Pak Handoyo lalu menyerahkan dokumen tersebut kepada Pak Guntoro untuk ditanda tangani setelah dia sendiri menandatanginya.
Lalu setelah selesai Pak Guntoro pun memperlihatkan dokumen tersebut pada Tante Sonya. Dan seketika itu juga hati Tante Sonya bersorak. Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan bernegosiasi dengan dua bandot yang terkenal sangat licik ini.
“Maksud saya begini Bu. Saat ini kami sama sekali tidak sedang butuh teman seorang selegram atau artis t****k sekalipun. Kami melihat penampilan dan tubuh Bu Sonya jauh lebih menarik dan menggairahkan.”
“Hah!” Tante Sonya membelalakan matanya tanpa bisa berkata-kata.
“Tetapi maaf Bu, kami tidak memaksa. Kalau Ibu keberatan dengan terpaksa kami pun akan pamit dengan membawa kembali dokumen ini, hehehe.” Pak Handoyo terkekeh licik.
“Maksudnya Bapak-bapak mengingkan tubuh saya, begitu?” tanya Tante Sonya sambil mengernyitkan dahinya.
Tante Sonya benar-benar tidak menyangka orang-orang ini menginginkan tubuhnya yang dia pikir tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kecantikan dan keseksian beberapa artis karbitan yang nyambi menjalani prosstitusi online.
“Ya begitulah Bu. Saya yakin Ibu sangat memahaminya. Sekali lagi kami sama sekali tidak memaksa. Jika Ibu tidak menginginkannya kami pun bisa segera angkat kaki dari ruangan ini,” ucap Pak Handoyo sambil beranjak dari tempat duduknya dan diikuti oleh Pak Guntoro yang juga bediri bersiap untuk keluar.
“Se..se…sebentar Pak,” cegah Tante Sonya dan sontak membuat kedua bandot itu kembali duduk.
“Maaf, benarkan Bapak-bapak menginginkan tubuh saya? Saya sudah tua loh Pak. Mengapa tidak selegram, tiktoker, artis sinetron atau perawan desa yang masih sangat fresh?” Tante Sonya berusaha bernegosisasi.
“Justru Ibu jauh lebih menarik dari seorang gadis belia, selegram maupun tiktoker yang sedang viral itu. Lagian kami mengingikannya kan sekarang juga. Sekali lagi itu semua kembali ke Ibu. Jika Ibu keberatan kami bisa segera pergi sekarang juga dan membuang domumen ini ke tong sampah,” intimidasi verbal Pak Handoyo, terdengar sangat percaya diri.
“Baiklah, jika itu keinginan Bapak-bapak, saya siap memenuhinya,” balas Tante Sonya sigap.
Dia berpikir dua bandot di depannya tidak akan jauh berbeda dengan suaminya. Lelaki-lelaki tua berperut buncit, berwajah m***m yang ada di depannya hanya besar nafsu dan keinginannya, sementara stamina dan tenaganya sudah pasti sangat kurang. Hanya dalam beberapa menit saja mereka akan langsung menyerah kalah.
Pak Handoyo dan Pak Guntoro tersenyum senang mendengar perkataan Tante Sonya. Mereka berpikir istri dosen ini telah menyetujui persyaratan itu dan akan segera mengajaknya pergi ke sebuah hotel secara besama-sama.
“Nah, ginikan lebih mudah dan lebih baik Bu. Kami pun tidak usah lagi menseleksi perusahaan-perusahaan lain untuk proyek ini. Dokumen ini akan segera kami serahkan setelah kita selesai melengkapi kekurangannya.” Kembali Pak Handoyo bicara ambigu yang entah mengapa orang-orang seperti dia senangnya berbelit-belit.
Tanpa mempedulikan ucapan Pak Handoyo, Tante Sonya pun segera menghampiri dua tamu bandotnya dan mendorong tubuh mereka hingga terduduk kembali di sofa. Setelah itu dengan gerakan sensual nan gemulai, tangan Tante Sonya mulai melepaskan blazernya dan menjatuhkannya ke lantai.
Sudah cukup lama Tante Sonya tidak mendapatkan kepuasan dari lelaki, walau kali ini dia pun tidak yakin akan mendapatkannya dari dua bandot ini. setidaknya dia berusaha untuk bersikap profesional demi tender yang akan menjadi puncak prestasinya di perusahaan ini pada tahun pertamanya menggantikan jabatan Pak Himawan.
“Eh, Bu a..a..apakah kita tidak keluar saja?” tanya Pak Guntoro gelagapan karena sangat terkejut dengan tindakan Tante Sonya yang langsung membuka blazernya padahal masih berada di ruangan kerjanya.
Sejatinya bukan hanya dua bandot itu saja yang terkejut. Tante Sonya pun sedikit tidak percaya dengan dirinya. Sejak kapan dia bisa bersikap bitcy seperti itu.
“Hmmmm, kenapa mesti keluar, sedangkan Bapak-bapak sudah sangat menginginkan tubuh saya sekarang juga, betul kan?” balas Tante Sonya genit. Merasa kepalang tanggung. ‘Maaf aku Mas Hendra,’ bisiknya dalam hati.
“Eeh, i..iya Bu. Tapi di sini kan kurang bebas. Bagaimana kalau ada yang masuk, bukankah Ibu akan sangat malu,” timpal Pak Handoyo.
“Gak usah khawatir, semua sudah saya atur. Jadi Bapak-bapak bisa dengan tenang dan leluasa menikmati tubuh saya sekarang juga,” goda Tante Sonya sambil menurunkan risleting samping roknya. Kedua mata bandot itu mulai membelalak antara kaget dan senang.
Dengan perlahan-lahan sang wanita negosiator itu pun menurunkan roknya hingga terjatuh di lantai. Lalu dia pun melepaskan blousenya. Kini tubuh molek dan mulus Tante Sonya yang hanya terbungkus celana dalam dan beha hitam berenda terpampang sempurna. Tante Sonya berpikir dn bertindak praktis agar semunya segera tuntas.
Pak Handoyo dan Pak Guntoro benar-benar terkesima dan tercekat melihat pemandangan super indah nan menggiurkan di depan matanya. Bukan hanya paha dan p****t super mulus yang mereka lihat, namun perut dan p******a montok Tante Sonya pun menjadi santapan birahinya.
‘Amazing!’ Dua bandot itu nyaris bersamaan berseru dalam hatinya.
“Pak Han, Pak Gun, mau memenuhi kekurangannya gak? Kok malah bengong sih,” tanya Tante Sonya semakin manja dan genit. Sesuatu yang selama ini belum pernah dia lakukan, bahkan kepada suaminya sekalipun.
“Eeeh i…iya. Saya eh ka..kamu mau Bu!” Keduanya menjawab serempak.
“Kalau mau, kenapa masih memakai pakaian?” goda Tante Sonya makin menggemaskan.
“Iyaaach Bu kami akan bu..buka pa..pakaian kami.” Mereka pun kembali berucap gelagapan yang nyaris berbarengan.
Pak Handoyo dan Pak Guntoro masih takub dengan kemolekan tubuh Tante Sonya segera melucuti seluruh pakaiannya. Dengan rudal yang tegang maksimal kedua bandot itu pun menghampiri sang wanita. Tante Sonya, melihat rudal dua bandot ini tidak lebih besar dan panjang dari milik suaminya.
Pak Handoyo langsung menyergap dan meremas-remas p******a Tante Sonya dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya merayap ke s**********n mengelus-elus v****a. Jari Pak Handoyo langsung nakal memainkan c******s semenatara mulutnya mulai menjilati dan menyesap-nyesap p******a montok yang laksana hasil operasi platik.
Pak Guntoro tak mau kalah dan gesit oleh Pak Handoyo. Tangan kirinya menyerang dan meremas p******a kanan Tante Sonya, mulutnya juga ikutan mengenyot-ngenyot p******a itu dan lidahnya menari-nari di putingnya. Sementara tangan kanannya merabai dan meremas bongkahan p****t mulus dan montol milik Tante Sonya.
“Aaaaah sssst ooooh teruuuus aaah…” Tante Sonya yang sudah lama tidak mendapatkan buaian birahi dari suaminya mendesah lirih terbakar birahi. Dia pun tidak mau kalah. Kedua tangannya meraih kedua rudal kecil milik para badot itu dan dengan sangat kuat mengocoknya.
Seperti yang sudah diduga sebelumnya. Hanya beberapa kali kocokan saja, kedua bandot tua itu sudah terkapar di atas sofa karena rudal mereka sudah menumpahkan isianya ke lantai.
Setengah jam berikutnya Tante Sonya sudah duduk kesal di sebuah restoran cepat saji. Walau tender itu sudah dia dapatkan, namun birahinya sedang sangat nanggung membutuhkan penuntasan.
“Sialan! Dasar bandot tengik berengsek! Kalau sudah begini, terpaksa deh aku harus ke toilet nanti,” geram Tante Sonya dalam hati, sambil menikmati makanan yang dipesannya.
^*^