Bab.7 Calon Mertua Rasa Kakak

1241 Words
Dirga tampak puas usai melihat apartemen baru yang sudah siap dia tempati itu. Mulai hari ini dia akan tinggal disana. Yakin Key pasti bakal melongo kalau tahu mereka sekarang bertetanggaan, bahkan pintunya tepat saling berhadapan. Dibilang gila juga tidak masalah, karena demi mendapatkan tempat ini dia sampai rela merogoh uang lebih banyak dari harga seharusnya. Sudah cukup selama ini dia bersabar menunggu untuk bisa memilikinya. Perjuangannya baru saja akan dimulai, dan Dirga tidak akan mundur biar selangkah. “Lho, Ga! Kok kamu disini?” Dirga nyengir, baru saja buka pintu dia malah berpapasan dengan mamanya Key yang baru datang dengan menenteng tas belanjaan. Dia tampak kaget sekaligus bingung melihatnya keluar dari unit depan. “Aku jadi penghuni baru disini, Kak," jawab Dirga malah semakin membuat Lovia Wijaya, mama Key cengo. “Gila kamu, ya!” ucapnya menggeleng. Terkekeh Dirga mengambil tas belanjaan dari tangan wanita yang sudah dianggap kakaknya sendiri itu. Lovia menghela nafas panjang, lalu membuka pintu apartemen anaknya dan masuk dengan diikuti Dirga di belakangnya. Ini kali pertama dia masuk ke tempat tinggal Key. Tata ruang tidak begitu jauh beda dengan unit yang baru dia tempati. Selain beberapa foto keluarga, pigura besar yang memajang foto-foto cantik Key tampak menghias dinding di sana. Bagi mereka harga apartemen ini mungkin tidak seberapa, tapi jadi luar biasa ketika Key bisa membelinya dengan hasil jerih payahnya sendiri. Sayang, itu sama sekali tidak ada artinya di mata Bian papa Keyra. “Sini, Ga! Aku mau bicara sama kamu!” panggil Lovia setelah Dirga meletakkan tas belanjaan di dapur. Dirga melangkah mendekat dan duduk di seberang Lovia, wanita berparas cantik yang juga merupakan sahabat kental kakak iparnya itu. Circle pertemanan mereka bahkan sudah seperti saudara dan keluarga, sedekat itu. Matanya menatap lekat, seperti ada hal penting yang ingin disampaikan. “Anakku kamu apakan? Sepulang dari tempatmu waktu itu, aku melihat apa yang kamu tinggalkan di lehernya.” Lovia mendengus kesal karena Dirga malah tertawa pelan. Dia percaya Dirga tidak mungkin berbuat lebih jauh dari itu, tapi wajar kalau dia was-was karena Key tidak pernah dekat dengan pria melebihi hubungan teman atau rekan kerja. “Aku mencuri ciuman pertamanya. Kalau disuruh tanggung jawab ya ayo! Nanti malam aku siap kok mengajak orang tuaku buat melamar Key,” jawabnya santai. “Andai saja masalahnya sesederhana itu, Ga. Aku tidak pernah keberatan kalau Key memang berjodoh denganmu, karena aku juga tahu seberapa banyak yang sudah kamu korbankan demi dia. Tapi, apa kamu yakin bisa meluluhkan hati Bang Bian? Apa kamu benar-benar siap menanggung kemarahannya, saat tahu kamu sudah melangkah sejauh ini untuk memiliki Key?” ucap Via dengan wajah murung dan mata memerah. “Aku adalah orang yang paling berharap Key bisa bahagia dengan orang yang tepat, tapi juga takut pertikaian diantara keluarga kita akan terulang lagi. Melihat kalian saling berhadapan sebagai lawan. Sampai kapanpun aku tidak pernah siap untuk itu,” lanjutnya kali ini dengan air mata meleleh keluar. “Aku paham apa yang Kak Via takutkan, tapi maaf karena aku juga tidak punya pilihan lain. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dan membiarkan Key sendirian menanggung rasa sakitnya. Apapun resikonya, aku tidak akan mundur dan melepaskan Key kali ini,” tegas Dirga tanpa ragu sedikitpun. Lovia mengangguk, tidak bisa berkata apa-apa lagi selain air matanya yang jatuh berderai. Sama seperti Dirga, dia juga akan melakukan apapun demi kebahagiaan anaknya kali ini. Sudah cukup dia bersabar dan membiarkan keegoisan suaminya yang telah menghancurkan kebahagiaan anak mereka. “Titip anakku ya, Ga. Jaga yang baik. Aku tahu seberapa terlukanya dia, sampai ….” Via tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Tergugu dalam tangis mengingat seberapa sakit Key harus melalui hidupnya yang berat di bawah tekanan papanya. “Sampai dia nekat angkat kaki dari rumah. Semua salahku, tidak bisa melindungi dia dari keegoisan papanya. Cukup buat Key tersenyum, karena itu yang tidak pernah bisa dia dapatkan dari siapapun. Dan aku yakin, hanya kamu yang bisa mengembalikan bahagianya,” lanjutnya dengan suara parau. “Iya, aku pasti akan menjaganya dengan nyawaku. Kalau harus memohon, maka aku akan memohon. Apapun akan aku lakukan untuk bisa meluluhkan hati Bang Bian, karena aku tidak akan sanggup lagi kalau harus kehilangan Key,” sahut Dirga. “Bodoh kamu, Ga! Kenapa sampai segitunya?” ucap Via menatap iba ke Dirga yang juga telah melewati waktu dengan kesepian dan rasa sakitnya. Senyum tersungging di bibir Dirga saat pandangannya jatuh ke foto cantik gadis kesayangannya yang tergantung di dinding. Tidak ada yang sia-sia, karena sekarang tinggal selangkah lagi dia bisa meraih cintanya. “Aku tidak pernah menyesal. Bahkan kalau diberi kesempatan mengulang waktu sekalipun, aku tidak ingin mengubah apapun yang terjadi dulu. Aku bersyukur Tuhan menghadirkan Key dalam hidupku, dan berterima kasih bisa melewati semua. Cuma satu hal yang akan selalu aku sesali, membiarkannya melalui semua kesakitannya seorang diri. Sekarang saat kembali, dia sudah terlanjur jatuh terpuruk.” Helaan nafas Dirga terdengar keras. Matanya memburam panas teringat kondisi tremor yang diderita Key, dan kecemasannya saat dia memergoki sisi rapuh yang selama ini disembunyikan dari semua orang. Dirga hanya takut, perseteruan keluarga mereka nantinya setelah Bian tahu semua akan semakin menekan mental Key. “Terima kasih sudah datang untuk Key. Mungkin memang sudah waktunya membuat Bang Bian paham, tidak selamanya apa yang menurut dia baik merupakan pilihan tepat untuk anak-anaknya. Aku sudah tidak bisa lagi untuk terus diam, dan membiarkan mental Al tertekan seperti Key dulu,” ujar Via. Dirga mengangguk, kembali terdiam dan gamang dengan galau di kepalanya. Haruskah dia memberitahu Via tentang tremor yang diderita Key. Dia hanya berharap mereka bisa sama-sama membujuk Key untuk segera mendapat penanganan akan kondisi mentalnya yang sakit. Tapi, Key pasti akan semakin marah dan sulit didekati karena merasa dirinya bukanlah orang yang bisa dipercaya. “Ga ….” “Iya,” sahut Dirga gelagapan kaget. “Kamu tahu tidak kalau mantan mertuamu dan Lisa tidak menyukai Key? Aku bukannya ingin lancang ikut campur urusan kalian, tapi karena sampai sekarang kamu masih menjalin hubungan baik dengan mereka, tolong jangan sampai Key terjebak dalam suasana tidak nyaman. Aku tidak ingin anakku yang tidak tahu apa-apa jadi pelampiasan kebencian mereka,” ucap Lovia yang sejak awal tahu sikap tidak ramah mereka ke Key, dan juga Lisa yang kapan hari membuat ulah. “Aku tahu, rencananya lusa bersama papa dan mama akan kesana untuk menyelesaikan semua.” Lovia berdiri dari duduknya, menuju ke arah dapur dan membereskan belanjaannya. Hanya ini yang bisa dia lakukan setelah Key memutuskan tinggal sendiri di luar, sesekali datang menjenguk dan dan membawakan belanjaan untuk anaknya yang selalu sibuk. “Tadi Rena sempat mampir ke butik. Dia cerita soal Nay yang hari ini ulang tahun dan menagih janji ke papanya untuk diantar ke nightclub,” tutur Via tertawa menggeleng. “Sama siapa?” tanya Dirga. “Tentu saja sama Cello, Liam dan Key. Dari dulu kan Nay tidak punya teman, selain mereka.” Sambil mengulum senyum senangnya Dirga segera beranjak. Itu berarti nanti malam dia juga bisa menyusul Key kesana. Kali ini dia tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. “Aku ke kantor dulu, Kak. Ada pekerjaan yang belum selesai tadi,” pamit Dirga. “Dirga!” panggil Via hingga Dirga menghentikan langkah kakinya. “Iya.” “Aku tahu kamu sangat mencintai Key, tapi ingat jangan sampai melampaui batas sebelum sah menjadi hakmu!” “Iya, aku tahu kok,” sahutnya mengangguk sebelum kemudian keluar dari sana. Pikir Dirga nanti dia akan datang mengejutkan Key, tapi mana dia tahu kalau justru dirinya yang akan dibuat blingsatan oleh gadis kecilnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD