Pak Dewo Bumi menelan ludah. Ia tidak hanya merasakan sesak di dalam dadanya, tetapi juga ngilu yang berdenyut-denyut. Wajahnya yang semula memerah padam karena emosi yang mendesak-desak, serta-merta berubah, terlihat sepucat kapas, sejak Kinanti mengatakan sesuatu yang membuat layar putih tergelar dalam pandangannya dan kenangan yang terjadi lebih dari lima tahun silam itu terputar kembali tanpa bisa dicegah. “Sungguh, Ayah, saya tidak bermaksud mengancam atau menakuti Ayah. Tetapi, berharap Ayah bisa sedikit mengerti dengan apa yang saya inginkan dan pilih.” Hati-hati, Kinanti mengatakannya. Agar ayahnya tidak menjadi salah paham dengan maksud perkataannya. Pak Dewo Bumi kembali menelan ludah, “Apa kamu akan melakukan hal yang sama, jika Ayah tetap berkeras menentang pilihanmu, Kinan?