19 Akhirnya aku bisa merebahkan diri di kasur empuk dan wangi. Aku merentangkan tangan dan kaki, melakukan gerakan seperti orang berada di air seraya tersenyum lebar. Benar-benar bahagia bisa kembali di kamar kesayangan setelah sekian purnama berlalu. Perlahan mataku terpejam dan mulai terlena ketika sayup-sayup terdengar suara bariton khas Papi dari balik pintu. Bergegas aku bangkit dan jalan serta membuka benda besar bercat abu-abu itu seraya menyiapkan senyuman terindah. Papi memandangiku dengan alis terangkat, mungkin beliau bingung melihat tampilan anaknya yang makin tampan. Tanpa sanggup menahan aku langsung menghambur dan memeluk pria berperut agak buncit itu dengan segenap kerinduan. Bisa kurasakan tubuhnya agak menegang sesaat, sebelum kemudian balas memeluk dan membuatku bah