Tulips

786 Words
Polda Metro Jaya Operasi Mantap Brata Pengamanan Pemilu 2019 Ditutup Kronologi 4 Oknum Polisi Culik WN Inggris, Korban Sempat Dibawa Ke Polda Metro Kolold Debt Kapolda Metro Janji Serius Tangani Kasus "Idih, kesambet apaan lo, liatin berita online gitu?" "Diem. Gak usah kepo," ketus Arka, tak lepas dari layar ponselnya. "Uwaw, galak amat, ya." Arka mendelik tajam ke Arah Kelly. "Iya, iya. Ampun, deh. Sensian amat sih, Ka? Lo lagi datang bulan apa?" Arka tak banyak merespons. Ia malas bercanda. Kelly berdecak. Akhir-akhir ini berpartisipasi itu memang sulit sekali diajak bercanda. Bahkan, selesai landing tadi, Arka yang biasanya menunggunya, malah langsung nyelonong pergi ke penginapan. "Ehm ..., makan, yuk, Ka. Orang-orang kabin udah pada keluar tuh cari makan." "Malas," jawab Arka singkat, dan malah merebahkan dirinya di atas sofa. Malas? Ingin sekali Kelly menggetok kepala Arka menggunakan tumit . Demi Tuhan, ia bahkan rela menolak ajakan makan rekan-rekan sejawatnya. Dan apa ini? Arka menolaknya? Woah, tidak berperikemanusiaan sekali. "Tapi, gue laper loh, Ka," celetuk Kelly berharap Arka peka. "Siapa suruh gak ikut orang-orang kabin tadi." Bam !! Pilot ini memang tidak akan pernah peka. Nyesel gue nunggu lo, Bodoh! Kelly pergi tanpa berpamitan lagi. . . "Ndan, ada kiriman nih dari kurir." Faiz menyodorkan satu buket bunga tulip putih dan satu kantong bingkisan yang berisi cokelat berbagai bentuk. "Siapa pengirimnya?" Reina bertanya, sesaat setelah buket, bunga itu berpindah tangan menantang. Faiz menggeleng seraya menunjuk kartu ucapan yang terselip di antara segerombolan bunga tulip milik komandannya itu. "Aku gak tau, Ndan. Tapi, di sana kayanya ada kartu ucapannya." Reina mengangguk paham. "Oh, makasih, ya, Iz. Jadi ngerepotin." "Ah, santai aja, Ndan. Kalau gitu, aku balik kerja dulu, ya, Ndan." Reina tersenyum. "Sekali lagi makasih, ya, Iz." Faiz hanya mengacungkan jempol, tanda setuju. Mata Reina lantas tertuju pada buket bunga di dekapannya. Aneh, siapa yang memesankan bunga untuknya? Perasaan ia sedang tidak berulang tahun. Apa yang jangan-jangan? Ah, tidak mungkin, kan? Reina langsung menggeleng ngeri. Dan dengan perasaan campur aduk, ia mulai memberanikan diri untuk membaca kartu ucapan tersebut. Untuk Reina, Bulannya Arka . Hai, cantik. Maaf atas kesalah pahaman yang menjauhkan kita selama ini. Arka kangen kamu. Bintang tidak akan berhasil terang Bulannya, kan ? Jadi tolong jangan menjauh lagi. Saya hancur tanpa Anda. Arka sayang kamu, kita bertem lagi lagi nanti. Reina membatu. Tangannya gemetar. Arka? Kenapa Kenapa laki-laki itu bersih keras ingin kembali bersamanya? Ya Allah. Reina harus gimana? Pikiran perempuan mulai berkecamuk ke mana-mana. Apa Rei mutasi aja, ya? Ah, engga . Itu sama aja gak nyelesain masalah. Tapi, arghhh - Rei mau tenggelam aja. . . Kecanggihan teknologi mudah Arka untuk mencari tahu sesuatu tentang Bulannya. Ya, meski selama ini Arka tidak pernah menampakkan batang hidungnya di hadapan Reina. Namun, siapa sangka bahwa ia lah yang selalu memikirkan gerak-gerik perempuan itu. Ya, Arka tahu Reina tinggal dan berkarir di Jakarta. Bahkan, jauh sebelum perempuan itu memilih mengabdi sebagai abdi negara, Arka sudah lebih dulu mengerti perempuan itu. Reina, si cengeng yang selalu bermanja diserahkan. Sekarang sudah menjelma menjadi sesosok wanita dewasa. Sesal? Sedikit. Arka memang sedikit menyesali Andai ia bisa memutar waktu. Ia akan selalu berada di sisi Bulannya. "Ka! Arka!" Arka mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk ke indra penglihatannya. "Apaan sih, Kel? Gue masih ngantuk." "Ngantuk-ngantuk. Lo tuh gak nyadar tidur lo kaya kebo?" sembur Kelly mencak-mencak. "Ya Allah, emang mau ngapain sih?" "Hellow, Arka Bintang Reftara! Pilot ganteng yang berhak pemalas. Ini tuh jam berapa? Kita lepas landas sebentar lagi, dan elo masih mau enak-enakan aja tidur di sini?" Arka membungkam bibirnya ingin marah. Ya Allah. Ia baru tertidur setengah jam yang lalu. Dan Kelly si cerewet sudah meneriakinya, menyuruh untuk bangun. "Gak gerak?" sindir Kelly geram. "Bisa gak, sih, lo aja yang bawa pesawatnya? Gue masih betah di sini, Kel. Gak mau mau ditinggal juga. Gue tau jalan pulang." Kelly geleng-geleng. Jalan pikiran Arka ke mana, sih? Bisanya-bisanya ia malah menyuruh Kelly saja yang membawa pesawat. "Lo udah gila apa, ya? Mau lo mati muda?" Arka mengendik. "Ya, 'kan gue gak satu pesawat sama lo. Guenya aja masih betah di sini." "Arkaaa !!! Gilanya jangan ngajak-ngajak, dong. Cepat mandi! Gue tunggu di loby ." Pelan, Arka mulai menyeret dirinya ke kamar mandi. Ya, ia harus memenuhi syarat sebagai seorang sopir pesawat. Ia tidak bisa malas. Banyak nyawa yang sulit digantikan. "Arka cepat! Jangan semedi di kamar mandi!" Ah, itu suara Kelly. Perempuan itu benar-benar. "Bawel amat, sih! Yang mandi juga gue, kenapa lo yang ribet?" "Bodo amat! Gue tunggu di loby !" Setelah terdengar suara tumit yang beradu dengan lantai dinginnya, bertanda perempuan itu telah melenggang pergi meninggalkan Arka seorang diri. Ckck, b aru kali ini gue nemu pramugari seribet lo, K el. ▪︎ ▪︎▪︎ "Aneh."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD