Dipanggil Tuan Muda.

1344 Words
Pagi itu jam 04.30 pagi. Aku bangun dan melangkah menuju ke dapur. Setelah mencuci muka dan sikat gigi tujuanku sekarang adalah membantu Bik Tun memasak. Kebetulan saat ini aku sedang libur dari kewajiban dua rakaatku. Tugas Mbak Mira di rumah ini adalah bersih-bersih. Tapi Mbak Mira tidak tinggal di rumah ini. Ia kerja dari jam enam pagi sampai selesai. Jika pukul empat sore pekerjaannya selesai, maka Mbak Mira bisa pulang lebih cepat. Tapi terkadang bisa sampai petang juga baru ia pulang. Mbak Mira tinggal bersama suaminya di sebuah rumah kos dekat dengan kompleks perumahan Tuan Raja. Pekerjaannya di rumah ini pun meliputi cuci pakaian, dan membereskan pekerjaan rumah yang lain. sedangkan bagian Bik Tun adalah memasak. "Mau masak apa Bik?" Tanyaku yang sudah berada di sampingnya. "Ikan peda kuah kuning Mel." Jawabnya hanya menengokkan wajahnya sekilas. Ia lalu kembali fokus membersihkan ikan yang akan dimasak. “ikan peda kuah kuning ini makanan kesukaan tuan Raja Mel. Dulu waktu masih ada istrinya. Beliau sering memasakkan ini. Katanya rasanya khas dan enak.” Terang bik Tun. "Baiklah bik. Aku siapin bumbunya ya." Ternyata aku disuruh coba memasak makanan kesukaannya tuan rumah. Setelah menyanggupi perintah Bik Tun, segera ikan itu kumasak dengan bumbu yang diajarkan ibu . Pukul 06.00 sarapan sudah siap dan tersaji di meja makan. “Mel, kamu dipanggil Tuan Muda ke ruang kerjanya." Bik Tun menepuk pundakku saat aku sedang menyiapkan sajian di atas meja. “Ada apa bik?” Tanyaku penasaran. “Bibik nggak tau neng. Cepatlah. Tuan tidak suka lama-lama menunggu.” Jelas Bik Tun lagi. “Baiklah Bik." Kubuka celemek dan kuletakkan di dapur. Segera aku naik ke lantai atas. Menuju ke ruang kerja Tuan muda ini. Sampai di depan pintu ruang kerjanya kuatur dulu nafasku sebelum mengetuk pintu. Kuangkat tangan kanan dengan sedikit genggaman, aku meletakkan tanganku pada pintu kayu itu. Kuketuk pintu perlahan dengan tiga kali ketukan. “Masuk." Terdengar suara samar dari dalam. Kuputar perlahan kenop pintu lalu mendorongnya. Tampak wajahnya yang sedang serius bekerja. Bahkan ia tak menatap ke arah kedatanganku. “Permisi. Tuan memanggil saya.” Tanyaku ketika sampai di depan mejanya. “kau yang meminta Dave untuk memanggilmu bunda?” tanpa basa basi dan to the point sekali ketika menanyaiku. “Ya?” jawabku sedikit kaget mendengar pertanyaannya. “Apa kau tidak mendengar ucapanku?” intonasi yang pelan tapi penuh penekanan dan tatapan matanya yang tajam. “Apakah tuan kecil Dave terlihat bisa dipaksa Tuan?” pertanyaannya kujawab dengan pertanyaan pula. Entah keberanian dari mana. Kulihat dia sedikit terperangah dengan ucapanku. Ia terlihat bungkam dan tak bisa menjawab pertanyaanku. Namun dapat dilihat dari ekspresinya seolah dia memikirkan apa yang kukatakan. “Kembalilah.” Setelah terdiam cukup lama meluncur kalimat itu dari bibirnya. “Kembali?” kupastikan lagi dengan pertanyaan. “Kembali bekerja. Apa kau mau kupecat?” “Ah maaf tuan. Baiklah saya permisi.” Aku keluar dari ruangan itu dan kembali melakukan aktivitasku. Aku sedikit heran dengan perilakunya pagi ini. Tuan Muda dengan sifatnya yang aneh. *** Keluar dari ruang kerja Tuan Raja aku melangkah menuju kamar Tuan kecil. Kubuka pintunya. Cahaya redup dari kamar karena gorden jendela belum dibuka. Kubuka gorden. Dan mendekat ke arah tidurnya. “Dave kecil. Tidakkah kau mau bangun?” ku usap pipi lembutnya. Dia mengerjap beberapa kali kemudian menutup kembali matanya. Terlihat masih sangat mengantuk. “Dave masih ngantuk bunda." Terdengar suaranya yang berat. “Hei jagoan. Tau nggak kalau setiap pagi malaikat Rahmat itu membagi rezeki buat manusia. Dan yang mendapatkannya adalah dia yang selalu bangun pagi. Kalo kamu nggak cepat bangun nanti rezekimu diambil orang loh sayang." Akhirnya dengan sangat berat dia mencoba membuka matanya. Mengerjap berkali-kali. Bahkan langsung terduduk. Aku tersenyum geli melihat tingkah lucunya. Setelah benar-benar sadar, kuajak dia mandi. Lalu aku mengajaknya turun untuk sarapan. “Hai boy. Tumben sudah bangun?” sapa ayahnya setelah aku mendudukkan Dave kecil ke kursi. “yah, bunda yang bangunin tadi.” Jawabnya santai. Aku duduk disebelahnya dan mengambilkan makan untuk Tuan Kecil ini. “Dave kecil. Mau makan pakai ikan ini?” awalnya dia menolak dengan menutup mulutnya. Setelah ku bujuk akhirnya dia mau memakannya. “Hemm bunda ikannya enak banget." Ucapnya kegirangan. “Dave kecil suka?” “suka banget." Ucapnya sambil tersenyum. Anak dengan cara bicara khas melebihi anak seusianya. Kecerdasan dan dia mudah sekali menerima pelajaran baru. Baru sehari bersamanya hati ini mulai terasa menyayanginya. Sang ayah yang memperhatikan interaksi kami hanya sedikit terheran melihat perubahan anaknya. Bik Tun melayaninya. Mengambilkan nasi dan lauknya. “Tuan ingin lauk yang mana?” ada sayur tumis kangkung, ikan peda kuah kuning dan beberapa potong rendang sapi. “Pakai kangkung dan ikan saja bik." Jawabnya. ‘Ternyata perlu di layani seperti anak kecil.' Batinku. Kulihat dia menyuapkan sesendok ikan peda kuah kuning kedalam mulutnya. Matanya seketika membulat. Kemudian bertanya pada Bik Tun. “Siapa yang masak ini bik?” “Ada apa tuan?” tanya bik Tun lagi sembari tersenyum. “Siapa yang masak bik?” “Beda ya Tuan rasanya?” tanya Bik Tun lagi tanpa menjawab pertanyaannya. “Ya”. Jawabnya singkat seolah tak sabar untuk mendengar jawaban Bik Tun. “Itu masakannya Melati Tuan.” Jawab bik Tun kemudian. Tuan muda itu menatapku sekilas lalu kembali berekspresi datar. Aku hanya menahan senyum geli. *** Usai mereka sarapan bik Tun membereskan meja makan. Aku mengajak Dave kecil untuk membaca buku cerita sementara ayahnya sudah berangkat bekerja . Ku lihat setiap buku yang ada dalam ruang bermainnya hanya di isi dengan buku fiksi cerita anak-anak. Tak ada satupun kisah Nabi ataupun buku yang memuat tentang keteladanan Nabi dan para sahabat. Akhirnya sambil menunggunya bermain aku memutuskan untuk membuka aplikasi belanja online. Kucari kumpulan buku cerita keteladanan Nabi dan para sahabat. Buku bergambar yang menarik, agar Dave menyukainya. “Ah aku lupa. Aku tidak tau alamat rumah ini.” Gumamku pelan. Seolah mendengar gumamanku, Dave menjawab. “Perumahan Megah berlian blok A nomor 12”. Terangnya Aku terperangah melihat kecerdasan anak ini. Anak seusianya mampu mengetahui alamatnya dengan baik. Dan untuk membuktikan kebenarannya aku membuka aplikasi google map dengan mengaktifkan lokasi saat ini. Dan ternyata benar apa yang Dave katakan. “Bunda." Panggilnya. Setelah aku memesan buku di aplikasi belanja online. “Ya Dave kecil." “Bisakah bunda memanggilku dengan sebutan sayang?”. Tanyanya sedikit ragu. Aku terkejut mendengar pertanyaannya . Tak kusangka ia menanyakan itu. Aku mengangguk pasti mengiyakan pertanyaannya. Binar bahagia terpancar dari wajahnya. Kemudian dia berdiri dan mengelus pipiku. Ingin kupeluk dan kucium. Tapi aku takut ini terlalu tiba-tiba baginya. Biarlah berjalan dulu apa adanya. Pukul sebelas siang kuajak dia ke kamar untuk tidur siang. Diapun menurut. Lepas menidurkannya aku ke belakang hendak membantu pekerjaan mbak Mira. Kulihat ia sedang mencuci gorden jendela. “Kok bisa ya Mel. Baru ketemu tapi Tuan Kecil itu mau lengket sama kamu. Sampai panggil kamu bunda juga.” Kata mbak Mira mengawali pembicaraan. “Ya aku juga nggak tau mba. Karena nggak tau gimana kebiasaan Dave kecil sebelum aku datang.” “Dia itu ansos Mel. Aku suka kasihan kalau mereka sering kumpul acara keluarga terkadang Tuan kecil itu sering dikatain sama yang lain. Karena dari bayi nggak dijaga ibunya.” “Memangnya ibunya kemana mbak?” tanyaku karena rasa penasaran. Sudah sekian kali aku mendengar bahwa ibunya tidak ada. “Ibunya meninggal waktu melahirkan Tuan kecil Mel. Sejak itu juga Tuan Muda pun jadi berubah. Murung dan dingin Mel." Jelas Mbak Mira. Aku manggut-manggut mendengar cerita Mbak Mira. “Dave punya kecerdasan luar biasa mbak bagi anak seusianya.” “Iya. Aku tau. Karena itu Tuan berniat mencari pengasuh yang cakap dan berpengalaman. Dengan iming-iming gaji yang besar. Tapi ternyata Tuan kecil itu memilihmu”. “Oh. Mungkin memang sudah rezekiku mbak” . Jawabku asal. “Ya bisa jadi. Padahal biasanya Tuan Kecil itu paling nggak bisa diam. Dan nggak ada yang bisa menaklukkan dia. Tapi sama kamu kok nurut banget. Kamu pelet ya?” godanya sambil tertawa. “Astaghfirullah mbak. Mana ada." Kataku kaget. Dari jawabanku terdengar sedikit nyolot. “Bercanda Mel. Serius amat”. Ucapnya dengan tertawa pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD