BAB 8

2226 Words
"Ayo pulang"Yoogi ingin meraih sebelah tangan Hyumi, tapi wanita itu menolak dengan bergerak mundur untuk menjauhkan tubuhnya dari Yoogi. "Aku akan pulang" "Tapi tidak denganmu" Yoogi menatap Hyumi dalam diam, ia menghela nafasnya lelah, merasa tidak mengerti dengan wanita yang berada di hadapannya kini. "Wae? Kau marah padaku?" Hyumi mengalihkan pandangannya dari Yoogi. "Ani, Hanya saja.. sedang tidak ingin melihatmu saat ini" "Aku akan pulang nanti, kau duluan saja" "Aku tidak akan pergi sebelum kau pulang bersamaku" "Aku bilang.... Hah!"desah Hyumi frustasi, suaminya ini memang keras kepala. Hyumi masuk ke dalam kamar Apartemen JiYeon. Mengambil tas dan jaket panjangnya. "Eonni, Chaerin-ah aku pulang dulu" "Eonni mau pulang sekarang?"tanya Chaerin yang dibalas anggukan kepala dari Hyumi. "Kau tidak menginap saja?" "Aku rasa tidak hari ini eonni-Ya, aku duluan Chaerin, eonni aku pulang" "Hati-hati di jalan"ucap JiYeon dan Chaerin berbarengan. Hyumi keluar dari kamar Apartemen JiYeon dengan cepat. Setelah Hyumi keluar JiYeon dan Chaerin bangkit berdiri dan berlari menuju pintu. Keduanya mengintip, cukup penasaran pada drama yang tersaji di hadapan mereka. "Sudah ku duga lelaki itu datang menjemput eonni"gumam Chaerin. "Yoogi pabo, dia itu sebenarnya mencintai siapa sih!! Mulai lengket dengan Yoora tapi tidak bisa melepas Hyumi, dan malah mengurung wanita itu" "Ini membuatku kesal"geram JiYeon. "Rasanya ingin menculik Hyumi eonni dan membiarkan wanita itu bebas di luar sana"gumam Chaerin kesal. "Haruskah kita melakukan hal itu eonni?"Chaerin melirik JiYeon yang berdiri disebelahnya. "Tidak perlu kita, aku akan membawa Jongguk untuk menarik Hyumi, kau tenang saja" "Ahh maja... Pria itu fans no. 1 Hyumi eonni"(maja:benar) "Ya" "Fighting"ucap keduanya kompak. ** Yoogi terus mengikuti Hyumi dari belakang. Pria itu bahkan membututi Hyumi dengan mobilnya, bahkan saat ini Yoogi terus mengikuti laju bus yang membawa Hyumi ke arah Rumahnya. Terus berlanjut hingga kini dia memarkirkan mobilnya di Garasi, setelah memastikan Hyumi masuk ke dalam Rumah. Yoogi masuk ke dalam Rumah mendapati Hyumi dan Yoora yang terlihat bertegur sapa . "Yoogi oppa baru pulang?"tanya Yoora yang membuat Hyumi melirik ke arahnya. "Baru saja, kau belum tidur? Tidurlah ini sudah malam" "Aku duluan Yoora"pamit Hyumi. Yoogi melirik ke arah Hyumi yang naik ke lantai atas, meninggalkannya dan Yoora di bawah. "Yoogi oppa tidak tidur? Kau duluan saja" "Baiklah"Yoora tersenyum dan melenggang masuk ke dalam kamarnya. Yoogi kembali melirik ke lantai atas, kakinya melangkah naik ke lantai 2 menuju kamarnya dan Hyumi. Yoogi berdiri di depan pintu kamar, tangannya terangkat untuk mengetuk pintu tapi kemudian dia urungkan. "Selamat malam Hyumi"gumamnya. Tidak ada sahutan ataupun suara sedikitpun, dari dalam Hyumi hanya diam, dia sendiri sedang berdiri tepat di belakang pintu. Dia mendengar ucapan Yoogi namun begitu enggan untuk menjawab. Tubuh keduanya merosot dan saling duduk membelakangi pintu. Hyumi bahkan Yoogi sama-sama terlihat begitu frustasi. *** Hyumi masuk ke dalam sebuah Cafe, matanya mengedar ke segala arah hingga akhirnya mendapati segerombolan eomma-eomma sosialita di sudut Cafe. Hyumi berlari ke arah mereka dan berhenti tepat di depan meja tersebut. "Kau lama sekali"oceh eomma Min yang menjadi salah satu dari eomma sosialita tersebut. "Annyeong haseyo"sapa Hyumi seraya membungkukan tubuhnya pada eomma Min dan beberapa ahjumma di sana. "Ini"Hyumi menyerahkan sebuah amplop coklat panjang yang berisi uang berjuta-juta won di dalamnya. "Kau memang dapat di andalkan untuk urusan ini, ingat jangan bilang pada appa dan Yoogi" "Ya" "Nyonya Min bukankah dia istri pertama anakmu?"tanya salah seorang wanita di sana. Membuat Hyumi tertunduk, sementara eomma Min menoleh ke arahnya dan melirik Hyumi sinis. "Benar dia lah istri pertama putraku dan istri tidak berguna yang tidak menghasilkan keturunan untuk putraku" "Kalau aku jadi kau, aku sudah membuangnya"ucap ahjumma yang lain. "Kalau aku sudah mengusirnya jauh-jauh, kau begitu baik nyonya Min. Kau masih mempertahankan wanita ini, kau beruntung nak masih di akui sebagai menantu baginya"ucap ahjumma yang lain. Hyumi hanya bisa tertunduk, matanya kerap kali bergerak gelisah menahan tangisnya yang ingin melesak keluar. "Kalau aku tidak bisa menghasilkan keturunan lebih baik aku mati, itu adalah aib yang memalukan" "Bukan wanita namanya kalau tidak bisa mengandung"ucap ahjumma lain berucap. Hyumi merasa kepalanya begitu pusing, dia ingin menangis tapi sekuat tenaga dia menahannya, berusaha terlihat kuat. "Kau dengar sendiri, lebih baik kau mati"ucap eomma Min dengan penekanan pada setiap katanya, matanya menatap Hyumi dengan sorot mata yang tajam, dan hal itu sukses membuat hatinya terasa sesak. "Pergilah dari sini, kau hanya membuatku malu"eomma Min kembali duduk di tempatnya saat sebelumnya sempat berdiri menghampiri Hyumi. "Aku permisi"Hyumi kembali membungkuk sebelum akhirnya berbalik dari sana. Bersamaan dengan tubuhnya yang berbalik, setetes air mata keluar dari sudut matanya. Pertahanannya runtuh, air mata yang sejak tadi ditahannya melesat keluar begitu saja. Hyumi berjalan keluar dari dalam Cafe dengan cepat. "Kau jangan keterlaluan dengannya, begitu-begitu dia baru saja memberikan uang padamu"ucap seorang ahjumma. "Ya memang hanya dia yang bisa memberikanku uang secara cuma-cuma dan menutup mulutnya rapat" "Kenapa tidak minta pada menantumu yang kedua?" "Kau benar juga, lain kali aku akan meminta bantuannya, tapi selagi wanita ini bisa di andalkan kenapa tidak" "Ayo kita mulai taruhannya" *** 17.00 KST. JiYeon kerap kali menoleh pada Hyumi, wanita itu lagi-lagi terlihat begitu murung tapi hari ini berbeda. Walaupun murung Hyumi akan tetap tersenyum padanya dan tertawa walaupun suasana hatinya terlihat tidak baik, senyuman tulus dan tawa lepasnya tidak pernah dia hilangkan dari wajahnya. Tapi tidak dengan hari ini, wanita itu berbeda, tidak ada senyum dan tawa yang selalu menghiasi wajahnya. Hanya ada wajah sendu dan datar dalam berekspresi. Chaerin mencoba melucu tapi wanita itu hanya diam dan tidak bergeming sedikitpun. "Hyumi gwenchana?"tanya JiYeon. ia cukup khawatir hari ini seperti bukanlah Hyumi yang selama ini berteman dengannya. Hyumi menoleh ke arahnya, wajahnya terlihat sendu. "Ne, hanya saja akhir-akhir ini aku merindukan appa dan eomma,, aku harap mereka ada di sini"ucapnya singkat sebelum akhirnya kembali beralih ke arah lain. "Eonni"panggil Hyumi yang membuat JiYeon menoleh kembali ke arahnya. "Eoh" "3 Bulan lagi anakmu lahir?"JiYeon menyerngit bingung. "Ne, wae?" Hyumi berdiri, menyampirkan tas slempang di bahunya, lalu beralih menatap JiYeon. "Semoga dia lahir dengan sehat, aku tidak sabar melihatnya lahir" "Hyumi"gumam JiYeon, rasanya begitu aneh entah kenapa perasannya sangat tidak enak. "Eonni aku duluan, aku pamit" Hyumi melangkah pergi, entah kenapa perasaan JiYeon mendadak begitu was-was, semilir angin berhembus saat pintu Toko terbuka karena Hyumi, makin membuat perasaannya tidak enak. JiYeon kembalikan tubuhnya, memandang ke arah pintu yang bergerak menutup, Hyumi sudah tidak ada di sana, perasaan aneh menyelimuti hatinya. "Hyumi"gumam JiYeon. *** Hyumi berdiri tempat pejalan kaki di sebuah Jembatan Sungai Han. Matanya menatap kosong hamparan Sungai yang begitu luas. Hatinya menggelap, pikirannya begitu kalut. Rasanya dia mau gila, memikirkan bagaimana perkataan cemooh yang di terimanya, Percintaan, Rumah Tangganya, semuanya terasa seperti beban yang begitu berat. Seperti Batu besar yang menghantam tepat di atas kepalanya. Hyumi tidak tahu cara agar menyingkirkan Batu itu?!! Hyumi tidak tahu cara menyingkirkannya atau menghancurkannya agar terlepas darinya. Pikirannya kalut benar-benar kalut, rasanya begitu stress dan mati adalah cara yang terpikirkan untuk menerbangkan semua itu. Melepaskan Batu yang menghantam kepalanya. Menerbangkan semua masalah dan mati dengan damai. "Kalau aku tidak bisa menghasilkan keturunan lebih baik aku mati, itu aib yang memalukan" "Bukan wanita namanya kalau tidak bisa mengandung" Perkataan itu kembali terngiang di kepalanya, sebuah kristal bening keluar dari sudut matanya. Tas selempang yang berada di bahunya jatuh ke bawah, jaket panjang yang di pakainya terlepas, sepatu sendal yang melekat di kakinya juga dilepaskannya. *** "Jongguk palli"ucap JiYeon kelewat panik. Wanita itu tidak berhenti menangis sejak tadi, menelpon Jongguk dengan rasa panik setengah mati. "Palli Jongguk palli" Jongguk bahkan tidak bisa menyetir mobil dengan tenang, ia sama paniknya dengan JiYeon. "Ya tuhan jembatan Sungai Han Jeon Jongguk. Apa yang mau dia lakukan.. Hiks... Hiks.. hiks.. Hyumi-Ya andwee.. Hiks... " JiYeon begitu frustasi apalagi setelah mengetahui letak posisi Hyumi berada, melalui GPS dari ponselnya. JiYeon mencari letak wanita itu dengan GPS di ponselnya, melacak melalui no. Handphonenya. Jongguk makin menambah kecepatan mobilnya. "ITU HYUMI"teriak JiYeon saat melihat Hyumi berdiri di pinggir jembatan. Jongguk membanting stirnya ke kiri. JiYeon keluar saat mobil Jongguk berhenti. "ANDWEEE HYUMIIII-YAAAAA"teriaknya kencang, bahkan begitu histeris. ** Hyumi melihat matahari yang siap terbenam, matanya terpejam merasakan hembusan angin yang menerpa wajahnya. Sebuah langkah awal hingga rasanya tubuhnya begitu ringan. "HYUMIIIIII"Teriak JiYeon histeris. Jongguk berlari ke arah jembatan, tidak peduli dengan rasa takut. Pikirannya hanya ada Hyumi, ."wanita itu tidak boleh mati". Saat tubuh Hyumi terhempas, Jongguk ikut melompat -menarik tubuh wanita itu kedalam pelukannya. Dan dengan cepat membalikan tubuhnya menjadi di bawah. BYURRRR..... ** Hyumi di larikan ke Rumah Sakit, Jongguk maupun Hyumi sama-sama tidak sadar setelah insiden itu. Jongguk berakhir setelah menolong Hyumi ke tepi Sungai, pria itu ikut tak sadarkan diri. Butuh 15 jam hingga akhirnya Hyumi membuka matanya. Terangnya lampu kamar membuat matanya menyipit, begitu silau rasanya cahaya itu begitu menusuk retina matanya. "Kau sudah sadar nona Park?" Hyumi menoleh ke sebelah kananya, seorang perawat wanita tersenyum padanya. "Itu berbahaya sekali, jangan ulangi lagi" Hyumi bangkit terduduk, di bantu oleh sang perawat ia menyandarkan dirinya pada heradboard ranjang Rumah Sakit. "Rumah Sakit bagaimana bisa?"gumam Hyumi bingung. "Temanmu yang membawamu ke sini" "Teman?" "Ya, 2 orang teman. 1 pria dan 1 lagi wanita" "Yang wanita sedang ada di Ruang Uisanim, yang pria apa dia suamimu nona?" "Seorang pria? Dimana dia?" "Dia belum siuman, kalian begitu kuat terjun dari Jembatan Sungai Han, banyak yang langsung mati karena jantung mereka berhenti berdetak seketika, akibat serangan jantung atau kemasukan banyak air hingga ke dalam jantungnya" "Suamimu belum sadar nona, tapi sebentar lagi juga sadar, nona tidak perlu khawatir" "Istirahatlah" Hyumi mengangguk. Sang perawat keluar dari kamarnya meninggalkannya dengan pikrannya yang mulai menebak-nebak siapa pria yang dimaksud. SRETTT// Pintu tergeser, membuat Hyumi menolah ke arah pintu tersebut yang mendapati Chaerin di sana. "Eonni sudah sadar?" Chaerin tersenyum hangat. "Kau di sini? Dimana... " Tiba-tiba JiYeon masuk, datang melewati Chaerin menghampiri Hyumi. "Eonni kau di sini juga?" PLAKK// Wajah Hyumi menoleh ke arah kanan saat mendapat tamparan keras dari telapak tangan JiYeon. "JiYeon eonni"Ucap Chaerin terkejut. "Keterlaluan, Yeoja pabo, dasar br**gs**k, KENAPA KAU MELAKUKAN HAL INI EOH?!!"ucap JiYeon kelewat geram. "JANGAN EGOIS!! APA YANG INGIN KAU LAKUKAN KEMARIN! KEMANA AKAL SEHATMU-EOH!!" Hyumi hanya tertunduk, ia tahu perbuatan bodohnya kemarin, dia tahu dia salah.. Dan Hyumi tak menampik kalau dia pantas di benci bahkan dimarahi karena hal itu. "Hikss... JiYeon eonni hajima~"Chaerin bahkan tak kuasa menahan tangisnya, dia sendiri begitu terkejut saat mendengar kabar ini dari JiYeon yang menelponnya dengan tangis histeris saat jam 6 sore. "BIARKAN SAJA BIAR WANITA INI BERPIKIR KALAU PERBUATANNYA ITU BEGITU BODOH,.. BODOH.. DAN BODOH... " "YEOJA PABO!! PIKIRKAN MASA DEPANMU DAN PIKIRKAN ANAK YANG SEDANG KAU KANDUNG BODOHHH" Hyumi tersentak, matanya beralih menatap JiYeon terkejut. "Eo... Eonni, apa.. Apa yang baru-san eonni katakan? A...... Anak?"Hyumi beralih menatap Chaerin mencoba mencari penjelasan di sini. Chaerin menyeka air mata dengan punggung tangannya. Bibirnya tersenyum pada Hyumi. "Eonni"gumam Hyumi beralih menatap JiYeon. GREB// JiYeon memeluk Hyumi erat, tangis wanita itu pecah, bahkan kini dia terisak dengan kencang. "Ne Pabo... Kau hamil... Hiks... Hiks.. Penantianmu selama ini terkabul... Hiks... Hiks... Jadi jangan pernah melakukan hal bodoh itu lagi" "Kau selalu bilang padaku untuk merasa kuat, kau selalu bilang padaku agar hidup dengan baik, tapi apa yang kau lakukan saat ini, yeoja pabo" Chaerin ikut memeluk kedua wanita itu, rasa bahagia dan haru menyelimuti hatinya. "Hiks... Hiks... Mianhae, neomu mianhaeyo.. Hiks hiks.." Hyumi membalas owluan kedua orang itu, dia akui dia salah. Dan oenyeslan itu datang, dia menyesal dia begitu menyesal. Dia hampir saja membunuh bayi yang berada di kandungannya. Bayi yang selama ini di nantinya hampir saja dia bunuh karena ulah bodohnya. Hyumi melepaskan pelukannya,menyeka air mata dengan punggung tangannya. "Pria yang belum sadar siapa dia?" "Dia... Jongguk"gumam JiYeon lemah. "Eodi?" Hyumi bergegas menuju ruang rawat Jongguk yang berselang 3 kamar darinya. Hyumi berdiri di depan pintu kamar yang Chaerin katakan. Ia menghirup nafasnya dalam sebelum akhirnya membukanya secara perlahan. "Bisa aku pergi sekarang? Aku sungguh baik-baik saja saat ini, kalian jangan berlebihan"protes Jongguk saat berkali-kali mencoba bangkit tapi di halangi oleh perawat di sekelilingnya . "Anda baru saja sadar mana mungkin bisa berjalan-jalan begitu saja, pulihkan tenaga anda dulu" "Kenapa wanita begitu cerewet sekali, tolong ahjumma(bibi) minggir dan biarkan aku lewat. Aku harus menemui pacarku, aku harus melihat keadaannya" "Jongguk"panggil Hyumi yang membut pria itu menghentikan aksi pemberontakannya. "Hyumi sedang apa kau di sini? Kau baru sadar kenapa berkeliaran kemana-mana?!!"omel Jongguk. "Kau sendiri! Aku melihatmu mau beranjak dari sini!"Hyumi beralih mendudukan dirinya disamping kanan Jongguk. "Kami permisi dulu"ucap dua perawat itu keluar kamar meningalkan Jongguk dan Hyumi di sana. "Kau mau menemui pacarmu? Pacarmu di rawat di sini juga?" "Kau pacarku"tunjuk Jongguk dengan dagunya. "Seenaknya kau bicara, aku sudah punya suami Jongguk" "Ne.. Kau sudah bilang itu berkali-kali, kali dan untuk kesekian kalinya aku katakan aku tidak peduli" "Jongguk kau tahu.. Aku hamil"Hyumi tersenyum mengatakannya pada Jongguk. "Jadi kini kau sudah mengandung anak kita"ucap Jongguk kelewat antusias. Mata Hyumi mengerjap beberapa kali setelah mendengar perkataan Jongguk. "Apanya yang anak kita? Ini anakku dan Yoogi? Memangnya kapan kita b********h?!!" "Kalau begitu kita bisa melakukannya sekarang, kemarilah sayangku tidur di samping ku"ucap Jongguk saya menepuk sisinya yang kosong. "Byuntae!"Hyumi memukul kepala Jongguk dengan bantal dan terkekeh. "Yak, aku pasien kau memukul pasien itu dilarang" "Biar saja pasien byuntae sepertimu siapa yang akan melarangnya" "Ini kekerasan Rumah tangga namanya" "Apanya yang Rumah tangga kau bahkan bukan suamiku Jongguk" "Kalau begitu ayo kita menikah" "Aku sudah menikah pabo" "Tapi menikah denganku belum" "Yak" JiYeon tersenyum melihat keduanya dari kaca pintu kamar inap Jongguk. "Aku harap mereka berdua berjodoh" "Nado eonni"jawab Chaerin.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD