Bukan pelukan

1043 Words
Pernah ku mendengar tentang waktu adalah penguasa yang hebat. Aku pikir itu sebuah pepatah saja. Tapi ternyata itu benar, aku merasakannya. Saat waktu mempertemukan ku dengan mu. __Lukas__ Tiara Lamose akan liburan ke Singapura, namun sebelum itu ia akan menemui putrinya yang katanya sedang melarikan diri dari rumah. Selama ini Tiara memang menyembunyikan identitas putrinya tersebut. Namun kemarin para tim kami mendapatkan kabar, kalau Putri dari Tiara Lamose ini masih anak SMA. Lukas menatap siaran televisi begitu lekat. Bahkan ia tidak menyadari ketika Adiknya mencuri sesuatu dari saku celananya. "DELIMA!" kesal Lukas. Ia amat hapal kebiasaan buruk adiknya yang selalu mengambil ponselnya. Kemudian mencuri kuotanya. "Pelit!" Sebal Delima. Gadis berumur dua tahun lebih muda dari Lukas itu mengerucutkan kedua bibirnya. Lukas menarik napas jengah. Mau tak mau ia harus mengalah pada Adiknya itu. Lalu dengan pasrah ia mengeluarkan ponselnya dan di berikan pada Delima. "Kakak ganteng deh!" Rayunya. Gadis itu mengambil ponsel Lukas setelah menghadiahi ciuman di pipinya. "Nakal!" Lukas mengacak rambut Adiknya itu. Lukas memang amat menyayanginya. "Mamah kemana sih? Perasaan mereka pergi-pergi mulu!" Delima mulai membuka layar ponsel Kakaknya tersebut. "Gak tahu katanya lagi nge-date!" Lukas kembali fokus pada televisi di depannya. Ke-dua orang tua Lukas memang selalu pergi ber-dua, mereka tetap romantis meskipun sudah mempunyai dua anak yang sudah remaja. "Nge-date mulu perasaan. Udah kaya ABG aja!" Delima mulai asik dengan aktivitasnya. Menjadi stalker ig artis Korea kesukaannya. "Dari pada lo nyuri Kuota punya gue mulu." Delima tidak menjawab. Ia malah menjulurkan lidahnya mengejek. Dan Lukas hanya menggeleng jengah saja. kemudian ia kembali fokus pada televisi di depannya. Tidak ada yang tahu apa alasan yang menyebabkan Putri dari Tiara Lamose kabur. Namun yang jelas rumor ini berdampak buruk pada karirnya Tiara sebagai seorang model dan desainer. Tiara di anggap lebih memilih karirnya ke timbang putrinya sendiri. "Kakak!" "Apaan sih De?!" Bentak Lukas. Masalahnya adiknya itu terus mengganggu konsentrasi nya, padahal ia sedang ingin mencari tahu--siapa sebenarnya Putri dari Tiara Lamose itu. "Delima pengen es krim. Beliin!" rengeknya. Lukas memutar kedua bola matanya jengah. Adiknya itu memang amat manja. Menyebalkan. Ia kadang kesal juga karena setiap kali gadis itu manja. Pasti ia yang menjadi sasaran. Seperti saat ini, gadis itu merengek meminta es krim. "Beli sendiri! Ganggu terus perasaan." "Delima gak ada uang. Mamah gak ngasih uang lebih." Rengeknya. Cih, pasti bohong. Lukas tahu betul kalau Mamahnya selalu memberikan uang jajan lebih untuk adik nakalnya itu. "Bodo! Gue lagi nonton nih. Lo jadi Ade hargain gue dikit kek. Gue itu lagi nonton! Kurang jelas lo!" Delima terdiam. Namun detik berikutnya gadis itu terisak. Membuat Lukas tentu saja kelabakkan. Ia bisa di marahi Mamahnya kalau ketahuan membuat adiknya nangis. "Aduh De... Ko malah nangis sih..." Lukas segera menghampirinya. Adiknya memang super cengeng, membuatnya ingin sekali menjitak kepalanya keras-keras. "Kakak pelit! Deli kan cuma pengen es krim. Kakak malah bentak Deli!" Rengeknya. Lukas menarik napas kesal. "Iya gue beliin. Puas lo!" Kemudian dengan kesal. Lukas segera keluar. Ia akan membelikan Es krim untuk Tuan Putri yang terhormat! Untung sayang, kalau tidak. Sudah di jitak berapa kali tuh kepala gadis nakal itu. *** "NONA! TUNGGU!" Teriakkan seorang laki-laki berjas hitam menginterupsi Asyila yang hendak masuk ke sebuah minimarket. Ia akan bekerja. Karena sekarang sudah pukul empat sore. Asyila kaget. Ia mengurungkan niatnya. Kemudian ia segera mengambil sepeda yang terparkir di parkiran minimarket tersebut. Asyila mengayuh sepeda dengan cepat. Melewati Jordan yang baru saja keluar dari Minimarket tersebut. Ia cengo karena sepedanya di bawa gadis itu. "Lah! Sepeda gue? WEY! SEPEDA GUE!" Teriakkan Jordan tidak membuat gadis itu menghentikan kakinya yang mengayuh cepat. "WEYYY! SEPEDA GUEEEE!" Percuma! Karena Asyila malah semakin jauh. Akhirnya Jordan menarik napas pasrah dengan tenggorokkannya yang kering. Namun belum habis rasa kagetnya. Karena tiba-tiba lima laki-laki berjas hitam mengejar gadis yang sedang mengayuh sepeda tersebut. "Siapa tuh, udah kaya di film-film action-action gitu, perasaan." Gumam Jordan. Kemudian ia segera menelpon taxi. Sepedanya nanti akan ia urus. Karena ia sudah meletakkan pelacak di sana. Asyila terus mengayuh sepedanya. Ia harus meloloskan diri dari para bodyguard gila itu. Namun tiba-tiba ada kucing yang melintas di depannya. Sehingga ia membelokkan sepedanya ke arah sembarangan secara paksa--agar ia bisa menghindari kucing tersebut. Tapi naasnya. Sepeda masuk selokan dan Asyila jatuh. Sikunya pertama mendarat di atas tanah. Terasa perih, Asyila sangat yakin. Kalau sikunya luka. Gadis itu meringis. Demi apapun tubuhnya memang terasa sakit. Ia juga merasakan lututnya juga perih. Sepertinya sama kalau lututnya juga luka seperti sikunya. Gadis itu hampir saja menangis meratapi kesialannya. Ketika teriakkan kembali menginterupsinya. "NONA!" Asyila segera berdiri. Ia tak menghiraukan lutut dan sikunya yang terasa amat sakit, dan sepertinya berdarah. Ia harus segera berlari dan menghindari kelima laki-laki ber-jas hitam itu. Asyila memasuki sebuah komplek--yang ia sendiri tidak tahu, komplek apa namanya. Yang jelas saat ini ia harus berlari menghindari kelima laki-laki itu. Di samping sebuah rumah megah. Asyila bersembunyi. Hanya rumah itu yang terlihat penuh dengan tumbuhan di dalamnya--sehingga Asyila dengan lancangnya memasuki pekarangan rumah besar tersebut. Ia berjalan mundur sambil melihat keberadaan kelima pria berjas hitam. Ia ingin memastikan kalau mereka tidak mengetahui keberadaan nya. Ia menarik napas lega, setelah yakin kalau mereka sudah pergi. Gadis itu memejamkan kedua matanya. Tapi... "Gue rasa Nona pergi ke rumah besar itu!" Asyila menegang. Ternyata para pria berjas hitam itu masih berada di sekitar depan rumah besar yang ia jadikan persembunyian. Asyila gemetar, tidak. Demi apapun jangan sampai ia tertangkap oleh mereka. Asyila tidak mau lagi kalau harus tinggal di rumah neraka itu, dan kembali bersitegang dengan Adik tirinya. Sekarang ia merasa tentram. Meskipun ia harus bekerja banting-tulang untuk menghidupi dirinya sendiri. Meskipun ia kesepian harus tinggal di sebuah kontrakan kecil. Tapi itu lebih baik. Ketimbang ia tinggal di rumah megah bergelimang harta tapi ia selalu tertekan batin. Asyila tidak mau seperti itu. Gadis itu terus saja mundur. Ia hampir menjerit kaget, ketika sebuah tangan tiba-tiba menutup mulutnya. "Syuuuttt! Ini gue!" Bisik suara laki-laki yang cukup familiar di telinganya. Ia melingkarkan sebelah lengannya ke leher gadis itu. Hangat napas yang menerpa sebagian pipinya membuat Asyila sejenak menetralkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Ia tahu siapa laki-laki itu. Ia sama sekali tidak tertarik padanya. tapi dalam posisi sedekat ini... Asyila menahan napasnya. Kemudian laki-laki itu berbisik pelan lagi. Dan kali ini membuat Asyila menegang hebat. "Lamose! Itu kan marga lo?" What the...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD