Key tidak bisa berbuat banyak saat Dirga ngotot ikut masuk ke dalam apartemennya. Padahal sudah lewat tengah malam dan Dirga juga minum tidak sedikit di klub. Makanya tadi dia minta Jeje langsung mengantar omnya itu pulang, tapi pria itu justru mengekor turun dari mobil dan menggandengnya masuk ke lobi.
Satu lagi, tangan Key yang selama perjalanan tidak pernah dibiarkan lepas. Dirga memang duduk menyandar dengan mata terpejam, tapi genggamannya tidak kendor sedikitpun. Melihat wajah lelah omnya, Key pun membiarkan tangannya dimiliki Dirga. Lagi pula dirinya juga sudah tidak punya tenaga untuk berdebat. Tubuhnya capek bukan main dan juga lapar.
“Sudah, antarnya sampai sini saja. Pulang sana!” usir Key saat mereka sampai depan pintu.
“Tega banget kamu menyuruhku pulang sendiri dalam keadaan capek dan ngantuk begini!”
Mau tidak mau Key membuka pintu dan membiarkannya masuk. Ujung bibir Dirga berkedut membayangkan muka cengo Key kalau tahu dia sekarang tinggal di depan situ. Pasti lucu.
“Jeje tadi mau kemana lagi?”
“Ada urusan sebentar, nanti juga pulang,” jawab Key yang berdiri di depan kulkas melihat-lihat isinya.
“Kamu lapar?” tanya Dirga urung duduk di sofa begitu melihat gadisnya itu mengangguk. Dia mendekat, lalu menarik Key menyingkir dari depan kulkas.
“Kamu mandi dulu, aku buatkan makanan!”
Key sempat menatap ragu, tapi kemudian berbalik dan melangkah masuk ke dalam kamarnya untuk mandi. Bohong kalau dia tidak bahagia bisa dekat dengan omnya itu, dan mendapat perhatian juga perlakuan manisnya.
Sebenarnya sejak kapan dia jatuh cinta ke pria itu? Entahlah, Key sendiri juga tidak tahu. Dulu saat kecil dia pernah merasakan hancur, ketika harus kehilangan sosok Dirga yang tiba-tiba menjauh pergi ke Lombok dan kemudian menikah dengan wanita yang dijodohkan orang tuanya. Apalagi hubungannya dengan Dirga bahkan jauh lebih dekat daripada dengan papanya sendiri.
Setelah itu mereka jarang sekali bertemu, namun berjalannya waktu nyatanya tidak pernah bisa merubah apapun. Terlebih saat tanpa sengaja dia mendengar pertengkaran orang tuanya, dan tahu cerita di balik perginya Dirga juga pernikahan kontraknya. Itu jadi salah satu alasan kenapa kemudian Key nekat pergi dari rumah dan berontak dari tekanan papanya.
“Kenapa rambutnya tidak dikeringkan dulu? Nanti masuk angin!” tegur Dirga begitu melihat Key keluar kamar dengan kepala terbungkus handuk.
“Lapar,” jawab Key mendekat ke meja makan dan duduk di samping Dirga yang sedang mengotak-atik ponselnya. Sudah ada roti bakar isi keju, segelas s**u dan apple.
“Hair dryer nya dimana?”
“Kamar,” jawab Key, lalu menggigit rotinya.
Dirga berdiri dan beranjak ke kamar. Pintu depan terbuka, Jeje pulang dengan muka lelahnya. Matanya sempat celingukan mencari keberadaan Dirga, karena dia melihat sepatu pria di rak.
“Keringin dulu rambutnya, nanti masuk angin!” tegurnya persis seperti ucapan Dirga tadi, tepat bersamaan dengan pria itu keluar dari kamar Key dengan membawa sisir dan hair dryer. Pura-pura tidak melihat, Jeje bablas masuk ke kamarnya daripada jadi obat nyamuk di sana.
“Duduk yang benar!” ucap Dirga, lalu menarik mundur kursi Key karena kabel hair dryer tidak cukup panjang.
Sambil memegangi mangkuk berisi potongan apple, Key duduk bersila membiarkan Dirga membuka handuk di kepalanya dan mengeringkan rambutnya. Bibirnya terus saja tersenyum. Bagaimana dia bisa lari dari kejaran pria yang satu ini, sedang makin hari sikap juga perlakuannya kian manis begini.
“Kalian kok bisa kenal Sean?” tanya Dirga penasaran.
“Dulu pernah satu pemotretan, lalu aku mengenalkan dia ke Liam dan Bang Cello waktu kami tidak sengaja bertemu di pesta teman. Setelah itu kami berteman,” jelas Key sambil mengunyah applenya.
“Apa dia pernah bilang suka ke kamu?”
“Siapa? Sean?” tanya Key sampai mendongak menatap Dirga dengan muka gelinya.
“Hm,” angguk Dirga, dan Key justru tertawa pelan.
“Mana mungkin, kami kan cuma berteman.”
Dirga menyisir rambut Key yang baru selesai dia keringkan, lalu memeluk gadisnya itu dari belakang. Key sempat mendengus, tapi juga tidak berusaha meronta karena tahu pasti akan percuma saja.
“Jangan terlalu dekat dengan Sean! Kamu hanya menganggapnya teman, tapi aku yakin tidak begitu dengannya,” ucap Dirga
Key meringis, jantungnya berdegup menggila saat deru nafas pria itu menerpa telinganya. Hidung lancipnya mengendus ceruk leher, meninggalkan sengatan dengan sapuan bibirnya yang mengecup lembut.
“Ck, jangan aneh-aneh! Pulang sana!” usir Key dengan suara serak, karena dia tahu tidak akan bisa bertahan dari sentuhan pria kurang ajar ini.
“Masih kangen,” bisik Dirga.
“Di sini cuma ada dua kamar, kalau nggak pulang mau tidur dimana?”
“Tidur sama kamu,” jawabnya tersenyum gemas mencium pipi Key, lalu menarik kursi dan duduk berhadapan dengan gadisnya itu.
“Kamu masih marah soal Lisa waktu itu? Aku sudah memblokir aksesnya. Besok aku juga akan mengajak papa dan mama datang ke rumah orang tua Hena untuk menyelesaikan semua. Ini sebagai bukti aku tidak main-main ingin mengajakmu serius, Key.”
Wajah Key semakin panas mendapat tatapan selekat itu. Apalagi yang harus dibuktikan, sedang Key tahu persis seberapa banyak pengorbanan Dirga untuknya. Dia hanya takut akan harga yang harus mereka bayar saat memutuskan bersama.
“Om tahu kan, apa yang harus kita lalui untuk bisa bersama? Masalahnya pasti akan merembet ke keluarga kita. Haruskah kita seegois itu mengorbankan mereka? Aku juga tidak mau Om menjadi sasaran amukan papa lagi seperti dulu. Nggak mau!” Key menggeleng dengan mata memerah basah.
Apa yang pernah dilihatnya dulu saat Dirga menangis kesakitan karena mulut jahat papanya, masih terus melekat di ingatannya. Itulah yang membuat Key selama ini selalu menjauh dari Dirga, karena tidak ingin papanya jadi jahat dan Gaganya tersakiti lagi.
“Apapun resikonya aku tidak akan mundur lagi kali ini. Tidak akan meninggalkanmu sendirian seperti dulu. Maaf, aku tidak bisa menjadi sandaranmu saat kamu melalui semua rasa sakitmu selama ini. Aku juga sama sakitnya, Key. Melihatmu hidup tanpa senyum, dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menatapmu dari jauh.”
Key menunduk, menyembunyikan linangan air matanya. Tidak ingin terlihat rapuh, tapi justru semakin tidak berdaya setiap kali berhadapan dengan Dirga. Seberapapun berat dan sakit hidupnya selama ini, tidak pernah dia mengeluh ke siapapun. Mencoba menelan semua sendiri, namun nyatanya dia tidak sekuat itu hingga berdampak tremor di tangannya yang merenggut impiannya untuk jadi desainer seperti mamanya.
“Kamu boleh menangis, karena aku sangat tahu sesakit apa rasanya ketika harus belajar kuat sendirian. Tapi ingat, kamu sekarang punya aku sebagai sandaran. Aku juga tidak akan membiarkanmu terluka sendirian. Apapun resikonya dan sampai kapanpun aku tidak akan berhenti mencintaimu, Key.”
Tangis Key pecah, mendongak dan menatap sakit pria bodoh di depannya itu. Apa boleh dia mencintai Gaga nya? Masih pantaskah dia mendapat sebegitu tulus kasih sayang Om Dirga nya, sedang dia ikut andil menyengsarakan hidup pria ini dulu?
“Mencintaimu kenapa harus sesakit ini, Om?” ucapnya sembari menangis tergugu. Sakit, rasanya luar biasa sakit.
Tangannya Dirga yang gemetar mengusap wajah cantik Key. Merangkumnya dengan senyum hangat, meski matanya juga memburam panas. Penantiannya tidak sia-sia. Kesepian dan rasa sakitnya selama ini terbayar dengan ucapan cinta Key, meski diwarnai deraian air mata.
“Karena bukan cinta kalau tidak merasakan sakit. Aku datang meraihmu, Key. Gadis kecil kesayanganku.”
Key menghambur memeluk Dirga. Menangis dalam dekap pria yang selama ini membuatnya kesakitan tersiksa rasa bersalah dan kehilangan.
“Gaga ….”
“Apapun yang terjadi nanti, sesulit apapun jalan kita. Kamu harus janji satu hal, jangan pernah melepaskan tanganku. Tidak apa-apa aku kehilangan segalanya, tapi aku tidak akan sanggup kalau harus melanjutkan hidup tanpa kamu. Aku sudah hampir mati kesakitan karena dijauhkan dari kamu, Key. Janji ya, jangan pernah menyerah untuk bersamaku?”
Air mata Dirga merembes keluar saat Key mengangguk. Pelukannya makin erat. Mulai sekarang, dia tidak akan melepaskan gadis kecil kesayangannya lagi. Tidak akan pernah. Meski dia tahu, mungkin saja Bian akan membunuhnya saat dirinya sudah terang-terangan menginginkan Keyra.