." kata Nunu dan melihat wajah Bia yang merenggut dan menatapnya tajam. "Awas kamu, jangan pernah suka sama aku, nanti aku bakal benci sama kamu." Nunu hanya tersenyum. Bia lalu melenggang pergi dan Nunu yang mengikutinya dari belakang. *** Nunu tersentuh, banyak foto-foto yang terpajang di dinding rumah milik Bia, Nunu menatap serius pada wajah anak kecil yang berdiri di samping sepeda, dengan pose miring dan bergaya piece, rambut ikal yang di ikat kuda, dan baju gaun merah yang dipakai oleh anak kecil itu. Saraswati Bia Ningrum (2007) "Ohhh.. jadi ini fotonya Bia waktu kecil." "Heh. Ngapain kamu, jangan sembarangan pegang deh." Nunu melihat Bia yang datang dengan sendal jepit di tangannya. "Bia, ternyata lo waktu kecil eksotis banget ya Bia, haha." "Nggak usah ketawa, nggak lucu Nunu. Kalau mau mengejek nggak usah bahasanya gitu deh. Bilang aja langsung aku hitam gitu." "Yee, ngambek. Bercanda gua Bia. Lo tuh imut tau, ya walau kulit lo nggak bening-bening banget.” "Emang bihun bening." "Iya sayang, eh. Hehe.." "Jangan banyak omong deh, nih pakai sendal ini, kamu ikut Bapak sana keliling desa, sapa-sapa sama warga di sini. Siapa tau kamu ketemu jodoh kan, haha." "Tega banget Bia. Gua udah punya kok. Nggak perlu cari lagi." "Siapa?” ”Lo, jangan pura-pura nggak tau deh." ”Ohh iya, emang aku suka sama kamu, bangun Nunu. Siang.” "Iya Bia. Nanti lo cemburu kalau gua sama perempuan lain, kan." Nunu tersenyum lebar. Dan Bia, perempuan itu kembali berlalu pergi tanpa menjawab ucapan Nunu. Nunu akan sabar, bukan kah kesabaran itu akan membuahkan hasil yang besar. Dan Nunu nggak akan menyerah buat mendapatkan Bia, Nunu bahkan tidak peduli siapa pacar Bia, entah Bia mau serius sama pacarnya, entah itu Bia sangat mencintai pacarnya. Nunu cuman mau Bia melihat hatinya, yang udah Nunu coret nama Bia dengan jelas, dan secara permanen, Nunu mau Bia tau rasa sukanya bukan hanya cinta biasa. Dan Nunu mau Bia juga membalas rasa suka Nunu terhadap perempuan itu. "Nunu, udah siap?" Nunu mengangguk, ia lalu memakai sendalnya yang tadi diberikan oleh Bia. Nunu lalu berjalan di samping Bapak Bia, sambil mengobrol ringan, hingga mereka melihat tempat yang pertama kali mempertemukan Nunu dan Bia. Ternyata di samping lapangan tersebut ada mushola dimana Nunu berharap masjid itu yang akan menjadi tempat dimana dia dan Bia suatu hari nanti mengucapkan ijab bersama dalam pernikahan. "Ini mushola di desa ini, kalau mau sholat ya cuman di mushola ini, ini mushola satu-satunya di desa ini, sebenarnya ada masjid besar tapi sangat jauh dari desa, jadi warga bersama-sama membangun mushola khusus hanya untuk di desa ini saja walaupun hanya masjid kecil tetapi sangat bermanfaat untuk warga. Kalau sore seperti ini memang banyak anak-anak yang bermain setelah mereka selesai mengaji, dan akan kembali sepi saat magrib akan tiba." Nunu mengangguk sambil ia terus berjalan mengikuti langkah bapaknya Bia, Nunu menatap pada beberapa anak-anak yang berlari ke arahnya dan Bapak. "Assalamu’alaikum Bapak." "Wa’alaikumsalam, kalian sudah pada mandi belum?" "Sudah Pak..!" Nunu terkekeh melihat anak-anak yang sangat antusias menyambut kedatangan Bapak. "Anak-anak, perkenalkan ini Om Nunu, dan nanti insya Allah akan tinggal untuk sementara waktu bersama kita semua di desa ini." "Assalamu’alaikum Om Nunu." "Wa’alaikumsalam adik-adik." "Om ini, pacarnya Kak Bia ya?" "Bima. Jangan bertanya sembarangan." ucap Bapak dan kemudian anak yang bernama Bima itu berlalu pergi. Nunu hampir tersedak ludahnya sendiri, mendengar pertanyaan anak laki-laki kecil yang menatapnya tadi. "Matanya kok, loh mata itu, mata Bia, mata gua, anak itu.." Apa jangan-jangan selama ini firasat Nunu benar, dia pernah kecelakaan 2 tahun lalu, kepala Nunu terbentur, kemudian dia amnesia. Dan Nunu lupa bahwa dia punya istri. Istrinya itu adalah Bia. "Nunu. Kenapa melamun, ayo kita pulang, mandi dan siap-siap buat sholat magrib." Nunu menganggukkan kepalanya dan berjalan di samping Bapak. Tidak lama berjalan akhirnya Nunu dan Bapak sudah sampai dirumah. Bapak pun sudah masuk untuk membersihkan dirinya, dan Nunu, ia duduk di kursi teras, memejamkan matanya, karena ngantuk berat akhirnya Nunu tertidur di teras. "Nunu.." Nunu terbangun saat mendengar seseorang memanggilnya. Ia membuka matanya, dan memandang pada Bia yang mengangkat alisnya sambil menunjuk jam di handphone nya. "Nunu, bangun, kamu harus ke mushola, sholat maghrib sana." "Iya Bia, tapi gua ngantuk banget.” "Sholat itu nggak lama kok Nunu, nggak sampai 10 menit." ucap Bia. Nunu lalu bangkit berdiri, ia menunduk dan menatap Bia yang lebih pendek darinya itu. "Iya sayang.” ”Nunu..!” "Haha.." tawa Nunu pecah dan berlalu pergi. Di kamar mandi Nunu bercermin dulu, dan ia terkekeh geli mengingat ucapannya tadi. "Bia. Gua sayang sama lo.” Nunu tersenyum, melihat wajahnya yang memerah dibalik cermin. Dan Nunu rasa imajinasinya itu sangat indah. Nunu keluar dari kamar mandi, mengucek matanya, memastikan apa ia tidak salah liat, Bia yang sedang duduk di depan lemari pakaian dan koper yang ada di sampingnya. "Bia?" "Hum.." "Jangan pegang asetnya gua ya." "Nggak lah Nunu. Ini aku cuman rapihkan baju kamu aja, sisanya kamu sendiri yang rapihkan." "Kenapa? Bia, tamu itu adalah raja." "Oh iya. Dan aku adalah babunya gitu." "Dan lo adalah ratunya, tuan rumah hati gua." Bia hanya menggelengkan kepalanya dan berlalu keluar dari kamar Nunu. Nunu tersenyum kembali pada imajinasinya. "Kesalahan gua adalah, kenapa nggak kenal sama lo lebih awal, Bia. Dan kenapa gua sangat ingin memperjuangkan lo. Padahal gua kenyataannya sangat nggak diinginkan sama lo."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD