Tem Outros

1030 Words
" Maaf. Lebih baik kamu pulang. Aku tidak mau kesalahpahaman terjadi di sini. " Kesalahpahaman ? Ck, yang ada Arka yang salahpaham sama kamu, Rei , pikirnya. Saat ini pilot yang katanya tampan se-Indonesia sedang bersantai sambil memandang langit-langit apartemennya. Di menerima memang masih saja terngiang-ngiang menyambut Bulannya. Ia menghukum jika Reina berpikiran yang tidak-tidak. Suara pintu apartemen mampu mengusir indra pendengaran Arka. Ia menoleh, tampak Kelly yang sudah berseragam lengkap sebagai pramugari, sedang menunjukkan wajah masamnya. "Arka!" "Apa?" "Apa! Apa! Ini tuh jam berapa? Lo lupa kalau malam ini kita lepas landas ?" Arka mendesis "Masih sakit." Mendengarnya, Kelly langsung geram, ingin ia menimpuk wajah Arka dengan syal pramugari yang belum sempat dipakainya. "Gakini ini jam berapa?" Mata Arka otomatis melirik jam tangan yang tepat di tangannya. Menatap Kelly bertanya apakah mereka melepas jam berapa? Segera saja Kelly menjawab dengan nada sengit. "Dua puluh lima menit dari sekarang! Dan elo masih mau enak-enakan aja nyantai di sini?" Arka menyengir. Berlari tunggang langgang menuju kamar mandi. "Tunggu, ya, Kel. Gue mandi bentar." Kelly menghela napas seraya menggelengkan kepala. Heran, jam terbangnya aja dilupain. Apa lagi yang lain ? . . "Kak, ayo dong buburnya dimakan dulu." Entah untuk berapa banyak, Fara mencoba membujuk anak perempuan untuk itu. Ia sangat cemas saat melihat berita dan mendapat kabar dari rekan terdekatnya bahwa Reina-- putrinya kecelakaan. Tanpa pikir panjang, Fara segera terbang meninggalkan sang suami yang pindah ke kota di luar menuju tempat putrinya yang berhasil dipahami. Namun, sesaatnya sampai di rumah sakit, putrinya malah berbalik manja, bak anak memilih tiga tahun. "Reina gak mau, Ma. Reina maunya pulang." "Jangan ngaco, Kak. Kamu kaya anak TK aja." "Reina beneran gak betah, Ma. Di sini tuh susternya pada jahat, masa tangan Rei disuntikin terus." Reina menunjukkan lengan atas atau bawahnya yang sering tertusuk jarum. "Ya, itu memang udah tugas mereka, Kak." "Tetep aja sakit, Bu. Kalau dipikir-pikir gak ada gunanya juga, tangan Rei bisa sembuh tanpa acara disuntik." Fara menggeleng-gelengkan kepala. Putrinya terus seperti anak TK sekali. "Ma, tolong, Ma. Reina mau pulang. Rei janji deh bakalan nurut sama omongan Mama. Tapi, tolong, ya, bawa Rei pulang." Fara diam. "Bu?" Seperti dapat ilham, otak Fara malah mencetuskan untuk segera memanfaatkan hal ini. Ia tahu bahwa putrinya adalah tipe anak yang sulit untuk diberi petuah. Maka dari itu ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan. "Oke, kalau itu maumu. Bagaimana kita membuat janji? Ingin pulang, kan?" Reina memandang horor, pasalnya sang mama sering sekali membuat perjanjian yang tidak masuk akal, sebaliknya yang lebih parahnya, ia sama sekali tidak akan diuntungkan. " Kesepakatan apa? Aku tidak mau menerima kondisi aneh ." Fara tersenyum. "Tenang, gak akan aneh-aneh, kok." "Ya udah, apa?" tanyanya. Fara membungkukkan perubahan, berbisik kecil pada sang putri. "Ih, aneh ah, Mama gak konsisten. Katanya gak akan aneh-aneh. Tapi, apa? Reina gak mau. Memperbaiki memperbaiki Nginep lagi aja di sini. Gak suka sama suster yang suka nyuntik, Rei udah kebal juga." "Loh, kok gitu? Katanya tadi mau pulang." "Gak jadi. Udah Mama sana, pulang aja sekalian. Reina bisa sendiri." "Kak?" Baca jalan napasnya. "Ma, asal Mama tau, ya. Arka tuh sekarang udah punya pendamping lain. Pendamping yang cantik, modis, dan lebih banyak-galanya dari Reina." Fara tidak percaya. Putrinya kan juga gemar sekali membual. Apalagi tentang Arka. "Mama gak percaya." Reina mengendik. "Terserah. Udah, ya, Ma, Rei mau tidur." Fara tak menerima tanggapan, ia masih belum percaya jika Arka sekarang sudah memiliki pendamping. Terus kalau Arka udah punya pendamping. Ngapain dia minta izin buat jagain Reina? pikirnya. . . " Mohon perhatian Anda, penumpang Garuda Indonesia pada nomor penerbangan GA0822 ke Singapura silakan naik dari pintu G3, Terima kasih." Pengumuman p********n di Bandara Soekarno-Hatta sudah mulai menggema, para penumpang naik untuk menaiki kabin pesawat, pun tidak terkecuali dengan Arka. Pilot berparas tampan itu sudah siap siaga di balik kemudi pesawat sepuluh menit sebelum mengumumkan setuju itu disiarkan. Meskipun pikirannya masih berkelana pada Bulannya. Itu selalu berkeras untuk tidak mencampuri urusan pribadi dengan urusan pekerjaan, tentu. " Kapten, kamu baik-baik saja?" Gilang berinisiatif untuk memulai percakapan, karena dirasa kaptennya sedari tadi hanya diam. Arka menoleh. "Ya saya baik-baik saja." "Hah, syukurlah." Arka menanggapinya dengan senyuman, ia tahu jika Gilang, Co-pilot andalannya itu lelaki perhatian. " Terima kasih, Lang. Kamu benar-benar peduli. " " Ah, itu masih belum penting, Bang. Aku malah bisa lebih memperhatikan jika dibandingin sama pramugari-pramugara yang ada di sini. Kalau Abang mau, aku bisa loh merhatiin Abang setiap hari." "Kamu, malah malah mencoba dirimu sendiri." Arka terkikik. Dalam hati ia sangat bersyukur bisa memiliki rekan kerja sekaligus sahabat seperti Gilang. Tidak bisa terbayangkan, jika Co-pilot- nya tidak sepeduli Gilang. Arka melirik tombol interkom , sesaat sebelum ia memenangkannya, suara seorang pramugari telah lebih dulu mendahuluinya. "Kabin siap lepas landas, Kapten ," lapornya. Gilang yang ikut ikut, langsung tertawa. "Senang ngobrol sih nih Kaptennya." Mata Arka menyipit. "Gara-gara kamu juga aku ngobrol. Jadi, salah siapa?" Gilang malah makin terbahak-bahak. Ia mengakui bahwa ia juga salah. Tapi, ya-- ia memilih tertawa saja. "Mau sampai kapan saja kamu tertawa? Mau diamuk penumpang kamu, Gilang?" Gilang langsung diam, ia hanya memerhatikan tangan Arka yang lihai dalam tombol-tombol mesin pesawat yang lebih tersemat di luar kokpit. Tak lama waktu berselang, mendengarkan pengumuman yang disampaikan semua penumpang untuk meminta peraturan pengamanan. "Saudara-saudara, Kapten telah menyalakan tanda ' Kencangkan Sabuk Pengaman'. Jika Anda belum melakukannya, tolong simpan barang bawaan Anda di bawah kursi di depan Anda atau di tempat penyimpanan di atas kepala Anda. Silakan, duduk dan kencangkan sabuk pengaman Anda. Dan juga pastikan kursi Anda kembali dan baki lipat berada dalam posisi tegak sepenuhnya. " "Jika Anda duduk di sebelah pintu darurat, harap baca dengan seksama kartu instruksi khusus yang terletak di kursi Anda. Jika Anda tidak ingin melakukan fungsi-fungsi yang dijelaskan dalam keadaan darurat, silakan minta pramugari untuk mengulangi Anda. Kami mengingatkan Anda bahwa ini adalah penerbangan bebas-rokok. Merokok dilarang di seluruh pesawat, termasuk kamar kecil. Merusak, menonaktifkan atau menghancurkan detektor asap toilet dilarang oleh hukum. Jika Anda memiliki pertanyaan tentang penerbangan kami hari ini, harap ragu untuk bertanya kepada salah satu pramugari kami, Terima kasih. " Arka menoleh pada Gilang. "Kamu siap terbang?" "Ya, aku siap!" Arka tersenyum lengkap dengan seruan basmallah. " Yah, bersiaplah!"  ▪▪▪ "Bismillahirohmanirahim!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD