BAB 19: PER-SELAI-AN

1748 Words
Mereka sampai di restoran itu satu jam kemudian. Morin menyelipkan tangannya di lengan Darius saat mereka masuk ke restoran itu. Sepertinya Darius sudah terbiasa dengan hal itu hingga tidak pernah protes lagi pada Morin. Namun tanpa dia sadari, mereka menjadi pusat perhatian disana. Banyak rekan bisnisnya yang juga sedang makan disana. Mereka terkejut saat melihat Darius Hartadi yang kata orang orang adalah gay dan tidak pernah dekat dengan wanita, sekarang sedang bergandengan tangan dengan seorang gadis belia bersurai ungu. Mereka lebih tampak seperti ayah dan anak daripada pasangan kekasih. Sebenarnya gosip sudah menyebar luas, Darius Hartadi yang ternyata normal dan sekarang memiliki sugar baby seorang gadis asia bersurai ungu. Namun banyak orang yang tidak mempercayai hal itu, karena selama ini juga sudah banyak gosip pria itu dekat dengan wanita, namun tidak ada yang bisa dibuktikan kebenarannya hingga yang kali ini. Mereka melihat sendiri pria itu membantu sang gadis melepaskan mantel dan menarik kursi untuk gadis itu duduk. Darius agak terkejut saat membukakan mantel Morin. Gadis itu ternyata menggunakan gaun malam model sabrina yang sekarang memperlihatkan leher jenjang dan pundak serta bahunya yang putih mulus, sedangkan seluruh rambutnya di tarik ke depan ke satu sisi dadanya. Tubuhnya kaku saat berbisik tidak suka di telinga Morin. “Bukankah sudah kukatakan jangan menggunakan pakaian kurang bahan?” suara Darius terdengar dingin yang membuat Morin bergidik. “Om. ini pakaian cukup bahan. Yang terbuka hanya bagian pundak dan bahu, bahkan bagian depannya tertutup di atas dada.” jawab Morin kesal. Suara dingin Darius di telinganya tadi membuatnya terkejut, untung saja dia tidak berteriak. Darius sepertinya masih tidak puas dengan jawaban Morin, dia lalu menarik rambut Morin untuk menutupi tengkuk dan punggungnya. Morin hanya diam melihat tindakan omnya. Dia agak bingung dengan kelakuan omnya, mengapa sekarang pria itu sangat cerewet soal pakaiannya? Bahkan meributkan baju yang menurutnya biasa saja! Acara makan malam mereka ternyata kurang menyenangkan karena beberapa rekan bisnis Darius menghampiri mereka untuk menyapa, yang mana maksud sebenarnya tentu saja penasaran akan keberadaan Morin disana yang diperkenalkan Darius sebagai temannya.. Setelah orang kelima pergi dari mejanya, Morin menghembuskan nafas kesal. “Om, kurasa habis ini kita pulang saja. Aku lelah” kata Morin. “Baiklah. Kamu mau memesan gelato itu? Nanti kamu bisa makan di apartemen.” tanya Darius yang membuat Morin kembali tersenyum. “Mau” jawabnya. “Baiklah” Darius lalu mengeluarkan ponselnya dan mengetik. Sekitar lima belas menit kemudian. Pelayan datang dengan membawakan paper bag berlogo toko gelato favorit Morin. Dia tersenyum senang melihat gelato kesukaannya itu telah tiba. Dia tidak perlu bertanya rasa apa yang omnya belikan, sudah pasti kesukaannya. “Om” panggil Morin. Sekarang mereka sedang dalam perjalanan pulang dengan mobil. “Ya” jawab Darius. “Si orang ketiga tadi mengatakan kalau besok om ada acara dengan dia juga” tanya Morin. Nama orang itu sedikit sulit, jadi Morin menyebutkan urutan pria itu datang ke meja mereka saja. Pria itu memintanya ikut bersama Darius ke acara itu. “Djaenamonakh Galifianrone? Itu hanya pertemuan santai para pebisnis yang memiliki member disana, acara diadakan setiap hari sabtu” jawab Darius. Morin mengerutkan alis, itu nama memang ribet, dia pikir tadi hanya kurang jelas mendengar, ternyata memang sulit bisa mendengar nama itu jelas kecuali disebutkan perlahan pakai toa, bahkan juga sulit untuk dia disebutkan, lidahnya bisa keseleo. Mending namanya sendiri yang sesimple brand selai daripada nama yang sulit dieja. “Om akan kesana?” tanya Morin lagi. “Sepertinya tidak. Kenapa?” tanya Darius. “Aku penasaran seperti apa pertemuan santai para pebisnis. Berarti juga ada pebisnis wanita kan?” tanya Morin. Dia penasaran dengan pebisnis wanita. Nantinya dia juga pasti akan mewarisi kerajaan bisnis miliknya. Dia ingin tahu bagaimana kalau mereka mengobrol santai dan kalau bisa dia juga mau mengobrol dengan wanita wanita hebat itu, siapa tahu ada yang pernah menghias cover forbes. “Ada beberapa wanita tapi tidak banyak. Beberapa member juga datang bersama istrinya. kenapa?” Darius melirik Morin, dia merasa sedikit aneh dengan pertanyaan gadis itu. “Aku ingin melihat seperti apa para bos wanita itu disaat semi formal begitu. Satu satunya wanita dengan aura kepemimpinan yang kuat yang pernah kulihat itu hanya omah. Bahkan saat dia bicara santai aja, seperti ada tekanan bagi yang mendengarkannya.” jawab Morin. Dari pertama kali bertemu saja, Rosaline sudah bisa menaklukan kekeraskepalaan Morin. Dia penasaran apakah hanya omahnya saja yang seperti itu atau memang semua wanita yang memang pemimpin atas itu memiliki aura yang sama. “Kamu mau kesana?” tanya Darius. Dia menyetujui perkataan Morin. Sejak dia kecil, dia dan kedua adiknya lebih takut pada ibunya daripada ayahnya saat mereka marah. Ibunya itu memiliki aura yang kuat yang bisa menekan dan membuat orang menuruti kemauannya. “Mau” jawab Morin. “Baiklah. Nanti kita kesana” kata Darius. Salah satu yang membuatnya cukup menyukai keponakannya ini walaupun dia berjenis kelamin wanita adalah karena gadis itu sejak kecil tidak pernah bermain tebak tebakan. Dia selalu mengatakan apa yang dia inginkan. Kalau ditanya jawabnya juga jelas, iya atau tidak, bukan terserah yang sebenarnya tidak terserah. Darius paling tidak suka harus menebak apa yang ada di pikiran orang. Punya mulut dipakai untuk memberi tahu, bukan kudu suruh orang tebak tebakan! Setelah sampai ke apartemen, Morin langsung menuju kamarnya. Namun dia berhenti di tengah jalan lalu dia berbalik ke tempat Darius yang sedang melepaskan mantelnya. Darius menoleh, menyadari Morin kembali mendekat. Tanpa aba aba Morin mencium pipi Darius. “Selamat tidur om” katanya manis. “Ah ya, selamat tidur Morin” jawab Darius sedikit terkejut dan menjawab dengan latah. Sekarang jantungnya kembali berdebar lagi. Namun dia melihat Morin diam di tempatnya berdiri sekarang. “Ada yang mau kamu bicarakan lagi?” tanya Darius. “Cium” kata Morin malu malu melirik omnya yang membuat jantung Darius yang tadinya hanya berdetak sedikit lebih cepat sekarang semakin cepat. “Eh..” Darius tiba tiba gelagapan. Dia tidak pernah berpikir gadis itu bisa mengatakan kalimat ajaib itu. Morin lalu berjinjit dan menyodorkan pipinya mendekati wajah Darius sambil telunjuknya menunjuk pipinya. Dengan tekad kuat Morin, akhirnya pipinya juga yang menyosor bibir Darius. Untunglah dia masih menggunakan bootnya, kalau tidak dia harus melompat untuk maksa minta dicium, nanti bukannya dapat ciuman malah dia menyeruduk hidung omnya. Lalu dia tersenyum puas dan berjalan meninggalkan Darius yang masih diam melihat kelakuan absurd keponakannya dengan jantung yang berdetak tidak stabil. Jika Darius berpikir secara logika lagi, mungkin dia mempunyai masalah gangguan irama jantung. Morin cekikikan setelah menutup pintu kamarnya. Pelan pelan dia akan membuat om tercintanya terbiasa dengan ciumannya.. Hihihi.. Morin gitu loh.. Daripada menunggu sesuatu yang tak kunjung datang walau dipancing, mending dia jemput bola saja. Kelar udah, ga pake tunggu tunggu. Dia melihat buket mawar ungu dan kotak cokelat ukuran tidak normal itu yang memenuhi meja kamarnya, dia lalu memfotonya untuk dikirimkan ke grup ghibahnya itu. Lalu berjalan menghampiri meja untuk menghidu wangi bunga itu lalu membuka kotak cokelat itu dan menemukan praline strawberry kesukaannya. Dia mengambil sebuah cokelat dan memasukkannya ke mulut, menikmati cokelat itu melumer di lidahnya. Dia lalu tersenyum miring memikirkan omnya yang berusaha untuk menyenangkannya. Oh omku tersayang, jangan panggil aku Morin kalau tidak bisa membawamu ke altar. Jika gagal, aku akan ganti nama jadi ceres atau nutella aja. **** Hari baru telah tiba, Morin bangun dengan semangat meluap. Setelah mendapatkan dua hari menyenangkan dan hari ini juga harusnya menjadi hari yang menyenangkan, dia sangat menikmati hidupnya disini sekarang. Dia keluar dari kamarnya dan menemukan omnya sedang membuat sarapan. Dia memperhatikan kalau omnya masih memakai pakaian semalam. “Om, koq masih pakai baju kemarin?” tanya Morin. Tubuh Darius menegang mendengar suara Morin. Dia bahkan tidak sadar kalau gadis itu keluar dari kamarnya. “Kemarin aku ketiduran di ruang kerja saat menyelesaikan pekerjaan” sahut Darius tanpa menoleh dari kegiatannya. “Oh” memang harus selesai segera?” tanya Morin. Dia merasa omnya ini terlalu memforsir dirinya. “Tidak juga. Hanya jika jika bisa segera diselesaikan akan lebih baik” jawab Darius. Morin hanya melirik omnya dan berpikir kalau orang jadi asisten omnya pasti kesulitan mengimbangi cara kerja omnya. Pria itu lalu mengatur sarapan untuk dua orang di meja lalu duduk tanpa menatap pada Morin. Morin yang menyadari hal itu melirik wajah omnya. Tiba tiba suatu pemikiran datang. Apa omnya tidak bisa tidur lagi karena memikirkan soal dirinya dan baju kurang bahan itu lagi? “Uhuk” Morin tersedak karena makan sambil menahan tawa yang datang tiba tiba karena pikiran yang barusan melintas. Darius menoleh padanya dan memberikan air padanya. “Jam berapa acaranya nanti?” tanya Morin setelah minum. “Sebelas” jawab Darius. Lalu tidak ada pembicaraan lagi sampai mereka selesai makan. Darius mengambil piring yang telah digunakan dan meletakkannya di tempat cuci, Morin memperhatikan Darius yang sepertinya kelelahan, terlihat lingkaran hitam di bawah matanya. Darius lalu melewatinya untuk menuju ruang kerjanya lagi, Morin yang menyadari hal itu langsung mengejar omnya dan menarik tangannya. “Om jangan kerja lagi” kata Morin yang membuat Darius menoleh padanya. “Om harus istirahat” lanjut Morin. “Ini sudah pagi. Sudah tidak perlu istirahat lagi” kata Darius. Dia lalu melanjutkan langkahnya dan Morin kekeuh menarik tangan omnya dengan kedua tangannya. Dan tentu saja tenaga dia tidak bisa menahan tubuh omnya yang beratnya hampir dua kali tubuhnya. Yang terjadi adalah dia yang terseret hingga masuk ke ruang kerja itu. Dan mereka terdiam karena ingatan malam itu saat Morin mencium Darius langsung menghadang mereka. Setelah malam itu, Darius masih bisa mengatur pikirannya untuk konsentrasi pada pekerjaannya. Namun itu saat tidak ada gadis yang sekarang sedang menarik tangannya ini. Begitu juga dengan Morin, masuk ke ruangan ini mengingatkan dirinya saat pertama kali dia mencium omnya. Wajahnya merona mengingat kenekatan dia saat itu. Untung saja omnya tidak tahu! Morin langsung melepas tangan Darius dan bersiap kabur ke kamarnya. Namun kali ini tangannya yang ditarik oleh Darius dan tubuhnya didorong hingga ke dinding. Sekarang tubuhnya terhimpit di antara dinding dan tubuh omnya. “Siapa yang mengajarimu?” tanya Darius. Suaranya pelan namun suhu di sekeliling mereka seakan turun ke titik terendah. Matanya terpejam, dia sedang mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Me-mengajari a-apa?” tanya Morin, dia mengalihkan wajahnya ke arah lain selain wajah omnya. Dia merasa takut, aura dingin omnya sekarang membuatnya merinding. Alarm bahaya berbunyi di kepalanya. “Mengajarimu mencium seperti itu” Darius membuka matanya lalu tangannya mengangkat dagu Morin agar mata mereka bisa bertatapan. Tatapan dingin yang terpancar dari mata itu membuat Morin merasa dirinya seperti tikus yang sudah terdesak oleh predator yang siap menerkamnya. “Se-seperti a-apa?” tanya Morin. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD