Alasan yang dibuat-buat pada Bu Ana, akhirnya membuat Gerald bingung sendiri. Sejatinya dia sama sekali tidak punya janji dengan siapapun. Gerald belum banyak punya teman, dan hampir semua temannya tidak tinggal di kost. Mereka bersama orang tuanya dan cukup jauh.
Sebagai lelaki yang sudah mengenal dunia esek-esek dan bahkan sudah pernah beberapa kali melakukan hubungan badan, Gerald bukan tidak tahu gelagat Bu Ana yang sepertinya akan membawa dia menuju sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Gerald sangat paham, namun dia juga masih menjaga menocba menjaga kewarasannya dan berusaha menjunjung tinggi moral dan etika. Biar bagaimana pun Bu Ana adalah wanita yang sangat dihormatinya. Dan walau tidak terlalu kenal dengan suaminya, namun Gerald yakin Pak Sukardi orang baik.
Sebenarnya Gerald tadi sempat berpikir untuk memanfaatkan kesepian Bu Ana. Kalau boleh jujur, Gerald selama ini pun sangat memahami kebaikan Bu Ana pada dirinya yang relatif agak berlebihan dan berbeda, bukan tanpa alasan dan tujuan. Namun Gerald masih berpikir jernih untuk tidak menodai itu.
Setelah kebingungan hendak pergi kemana, akhirnya Gerald terdampar di depan sebuah mall, memperhatikan orang-orang yang lalu- lalang di depannya. Hatinya terus berdoa dan berharap ada yang menawarkan pekerjaan yang membuatnya tetap bisa bertahan hidup dan melanjutkan kuliah di kota ini.
"Maaf Mas, Anda dipanggil oleh Ibu yang ada di dalam." Tiba-tiba seorang pelayan restaurant cepat saji menyapa Gerald dengan sikap yang sangat santun.
"Hah? ibu yang mana, Mas?" tanya Gerald pada pelayan itu. Dia sedikit kaget dan bingun karena merasa tidak punya kenalan ibu-ibu di sana.
"Itu, Ibu yang di dalam yang pakai baju hijau. Tuh yang sedang melambaikan tangannya sama Mas," jawab pelayan itu setengah berbisik.
Kepala Gerald refleks menoleh ke dalam restaurant dan memandangi seorang ibu berbaju hijau yang melambaikan tangan padanya. Untuk beberapa saat, Gerald tertegun karena sama sekali tidak kenal dan belum pernah bertemu dengan wanita itu sebelumnya.
‘Apakah dia salah orang?’ tanya Gerald dalam hati. Namun wanita itu kembali tersenyum dan terus melambaikan tangannya pada Gerald.
‘Saya?’ tanya Gerald dengan bahasa isyarat gerakan bibir tanpa suara, sambil menunjuk dadanya sendiri. Dan wanita itu pun menganggukkan kepalanya dengan bibir yang tetap tersenyum.
Walau dengan perasaan heran, Gerald akhirnya menghampiri wanita itu dengan langkah yang ragu-ragu. Setelah dekat dengan wanita itu dan bisa memandang dengan jelas dan leluasa raut wajahnya, hati Gerald semakin yakin jika wanita itu salah orang.
‘Hadeuh, mengapa dalam keadaan terang benderang begini, kok masih bisa salah orang?’ keluh Gerald dalam hati.
"Selamat sore, Bu. Perkenalakan saya Gerald, maaf dengan Ibu siapa?" tanya Gerald pada wanita itu dengan suara yang agak pelan dan sikap santun penuh hormat.
Dari penampilan dan pembawaan sikap sang wanita, Gerald menduga jika wanita di depannya adalah seorang pengusaha atau sekurang-kurangnya wanita karir yang cukup sukses dan mapan.
"Saya Sonya, panggil saja Tante Sonya. Silakan duduk, Dek. Gak ditarik bayaran kok kalau cuma duduk, hehehe,” tawar wanita yang mengaku Tante Sonnya itu dengan suara yang sangat ramah.
“Terima kasih, Tante,” balas Gerald sambil menarik kursi di depannya. Lalu dia pun duduk di hadapan Tante Sonya.
Hati Gerald terus bertanya-tanya, siapa wanita di depannya dan mengapa dia sampai salah orang, bahkan meminta dirinya untuk duduk satu meja dengannya.
“Baru pulang kuliah ya. Di kampus mana kuliahnya, Ger? Tingkat berapa?” tanya Tante Sonya kemudian.
“Saya kuliah di Institut Pertambangan Dolar. Sekarang tingkat dua,” jawab Gerald tegas namun dengan suara yang tetap ramah.
“Dari tadi tante perhatikan, kamu kok berdiri terus di sana. Sedang nunggu teman atau sedang menghitung orang yang lewat?" tanya Tante Sonya dalam nada canda.
"Ah, Tante bisa aja. Masa sih orang lewat saya itungin. Gak kok, saya lagi iseng aja emang sih sambil ngeliatin orang yang lewat. Tante sendiri sedang apa di sini? kok sendirian?" tanya Gerald yang sudah mulai tidak terlalu canggung lagi.
“Biasa aja, tante sengaja di sini buat liatin kamu, hehehe.” Tante Sonya membalas candaan Gerald.
“Masa sih? Hehehe.” Gerald tersipu malu.
“Habisnya kamu berdiri tepat di depan tante, ya mau gak mau keliatan terus dari sini. Kirain sengaja kamu pengen diliatin sama tante, hehehehe.”
Tampaknya Tante Sonya tipe orang yang cair dan renyah karena senang bercanda.
Gerald sangat senang berkenalan dengan tipe orang seperti itu karena dalam hitungan detik pun segala kecanggungan akan teratasi. Bukan baru kali ini Gerald berkenalan dengan wanita, namun dia selalu hati-hati dalam bersikap. Lebih tepatnya sadar diri dengan keadaan dirinya orang yang tak punya.
"Gini Ger, sebenarnya tante lagi mau nyari accessoris mobil buat kejutan suami tante, tapi agak mager mau liat-liat ke atas. Lagian sebenarnya tante gak tahu dimana tempat yang jualnya," ucap Tante Sonya. Kali ini dia bicara dengan nada yang sedikit serius.
"Memangnya Tante mau cari barang apa? Mungkin saya bisa bantu cariin," tawar Gerald dengan sikap yang serius pula, namun tidak menghilangkan kesan santainya.
“Makanya tante manggil kamu, karena kamu sepertinya sangat tahu tentang otomotif. Tante uirga kamu lulusan STM deh? Pasti nyambung. Tante pikir juga mungkin kamu bisa bantuin tante,” ucap Tante Sonya sambil mengeluarkan brosure iklan dari dalam tasnya lalu menunjukkan pada Gerald.
“Kok Tante bisa tahu saya alumni STM?” Gerald bertanya pura-pura karena sesungguhnya dia lulusan SMA. Dan bukan hanya kali ini dia disangka lulusan STM. Gerald bahkan suka bingung, apa bedanya lulusan STM dan SMA. Bukannya setelah lulus tidak memakai seragam lagi.
“Entahlah, feeling aja, hehehe.” Tante Sonya tersenyum. Hatinya juga tersenyum senang karena menurutnya tebakannya tidak meleset.
"Oke, kalau gitu saya pinjam brosurnya dulu, Tante. Biar saya cari barangnya. Tante tunggu aja dulu di sini, giamana?" tanya Gerald dengan antusias.
“Oke, thank ya, Ger.” Tante Sonya makin senang dan bahagia hatinya.
Semua gambar-gambar dalam brosure itu sangat familiar dengan Gerald. Walau dia tidak punya mobil tetapi dia sudah terbiasa menjadi sopir tembak untuk beberapa teman-temannya yang tajir saat di SMA dulu.
Ketika di SMA dia, disela-sela kesibukan ngojeknya, Gerald bahkan pernah menjadi sopir angkot tembak yang beroperasi tengah malam. Dan Gerald tahu di mana toko terbesar dan terlengkap yang menjual aksesories kendaraan yang dicari oleh Tante Sonya.
Tanpa menungu perinath dua kali, Gerald langsung turun ke lantai dasar untuk mendatangi toko aksesroris dan onderdil kendaraan. Sekedar untuk memastikan barang yang dicari Tante Sonya tersedia atau tidak. Juga sekalian menanyakan harganya. Atau meminta brousur yang sudah tertera harganya.
Selama dalam berjalan menuju toko onderdil, hati Gerald masih terus bertanya-tanya karena tidak menduga dan sedikit tidak percaya akan dipertemukan dengan seseoang yang sama sekali tidak diekanlnya. Seorang wanita cantik yang bahkan sanggup membuat Gerald merasa nyaman hanya dalam hitungan menit.
‘Siapa sebenarnya Tante Sonya ini? Jangan-jangan dia malaikat yang sengaja dikirim Allah, untuk menolongku?’ tanya Gerald dalam hati.