" Apa arti Kak Reina buat Kak Arka?" Suara lembut seorang gadis kecil menusuk indra pendengaran Arka . Ia mengernyit.
"Kenapa? Kok jadi bawa-bawa Reina?"
Respon tidak suka, langsung dilayangkan gadis kecil itu. Ia paling anti bertanya, malah ditanyakan balik.
" J awab pertanyaan aku dulu, Kak. Apa arti Kak Reina buat Kakak?"
Arka memandang saudara sepupunya nyalang, agak aneh juga kenapa Raya menanyakan arti Bulannya untuk percaya diri.
"Harus banget dijawab, ya?" tanyanya, dapatkan balasan dari gadis kecil yang bernama Raya Minara itu.
" Ih, tuh, kan , nyebelin!"
Arka tertawa. Baik Raya maupun Bulannya, akan diberikan yang sama jika digoda atau jahili olehnya.
"Iya, deh. Gitu aja dibilang nyebelin. Dia sahabatku. Tidak lebih. Senang?"
Arka melihat perubahan yang sangat signifikan dari saudara sepupunya. Raya yang baru saja mencebik kesal, langsung tersenyum cerah.
"Loh, kok senyum-senyum gitu? Hayo, pertanyaan tadi ada maksud, hayo?"
"A-apa? Engga. Fitnah aja, deh." Raya malah menunjukkan gelagat yang kentara, membuat Arka yang melihat semakin gencar menggodanya.
"Oh, fitnah, ya? Eh, tapi kalau fitnah, kenapa jawabnya bisa gelagapan gitu?"
Skak! Mata Raya langsung dikunjungi ke semua Arah . Ia harus memberi tahu apa jika kakak sepupunya bertanya?
"Ayo, ngaku kamu, Dek. Pertanyaan tadi ada maksud apa?"
Kan!
"Apaan sih, Kak? Gak jelas. Udah, ah, aku mau dapur dulu. Dah, Kakak Jelek!"
Lantas Raya melenggang pergi meninggalkan sang kakak sepupu.
"Ckckck, kebiasaan banget kamu, Dek. Kalau udah kepepet, ya, pasti kabur ."
.
.
"Awas dulu, Rei."
"Gak mau. Ntar Arkanya ninggalin," keukeuh Reina tidak mau bergerak sama sekali.
“Ya Allah, gimana mau ninggalinnya coba? Jalan Arkanya aja dihalangin begini,” keluh Arka seraya yang memerhatikan kaki kecil Reina yang terjulur untuk membuka jalannya.
"Lagian kamu gak pegel apa? Kaki diselonjorin depan pintu gitu?" Bahtera yang menyindir , dibalas oleh cebikan Bulannya. Gadis kecil itu sama sekali tidak mengubah sedikit pun posisinya.
Arka saya ngelus dadanya pelan.
"Astagfirullah ..., sabar deh, Arka mah sabar."
Reina tetap tak menggubris ucapan Arka .
"Ampun, Tuhan. Ini anak kucing maunya apa, sih?" katakanlah Arka, kali ini menimbulkan reaksi yang sangat kentara perbedaannya .
"Siapa anak kucing?" Reina sewot, lantas berdiri berkacak pinggang menyejajarkan tinggi dengan Arka .
"Siapa la gi? Ya, kamu lah."
Tanpa tedeng aling-aling, Reina langsung memelintir kulit perut Arka, sehingga mengerang kesakitan.
"Aduh, Rei. Iya ampun. Argh! Rei, galak banget, sih?"
Sorot mata Reina malah semakin menjadi-jadi, ia berdiri di lengan Arka, mengangkatnya, dan--
"Allahu akbar! Mama! Tangan Arka digigit drakula," jeritnya yang dibalas senyum kemenangan oleh Bulannya.
Emang enak!
.
.
"Kak?"
"Hmm?"
"Mikirin apa?"
Arka beringsut lalu tersenyum. "Engga," jawabnya.
Tidak puas dengan jawaban sang kakak, Raya kembali bertanya. "Kak Reina, ya?" tebaknya telak, buat Arka mau tau mau mengangguk.
"Kak, apa perlu aku balik ke Indo buat jelasin semuanya?" Raya menghadap Arka serius. "Ini tuh cuma salah paham doang loh, Kak. Dulu - ya, aku memang banget absurd. Tapi, sekarang? Aku malah udah tobat, Kak."
Bukan memberi tanggapan yang lebih berarti, Arka malah tertawa.
"Ih, kok ketawa sih? Aku serius tau!"
Arka meredakan tawanya. "Ya abis, kamu tobat sial, Dek? Orang pelariannya aja langsung ke Korea-Korea."
Raya menimpuk wajah Arka dengan bantal sofa di punggung, mencebik kesal setelahnya.
"Itu bukan pelarian! Kakak tuh gak tau apa artinya kepuasan. Bodoh aja aku, kenapa gak dari dulu minta Mama tinggal di sini."
"Dulu kan kamu masih kecil, Dek. Mana tega lah Mamamu ngizinin bocah bandel tinggal di sini sendiri," sahut Arka.
"Ah, iya, juga sih. Eh, tapi, sekarang aku udah puas, pake kuadrat sebaliknya. Asal Kakak tau, ya, di sini tuh banyak banget oppa-oppa sliweran. Mau di pasar, mal, malah pinggir sungai juga ada. Mereka ganteng-ganteng, arghhh - !!! Pengen kukarungin masa, "celoteh Raya antusias, pun menurut Arka lebay !
"Ya, ya, ya, seseneng kamu aja, Dek. Udah, ya, Kakak mau istirahat dulu, besok ada penerbangan pagi."
Raya mengacungkan jempolnya. Langsung merebahkan diri untuk acara stalking-stalking oppa Korea.
" Selamat malam, Kakak," serunya.
Arka tersenyum, mengacak rambut Raya. " G o od malam hari juga, Adik bawel. Jangan Tidur Malam-Malam. Gak Baik."
"Siap, Kapten!"
.
.
Pagi-pagi sekali, Raya sudah mengantarkan Arka ke bandara karena harus kembali. Ia menatap sang kakak, memutuskan untuk bertanya setelahnya.
" Penerbangan ke sini lagi kapan saja?"
"Ehmm ..., dua minggu?" Arka tampak berpikir. "Ah, minggu depan mungkin. Kakak belum cek lagi."
Mendesis, Raya mencibir. "Awas aja PHP."
Arka tersenyum, sebenarnya dia bukan pemberi harapan palsu. Rayanya saja yang tidak mengerti jadwal terbangnya.
"Kakak belum cek lagi, Dek. Nanti, kalau ada penerbangan ke sini, Kakak cepat kabarin kamu, deh."
Raya hanya membalas dengan deheman.
"Ih, gitu, ya? Awah aja nanti kalau Kakak udah melepas nangis-nangis."
"Siapa?" tantang Raya.
"Kamu. Bulan kemarin, siapa yang nangis-nangis liat biasnya datin g?"
Raya mencebik. Kakak sepupunya senang sekali membongkar aib orang, terutama diri sendirinya.
"Ya udah, sih. Udah lama ini."
Arka tertawa pelan.
"Tinggal di sini tingkahmu jadi ajaib, Dek. Kadang marah, kadang nangis, bahkan ketawa sendiri. Mendorong Kakak jabarinnya."
Raya tak mendengarkan, ia lantas mendorong bahu Arka.
"Udah, sana pulang," usirnya.
Arka mengangkat alis. "Yakin? Gak nyesel?"
Setelah tahu ini, Raya akan memeluk erat-erat. Adik sepupunya itu memang sangat manja jika berhadapan dengan. Dan benar saja, saat Arka memundurkan sedikit langkahnya, Raya sudah lebih dulu merengkuh karena.
"Cepet balik. Jangan lama-lama gak ke sininya. Juga tolong beri tahu ke pramugari ganjen itu, jangan deket-deket Kakakku, tingkat gak," katanya sambil menyerukan kepala di d**a Arka.
Arka mengurai pelukan, menatap adiknya lekat.
"Siapa maksudnya? Kelly?"
Raya mengangguk.
"Pokoknya jangan deket-deket Kakakku! Kakakku cuma milikku dan Kak Rei."
Arka senang tersentil, dulu saja Raya sangat tidak menyukai Bulannya. Sekarang Coba dari dulu kamu gini, Dek. Mungkin Reina gak akan kaya sekarang, pikirnya.
"Berangkat sana, ih. Pilot sih ngaret."
Raya menyadarkan Arka yang akhir-akhir ini lebih sering menguluruskan. Tidak salah memang, jika pengaruh Reina sangat kuat mendukung.
"Kakak pergi, ya. Jaga kesehatan, dan jangan nakal."
"Ck, memang aku bocah. Pergi sana, hati-hati."
Arka mengangguk, melambaikan memanggil. " Annyeong , Raya- si . "
Mata Raya mengerling. "Hih, apa tau lah, Kak."
"Loh, apa salahnya? Kita kan lagi di Korea, kamu juga suka Kpop-kpop itu. Jadi--"
"Oh, sampai jumpa, Kakak! Sampai ketemu lagi," potong Raya cepat, lalu mendorong tubuh kakaknya menjauh.
▪︎▪︎▪︎
" Cepet balik! Jangan lama-lama."