Part 3 Keegoisan Rasa

1600 Words
"Assalamu’alaikum cantik.” Bia menoleh dan menatap Nunu yang tersenyum lebar. Laki-laki itu lalu duduk di samping Bia. "Wa’alaikumsalam. Ngapain kamu?” "Gua cariin dari tadi, akhirnya ketemu di sini.” "Kenapa kamu cari aku, aku emang biasanya disini kok kalau lagi libur ngajar anak-anak ngaji aku ke sini buat menenangkan diri.” ucap Bia dengan menatap ke depan, hembusan angin menerpa sehelai jilbabnya, Bia perlahan tersenyum tipis. Nunu menundukkan kepalanya, melihat lebih dekat wajah yang beberapa waktu kemaren mengganggu tidur malamnya. Bia begitu cantik di matanya, netra hitam pekat yang membuat Nunu selalu penasaran akan mata itu, wajah dewasa penuh kelembutan yang terpancar saat bertutur kata. "Nunu.” "Hah?” Nunu mengangkat langsung wajahnya, Bia melihatnya bingung karena ketahuan sedang memuja perempuan itu dengan menatapnya. Bia tertawa menggelengkan kepalanya. "Melamun kamu, tidak takut, di sungai ini ada penunggunya. Hati-hati aja, haha.” "Nggak percaya gua. Lagian gua nggak takut sama yang begituan, malah gua takut sama..” "Apa?” "Perasaan gua.” "Kenapa perasaan kamu, sakit hati, abis diselingkuhi, atau ditolak cintanya." Nunu terkekeh dan menggeleng. "Gua takut, perasaan gua ini nanti nggak dibalas sama lo.” "Kok jadi aku. Aneh kamu Nunu.” "Iya gua aneh.” ”Heh. Nyadar kalau aneh. Udahlah gua mau jalan ke pasar dulu.”ujar Bia dan bangun dari duduknya lalu disusul oleh Nunu. "Bia." tahan Nunu saat Bia yang hendak melangkah. "Apa?” "Gua sayang sama..” "Kak Bia..!” "Eh, Riska, Nur, adek-adek kakak udah pulang!” Nunu menggaruk rambutnya melihat Bia yang sudah berlari menuju dua perempuan yang melambaikan tangan padanya. Nunu menghembuskan napasnya, mungkin belum waktu yang tepat. Nunu kemudian menyusul Bia yang tengah berpelukan, Bia menciumi wajah kedua adiknya itu. "Riska, Nur. Kenalin ini namanya Kak Nunu. Ayo salam dulu.” Nunu lalu terkejut saat remaja yang lebih tinggi dari Bia itu menyalami tangannya, dan disusul oleh gadis mungil yang sekiranya Nunu tebak berusia 3 tahun itu. "Assalamu’alaikum Kak Nunu. Aku namanya Riska.” "Assalamu’alaikum kak Nunu. Namaku Nur.” Nunu tertawa dan mencubit pipi gembul Nur. "Wa’alaikumsalam.” Bia tersenyum melihat kedua adiknya yang sudah mulai akrab dengan Nunu walau baru pertama bertemu, Nunu bisa gesit mengambil hati adik-adiknya. Bia berharap perlakuan Riska dan Nur akan sama saat nanti bertemu dengan Satria. "Kak kita dirumah nenek seru banget tau. Iya kan Nur, kita renang terus tiap sore, terus mancing ikan sama nenek, kasih makan ikan peliharaan om juga hehe, kak Bia, om juga ngirim udang banyak buat kakak, kakak kan suka makan udang.” “Wah beneran. Nggak jadi ke pasar kayaknya kakak. Padahal tadi mau ke pasar cari lauk buat makan, tapi kalau udah dikirimin sama nenek, yaudah nggak jadi.”ucap Bia, Bia lalu mengajak kedua adiknya berjalan menjauhi sungai untuk pulang ke rumah mereka yang tidak jauh dari sungai tersebut. Nunu lagi-lagi kehilangan kesempatan untuk berdua dengan Bia, padahal dia sangat berharap juga ikut pergi ke pasar bersama Bia itu, nanti pasti dikira orang suami istri. Nunu berjalan di belakang ketiga perempuan yang asik mengobrol, sampai mereka di depan rumah orangtua Bia mereka langsung disambut oleh Ridho dan dengan manjanya Nur memeluk bapaknya itu, maklum lah anak bungsu. "Nunu, kamu bisa bantu bapak?” "Iya Pak, bantu apa?” Ridho lalu menurunkan Nur kemudian mengajak Nunu masuk ke dalam rumah. Nunu menatap pada sebuah benda berbentuk tabung itu didepannya, berisi air dan namanya galon. Beberapa saat kemudian Nunu sadar bahwa bapak Bia meminta bantuannya untuk angka galon. "Bantuin bapak, angkatin galon, udah tua pinggang bapak suka encok. Kadang sih Bia yang angkat galonnya, tapi karena ada kamu bapak mau liat, kamu laki atau bukan. Haha.” Nunu terkekeh sumbang, sabar Nunu itu orangtua. "Bisa pak, bisa banget. Yaudah mau ditaruh dimana pak galon nya?” "Ditempat minum Nunu, masa dikembalikan lagi sama yang jual.” kata Ridho kemudian tertawa menggelengkan kepalanya. Nunu lalu ikut tertawa menyesali kebodohannya, pakai nanya segala. "Kuat nggak kamu masa kalah sama aku, yang udah dari SMP bisa angkat galon sendiri. kamu bisa nggak?”ejek Bia dengan kedua tangannya menatap Nunu. Nunu melihat Bia dan lalu terkekeh. "Meremehkan gua lo. Kalau gua bisa angkat nih galon, apa hadiah buat gua?” ”Kamu kira ini lomba apa. Pakai hadiah segala.” "Udah, lo takut kan gua minta macam-macam sama lo.” mengangkat alisnya Nunu menatap Bia dengan tersenyum. Bia mengerutkan keningnya dan berekspresi heran dari wajahnya, dan lalu ia tertawa lebar. "Apa-apa deh yang kamu bilang. Intinya kamu harus buruan tuh angkat galon, biar bapak aku nggak nunggu lama buat minum.” Nunu seketika langsung mengambil galon yang lumayan besar itu dan mengangguk pada Ridho yang sedari tadi hanya diam mendengarkan Bia dan Nunu yang berdebat. Bia melihat Nunu yang dengan berusaha keras mencocokkan mulut galon dengan bibir tempat minuman itu. Nampak kesusahan tapi laki-laki itu tidak menyerah dan tetap menopang galon di pahanya tanpa menjatuhkannya. Beberapa kali Bia mendengar Nunu yang berdecak karena gagal, tapi masih mencoba lagi dengan diselingi berbagai macam u*****n dari bibirnya itu. Bia menggelengkan kepalanya, dan tertawa melihat baju Nunu yang sudah setengah basah. Bia menengok kepada Ridho yang hanya diam menatap serius pada Nunu, memperhatikan setiap gerik Nunu. "Wah..! Akhirnya..” Bia teralihkan dan menatap Nunu yang sudah berhasil menyelesaikan tugasnya untuk mengisi air galon. Diam-diam perempuan itu tersenyum kecil, Bia kemudian mengambil gelas dan mengisinya dengan air. "Nih, minum dulu Nunu.” Nunu mengedipkan matanya, melihat gelas ditangan Bia. Nunu kira perempuan itu ingin minum makanya langsung mengambil gelas dan mengisinya dengan air, tetapi ternyata air itu untuknya. "Buat gua?” Bia menghembuskan napasnya. "Iyalah. Mau nggak atau aku kasih bapak aja, oh iya Bapak mana?” Bia menolehkan kepalanya tidak melihat bapaknya lagi yang awalnya ada di dapur bersama mereka, ternyata diam-diam bapaknya itu pergi meninggalkannya berdua bersama Nunu. "Iya. Makasih Bia.” Nunu mengambil gelas dari tangan Bia dan meminumnya sampai habis. "Bia.” "Hum.” Nunu menggaruk tengkuknya, melihat Bia yang sedang membersihkan genangan air di lantai karena ulahnya tadi. "Gua mau nyanyiin lo lagu. Mau denger nggak lo?” "Haha, lagu apa. Jangan-jangan lagu bangun tidur ku terus mandi tidak lupa menggosok gigi.” ucap Bia dengan tertawa. Nunu terkekeh, ia mulai terpana mendengar suara tawa perempuan itu, sungguh hatinya bergetar hebat. "Halah, bukan lagu gitu. Ini lagu spesial buat lo." "Apa Nunu. Udah buruan nyanyi, aku penasaran sama suara kamu haha, jangan-jangan juga suara kamu biasa aja lagi.” "Lo menghina gua nggak tanggung-tanggung ya Bia." kata Nunu gemas pada Bia yang kembali tertawa. Bia lalu menghadap pada Nunu dan menunggu laki-laki itu mengeluarkan suaranya. Nunu mulai menyanyikan lagu yang berjudul Inilah Cintaku Inilah Sayangku. Dengan fasih Nunu menyanyikannya sambil menatap mata Bia yang juga tersenyum menatap Nunu kagum. Hingga lagunya berakhir. Nunu tersenyum mengakhiri lagunya, menatap Bia yang terdiam dan menatapnya. "Bia.” "Huh, iya Nunu. Keren banget suara kamu, aku aja sampai nggak nyangka apalagi pacar kamu nanti kalau kamu nyanyiin dia lagi, pasti dia seneng banget.” "Lagu itu buat lo, Bia. Bukan orang lain.” Bia mendongak mengernyit pada Nunu. "Gua sayang sama lo. Gua bukan sekedar cinta pandang pertama, gua tulus. Dan gua pengen lu balas perasaan gua.” ucap Nunu. Bia lalu menghembuskan napasnya dan tersenyum kecil. "Berarti kamu egois, Nunu. Kamu tahu aku udah punya pacar, Satria juga udah serius sama aku, aku sama Satria udah lama pacaran dan aku mohon hapus perasaan kamu sama aku. Karena aku nggak bakal membalas perasaanmu. Aku minta jangan buat aku jadi benci sama kamu, jangan hancurkan hubungan aku sama Satria kalau kamu itu benar-benar seorang laki-laki.” "Bia..” "Cepet ganti baju kamu, nanti kamu masuk angin, abis itu makan malam.” Nunu berniat untuk memanggil Bia kembali namun, Nunu segera urungkan niatnya itu. Mungkin Bia terlalu syok karena ungkapannya. Nunu akan mencobanya lain waktu lagi. Dia tahu bahwa Bia juga mempunyai rasa yang sama seperti apa yang dia rasakan, meskipun itu mustahil. Di dalam kamarnya, Nunu duduk di jendela kamar, setelah usai mengetik setengah skripsinya. Nunu menatap langit malam yang tanpa bintang, laki-laki itu memikirkan perkataan Bia tadi sore padanya. "Gua egois? Tapi gua berhak memperjuangkan Bia. Karena gua suka sama dia.” "Hati gua benar-benar udah terisi dengan nama Bia. Bia, gua bukan ingin mainin sebuah rasa, hanya rasa ini akan sangat sakit kalau gua cuman memendam saja. Gua mau lo lihat rasa ini, kalau bisa lo juga rasain rasa ini.” "Bia, gua siap bertaruh nyawa buat lo, gua siap di hajar sama pacar lo karena gua jadi orang ketiga dalam hubungan kalian. Karena yang pantes sama lo itu cuman gua.” "Bia, lu denger kan ini gua ngomong sama lo. Gua nggak egois Bia, gua hanya berjuang.” Nunu berdecak menyisir rambutnya, Nunu menatap langit dengan tatapan serius. "Kasih gua satu bintang, kecil nggak papa. Buat menandakan bahwa gua bisa bahagiain Bia, apapun keadaannya nanti.” "Kasih gua satu bintang, buat menandakan bahwa Bia akan bahagia sama gua, bukan sama Satria.” Nunu kemudian tersenyum. Malam seakan mengerti dirinya, langit nampak terlihat terang karena cahaya bulan, bintang yang mulai menampakkan dirinya, tidak hanya satu. Mereka datang untuk memberinya semangat. Imajinasi Nunu yang sangat indah, Nunu tiba-tiba tertawa pelan dan membayangkan dirinya yang hidup bersama dengan Bia. Berkeluarga dan bahagia. Di tengah ia sedang berimajinasi. Pintu kamar miliknya pun di ketuk, Nunu bertanya siapa yang datang ke kamarnya hingga beberapa saat terdengar suara seorang perempuan yang sangat Nunu kenal. "Nunu, kamu dipanggil sama Bapak diruang tengah.” seru Bia dari luar kamar. Nunu menghela napasnya, keningnya berkerut dan lalu berdiri di depan pintu kamar hendak membuka pintu terbuka. "Bia.” "Nunu, kamu dipanggil sama..” "Gua cinta sama lo."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD