Bab 3 : Donatur Anonim

1103 Words
Bianca menatap Rara dengan serius, mencoba membaca apakah yang dikatakan Rara benar atau tidak. "Piano? Alat musik piano?" tanya Bianca sekali lagi. Rara mengangguk senang. Bianca saling bertukar pandang dengan Farah, "Far," Farah mengangguk tanda mengerti, "Baiklah anak-anak! Aku dan kak Bianca harus berpisah sekarang." Anak-anak terlihat kecewa, "Kakak akan pulang sekarang?" Farah terlihat sedih, "Kami akan datang lagi lain waktu! Aku janji akan membawakan banyak hadiah untuk kalian!" "Benarkah? Asik!" ucap mereka serentak. Bianca dan Farah tersenyum melihat kegembiraan anak-anak panti asuhan. Mereka berdua berjanji akan kembali dan membawa lebih banyak kebahagiaan untuk anak-anak tersebut. Sebelum meninggalkan panti asuhan, Bianca dan Farah mengajak bibi Eliza untuk makan siang bersama. Mereka memilih restoran di dekat panti asuhan yang memiliki pemandangan asri dan nyaman. Saat menikmati hidangan mereka, Bianca dan Farah saling bertukar pandang, merasa waktu yang tepat untuk menanyakan maksud piano yang dibicarakan oleh anak bernama Rara. "Bibi Eliza, bagaimana kehidupan di panti asuhan setelah renovasi gedung lama selesai?" tanya Farah. Bibi Eliza tersenyum bangga, "Semuanya berjalan dengan baik. Anak-anak semakin semangat belajar dengan fasilitas yang lebih baik." "Bibi, apakah aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Bianca dengan hati-hati. Bibi Eliza mengangguk, "Ada apa, sayang?" "Apakah ada orang lain yang memberikan donasi selain aku dan Farah?" Bianca dan Farah tahu betul bahwa panti asuhan mereka tidak memiliki donatur, dan hanya mereka saja yang rutin memberikan donasi setiap bulannya. Bibi Eliza terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum lembut. "Sejujurnya, kalian berdua adalah satu-satunya donatur tetap kami. Namun, belakangan ini, ada keajaiban yang terjadi." Bianca dan Farah saling bertukar pandang, penasaran dengan apa yang akan diungkapkan oleh bibi Eliza. "Beberapa waktu yang lalu, ada seorang pria yang datang ke panti asuhan ini. Dia mengaku ingin memberikan donasi tanpa memberi tahu identitasnya. Kami awalnya bingung, namun dia bersikeras untuk tetap anonim," jelas bibi Eliza. Farah terkejut, "Pria? Apa bibi tahu siapa dia?" Bibi Eliza menggeleng, "Sayangnya, kami tidak tahu. Dia memberikan donasi yang cukup besar untuk membeli beberapa alat musik, termasuk piano, dan memberikan sumbangan untuk kegiatan seni anak-anak." Bianca dan Farah saling bertukar pandang, mencoba mencerna informasi yang baru saja mereka dengar. Piano yang disebutkan oleh Rara tadi ternyata berasal dari donatur anonim tersebut. "Kami tidak tahu lebih banyak tentangnya. Dia meminta agar donasinya digunakan untuk meningkatkan aspek seni dan kreativitas di panti asuhan ini. Kami memutuskan untuk menghormati keinginannya, meskipun tidak tahu siapa dia sebenarnya," tambah bibi Eliza. Sejujurnya, bagi Bianca dan Farah, ini benar-benar aneh. Tapi, mereka memutuskan untuk menyembunyikan rasa curiga itu dengan berpura-pura senang. Bianca tersenyum, "Anak-anak pasti senang sekali dengan tambahan alat musik dan aktivitas seni." Bibi Eliza mengangguk, "Mereka sangat senang. Kehadiran donatur tersebut membuka peluang baru bagi anak-anak untuk mengeksplorasi bakat seni mereka. Bahkan, beberapa di antara mereka mulai menunjukkan minat pada seni musik, termasuk Rara yang menyukai piano," jelas bibi Eliza. "Kami senang mendengarnya," ucap Farah tersenyum. *** "Bukankah ini aneh, mengingat panti asuhan tidak pernah menerima donasi selain dari kita," ucap Bianca memecah keheningan saat mereka keluar dari kawasan panti asuhan. Farah mengangguk seraya membuka ponselnya, "Benar. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa. Asumsikan saja itu adalah seorang malaikat yang baik hati." Bianca tertawa, "Temanku ini benar-benar gila." "Hei! Jaga mulutmu." protes Farah. Bianca dan Farah tertawa bersama, berusaha menghilangkan keanehan yang terus menghantui pikiran mereka. Setelah beberapa saat, mereka tiba di apartemen Farah, Bianca menghentikan mobilnya di lobi apartemennya. "Ah ya, besok ada klien baru. Aku akan kirim detail nya nanti." ucap Farah sebelum turun dari mobil Bianca. "Baik, Nyonya. Saya akan bekerja dengan sungguh-sungguh." ledek Bianca seraya tertawa. Farah tertawa, "Sialan! Aku masih muda." ucapnya protes. Setelah Farah turun, Bianca membunyikan klaksonnya lalu meninggalkan apartemen itu dengan pikiran yang tidak tenang. Walaupun Farah berkata bahwa mungkin itu adalah seorang pria yang memang memiliki niat baik, tapi Bianca merasa ada sesuatu kejanggalan pada pria itu. *** Hari baru, klien baru. Mungkin itu bisa dikatakan sebagai slogan bagi Bianca. Bianca membuka walk-in closet nya, mencari pakaian yang cocok untuk pertemuan kali ini. Sebuah dress edisi haute couture collection yang dikeluarkan oleh desainer ternama Christian Dior menjadi pilihan Bianca kali ini. "Ini hadiah dari pria bernama siapa ya?" tanya Bianca pada dirinya sendiri. Pasalnya, beberapa dress yang tertata rapi di lemarinya merupakan pemberian dari klien yang merasa puas dengan hasil pekerjaan Bianca. Bianca mengangkat bahunya tak peduli, "Terserah saja. Yang penting dress mahal." Setelah berganti pakaian, Bianca memoles wajahnya di cermin dan membuat hair do pada rambutnya agar terlihat lebih rapi. Drrr.. Drrr.. Drrr.. Bianca mengambil ponselnya dan membuka pesan dari Farah. --- From : Farah Good morning ATM berjalanku! berikut aku berikan data 'friend' yang akan kamu temui hari ini Nama : Zayn Smith Pekerjaan : CEO Grand Luxury Hotel Usia : 32 Tahun Jasa yang diminta : Teman lunch Nominal transfer : Rp 24,000,000 untuk 4 jam Dia akan menjemputmu jam 1 siang. Semangat demi masa tua yang lebih baik! --- Bianca mengerutkan keningnya, dia mengetik sesuatu untuk membalas pesan Farah. --- To : Farah Apa-apaan dengan nominal itu? Apakah kamu menaikkan rate nya? --- Cukup lama Bianca menunggu balasan pesan itu, hingga akhirnya ponselnya bergetar. --- From : Farah Hehe :3 --- Bianca menghela napas, "Perempuan itu, dia benar-benar gila harta." Setelah menerima pesan dari Farah, Bianca tertawa kecil. Dia kemudian melanjutkan persiapannya dengan santai, mengetahui bahwa pertemuan dengan pria bernama Zayn tampaknya akan menjadi hal yang menarik. Jam satu siang, seperti yang dijanjikan, sebuah mobil mewah berhenti di depan apartemen Bianca. Mari kita menebak mobil apa yang dibawa pria itu! Sebuah Mercedes AMG One terparkir dengan gagah di lobi apartemennya. Jika ada sebuah perlombaan untuk menebak harga mobil, Bianca yakin dia pasti akan memenangkan lomba itu. "37 miliar rupanya," gumam Bianca saat tahu bahwa pria itu membawa mobil tersebut. Seorang pria tampan berpakaian rapi keluar dari mobil dan tersenyum ramah. "Halo, Bianca. Aku Zayn. Senang bertemu denganmu," sapa Zayn sambil mengulurkan tangannya. Bianca menyambutnya dengan senyum manis, "Senang bertemu denganmu juga, Zayn." 'Dia cukup ramah,' ucap batin Bianca. Mereka berdua masuk ke dalam mobil, dan Zayn mulai mengemudi menuju sebuah restoran mewah di pusat kota. Di sepanjang perjalanan, Zayn terlihat sangat sopan, mencoba memastikan bahwa Bianca merasa nyaman. "Apakah ada restoran yang ingin kamu kunjungi?" tanya Zayn saat mereka berhenti di lampu merah. Bianca tampak berpikir sejenak, "Aku dengar Boucherie Union Square adalah salah satu restoran yang menyajikan makanan lezat." Zayn mengangguk, "Restoran Prancis? Baiklah, kita bisa kesana." "Btw, apakah tugasku hanya menemanimu makan siang?" tanya Bianca penasaran. Zayn melirik Bianca sekilas, "Ya, secara teknis memang seperti itu. Tapi, sebelum kita makan siang, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku." Bianca memiringkan sedikit kepalanya, "Sesuatu? Tentu. Aku bisa melakukan apapun asalkan tidak melewati norma."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD