Bab 9

1148 Words
‘Semoga saja Tante Sonya seorang pengusaha dan mau mengajak aku bekerja di perusahaannya. Kalau dilihat dari penampilannya sepertinya dia memang seorang pengusaha. Semoga saja ini adalah jawaban atas semua doa-doaku dan ibuku. Semoga ada rizki buatku dan kedua adikku, Amiin,’ ucap Gerald dalam hati. Dengan d**a yang terasa lega dan disorong sebuah harapan baru dan semangat membara, Gerald mencari barang yang sedang dicari Tante Sonya. Dan sama sekali tidak ada kendala karena memang barang tersebut sangat mudah dicari hampir di semua toko yang menjual aksesotis kendaraan. Ketika akan balik kanan kembali dari toko hendak menemui kembali Tante Sonya, Gerald menghentikan langkahnya karena posnsel yang disimpan di saku celananya bergetar pertanda ada panggilan masuk. “Assalamulaikum Bu,” Gerald pun langsung membuka percakapan telpon dengan ibu kostanya. “Waalaikumsalam, Gerald sekarang sedang di mana?” tanya Bu Ana dengan nada yang terdengar sedikit cemas. “Saya sedang di rumah teman, Bu. Ada apa?” Gerald pun menjawab dengan nada yang sama, lalu dia bergeser ke tempat yang lebih sepi karena pendengaran sedikit terganggu dengan suara berisik dari lalu lalang orang. “Di rumah teman di mana? Kok kedengarannya rame banget, Ger.” Rupanya Bu Ana sudah terlanjut menangkap keriuhan yang di sekitar Gerald berada. “Gak kok, Bu. Biasa ini lagi kumpul-kumpul sama teman sambil dengerin musik, hehehe.” Gerald segera beralibi, kebetulan suara musik dari salah satu kios yang dekat dengannya paling mendominasi. “Maaf ada apa ya, Bu?” lanjut Gerald kembali bertanya penasaran. “Ini Ger, barusan ke rumah ada Pak Ustad Umar sama Bang Andre, nyariin kamu. Apakah malam ini Gerald mau nginap atau pulang ke kostan?” Bu Ana balik bertanya untuk memastikan. “Oh Pak Ustad? Mau ngasih kerjaan bukan Bu?” Wajah Gerald seketika menadak cerah dan tak sadar dia juga malah balik bertanya saking senangnya. “Kurang tahu juga. Katanya sih ada perlu penting sama Gerald. Nanti kalau pulang ditunggu di rumah Pak Ustad Umar, katanya.” Bu Ana kembali menginfokan. “I..iya siap Bu. Ta..tapi mungkin agak sorean saya pulangnya. Soalnya sekarang sedang nganter teman dulu. Iya saya pasti pulang kok, Bu.” Gerald menjawab sedikit gelagapan antara senang dan kaget. “Oh ya, udah gak papa, nanti kangsung aja ke rumah Pak Ustad ya, Ger.” “Iya Bu, Assalaualaikum!” pungkas Gerald. “Waalaikum salam,” balas Bu Ana sebelum memutus hubungan teleponnya. “Ya Allah mudah-mudahan ini juga rizki buat hamba-Mu ini, Amiin” uap Gerald pelan sambil membasuhkan kedua telapak tangannya pada wajahnya, pertanda besar harapan dan bersyukur. Ustad Umar adalah seorang tokoh masyarakat yang juga imam masjid di kompleksnya. Gerald sudah kenal cukup dekat dan baik dengan beliau, bahkan dengan istrinya. Rumah Ustad Umar tidak terlalu jauh dari rumah Bu Ana. Gerald sering membantu pekerjaan Ustad Umar, termasuk babat halamannya. Biasanya Ustad Umar memberikan imbalan yang cukup besar, walau tidak diminta. Sementara Bang Andre adalah pemuda setempat yang juga cukup dekat dengan Gerald. Bang Andre juga sering membantu pekerjaan Ustad Umar, walau saat ini dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai tenaga keamanan lapangan di sebuah proyek pembangunan jembatan antar kecamatan. ‘’Apakah Bang Andre mau menawariku pekerjaan? Beberapa waktu yang lalu aku pernah ngobrol sama dia, butuh pekerjaan. Ya Allah, semoga ini juga rezki buat hamba-Mu, Amiin.” Gerald kembali berharap dan berdoa dalam hati. Kurang lebih dua puluh menit kemudian, Gerald sudah kembali duduk di hadapan Tante Sonya. Tak ada kendala sama sekali bagi seorang Gerald untuk mencari barang yang sedang dicari tante kenalan barunya itu. "Alhamdulillah udah dapat barang nih, Tan," ucap Gerald seraya menyodorkan kembali brosur yang tadi dipinjamnya dari Tante Sonya, sekalian dengan gambar dan daftar harga yang dia dapatkan dari toko. "Tan.. Tan.. emangnya aku ini ketan atau setan, Ger?" seloroh Tante Sonya sambil tersenyum dan menatap wajah Gerald yang sedikit lembab karena berkeringat. "Eh.. maaf maksud saya, Tante Sonya," jawab Gerald sambil cengengesan. Tante Sonya menawarkan minuman dan makanan yang sudah dipesannya yang disodorkan oleh seorang pramusaji, sesaat setelah Gerald duduk. Tanpa basa-basi, Gerald yang sedang sangat lapar, langsung menyantapnya dengan lahap. Sementara Tante Sonya, asik meneliti hasil buruan lelaki muda yang sejak pertama melihatnya sudah sangat menarik hatinya. Kekesalan hatinya akibat ulah duo bandot tua di kantornya, sedikit terobati. Entah apa yang ada dalam diri Gerald, namun feeling Tante Sonya mengatakan jika Gerald orangnya sangat asik dan baik. Tentu saja wajah Arab sang brondong pun tidak perlu diragukan lagi ketampanannya. ‘Anak ini sepertinya dari kampung dan dari keluarga sederhana. Tapi aku sangat suka dengan kepribadiannya. Wajah dan penampilan juga benar-benar khas orang ndeso. Ganteng, sederhana dan jantan. Berbeda dengan brondong metrosexsual yang kulitnya glowing dan terkesan cantik.’ bisik hati Tante Sonya sambil sesekali melirik wajah Gerald yang sedang asik menikmati makanannya. Setelah usai makan, mereka sama-sama mendatangi toko acsessories. Ternyata jumlah belanjaan Tante Sonya jadi membengkak. Bukan hanya acsessories untuk mobil suaminya yang dibeli, namun juga banyak pernak-pernik untuk akseroris mobilnya. Setelah selesai, tanpa diminta Gerald pun langsung membawakan barang-barang belanjaan Tante Sonya menuju mobilnya di tempat parkir. Setelah sampai di area parkir, belanjaan yang dibawa Gerald langsung diambil oleh sopirnya Tante Sonya yang sudah siaga menunggu majikannya. "Wah, terima kasih, Ger udah ngebantuin tante.” “Sama-sama Tante.” “Oh iya, ini buat sekedar beli cendol, kali aja Gerald kehausan setelah bawa belanjaan tante, hehehe," ucap Tante Sonya sambil menyelipkan sejumlah uang pada kantong celana Gerald. "Ah, gak usah Tante, saya cuma bantuin dikit kok," jawab Gerald malu-malu namun tentu saja hatinya riang tak terkira. Walau sama sekali tdak tahu berapa jumlah uang yang diberikan Tante Sonya. Namun dia yakin uang tersebut akan bisa menyambung hidupnya minimal bisa untuk membeli sarapan besok pagi. "Oh iya Ger, kapan-kapan tante boleh kontak kamu ya? Awas jangan gonta-ganti nomor ya. Beneran kan kamu bisa bawa mobil?” tanya Tante Sonya. “Siap Tante. Insya Allah bisa, hanya belum punya SIM,” jawab Gerald sigap. Mereka sudah banyak ngobrol dan bahkan bertukar nomor kontak saat sedang berbelanja tadi. “Oke tante ulang duluan ya, Ger.” “Silakan Tante. Sekali lagi, terima kasih untuk cendolnya, hehehe.” Beberapa menit kemudian, mobil Tante Sonya keluar dari area parkiran. Sementara Gerald bersiap untuk pulang menemui Ustad Umar dan Bang Andre. Ketika sedang menuju tangga, iseng-iseng Gerald menarik uang yang tadi diselipkan Tante Sonya ke dalam saku celananya. “Astagfirullah!” seru Gerald sambil memegangi lima lembar uang merah di tangannya. “Ah, gila! Pasti si Tante salah ngasih. Masa cuma nganter belanja gitu doang dikasih uang sebanyak ini?” guman Gerald sambil kembali memasukan uang teresebut dalam saku celananya. Bibir Gerald tersenyum lebar. Hatinya pun riang gembira. Malam ini dia bisa benar-benar tidur dengan nyenyak, walau uang kostnya belum bisa da bayar seluruhnya. ‘Terima kasih, ya Allah. Terima kasih Tante Sonya, akhirnya aku masih bisa bertahan di kota ini,’ ucap Gerald sambil kembali menghadap langit mengucapkan syukur pada Yang Maha Pemberi Rizky. Tal terasa kedua bola matanya pun berkaca-kaca. ^*^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD